EPILOGUE

1.1K 59 11
                                    


Alunan musik pop terdengar halus mengiringi tamu undangan pernikahan Sintia dan Dirpan. Dibalut dengan pakaian adat Jawa yang modern, sepasang muda-mudi yang baru saja sah menjadi pasangan suami-istri ini pun tersenyum dan menyambut tangan yang hendak mengucapkan selamat kepada mereka. Sesekali mereka mengaminkan ucapan tamu yang mendoakan dan mengharapkan mereka dapat membangun rumah tangga yang baik dan tetap bersama hingga hari tua. Jepretan kilat foto menimpa kedua mempelai bersama orang-orang penting di sisi kanan dan kiri mereka. Ada teman sekolah, kuliah, sampai rekan kerja yang diajak berfoto bersama mempelai.

Vira hanya memperhatikan hal itu di meja bundar berbalut kain putih tepat di depan pengantin. Ia hanya mengalihkan pandangan ketika tidak mendapati percakapan lain yang bisa dibahas bersama Fery dan seorang wanita karir yang sedang menikmati bakso di depannya. Rasanya ini seperti mimpi, ketika sepuluh menit yang lalu seorang wanita menggunakan blus hitam dan cardigan red-maroon berada di samping Fery dan mengajaknya berbincang. Wanita ini sangat cantik, bahkan ketika mengetahui kenyataan bahwa ia hampir menginjak 50 tahun. Sebenarnya, bukan masalah pakaiannya yang terkesan tidak sesuai dengan acara pernikahan seperti ini, tapi Vira masih tidak menyangka...

"Begitulah Freslan," kata wanita itu mengakhiri ceritanya.

Ya, Vira tidak menyangka kalau wanita ini adalah ibu Freslan dan datang jauh-jauh ke resepsi pernikahan ini agar memiliki momen untuk bertemu dengannya.

Fery menyendok puding keju di hadapannya dan menatap Vira yang masih terdiam, melamun di memandangi puding dengan potongan melon di hadapannya. Ia seperti belum menerima keadaan disini. Jika ditanya siapa orang yang bertanggungjawab dengan keberadaan wanita ini, maka Fery adalah jawabannya. Sampai dua minggu yang lalu, ia masih sering bolak-balik ke apartemen ibu Freslan di Jakarta, hanya untuk meminta maaf karena menembak lengan anaknya. Sebelum bertolak ke Pontianak, barulah ia bertemu dengan ibu Freslan dan menyampaikan hal tersebut. Wanita itu tidak menuntut dan mempermasalahkannya sama sekali. Ia malah berterimakasih dan meminta waktu Fery untuk menemaninya ke Pontianak di sela waktu untuk mengunjungi orang-orang yang terlibat kejadian sebulan yang lalu.

Pandangan wanita itu berfokus pada pelipis kiri Vira. Merasa diperhatikan, Vira pun tertunduk malu. "Maaf, Bu. Ada yang salah kah dengan wajah saya?"

Wajah terpoles make up cukup tebal itu mengukir sangat baik wajah Vira. Tidak ada kacamata yang menempel di sana, digantikan dengan lensa kontak yang membuat ukuran iris mata lebih besar dari biasanya. Ibu Freslan menggeleng. Tidak ada yang salah dengan wajah manis disana. Ya, tidak ada kecuali luka jahit yang masih terlihat menonjol diantara putih bedak. "Maaf atas kejadian sebulan yang lalu, membuatmu terluka seperti ini."

Vira memegang luka jahitnya yang terakhir dilihat berwarna kecoklatan dan sudah mengatup sempurna. Pandangannya teralih pada gerak mata wanita di hadapannya yang menelusuri kakinya yang tertutup kain meja. "Oh, tidak masalah. Semua sudah sembuh dan baik-baik saja. Lagipula, ini bukan salah Freslan, Bu. Ini ulah temannya yang satu lagi."

"Tapi itu tidak akan terjadi jika dia tidak membawa kalian kesana," jawab wanita itu menegak sirup merah di selokinya lalu mengelap mulut dengan tisu. "Saya sudah ke rumah keluarga Hana dan bertemu ibunya. Beliau terlihat tegar juga mengatakan hal yang sama seperti yang kamu katakan. Walau sudah menyantuninya, tetap saja saya merasa bersalah. Ulah Freslan membuat satu orang temannya kehilangan nyawa."

Kini Fery melirik ibu Freslan dari ekor matanya. Bukannya bermaksud tidak sopan pada direktur utama salah satu perusahaan kosmetik, tapi karena ia tidak enak menatapnya langsung. Jika dilihat, sikap bertanggungjawab Freslan mungkin warisan dari ibunya juga. Hanya saja, mungkin sang ibu juga merasa bertanggungjawab karena merasa ada andil dalam rencana Fery. Bukan masalah sponsor, tapi hal yang lebih sederhana.

IN Series 3: LilinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang