Radit masih terpekur dalam doanya ketika menyadari musola sudah sepi, meninggalkan ia seorang diri. Murid-muridnya mungkin sudah kembali menuju ruang ujian. Dia bergegas memakai sepatunya dan berjalan berjingkat sendirian, mati-matian mencari Lab. Biologi terkutuk itu.
Setelah lima menit dalam pencarian yang melelahkan, ia akhirnya sampai juga di tempat tersebut. Badan Radit lelah sekali sehingga hal yang pertama ia lakukan adalah menghempaskan punggungnya ke sofa guru dan mati-matian menahan matanya agar tidak tertutup. Ia masih harus mengawasi ujian anak-anak ini sampai selesai.
Antara sadar dan tidak, di selang kedua matanya yang membuka dan menutup, Radit mencoba menerka siswa yang datang di ujian susulan ini. Pertama, ada Iwan si anak basket kelas sebelas. Kemudian di sebelah kanan Iwan duduk Monica, anak pengusaha kaya yang nilai raportnya selalu anjlok. Ada juga Sissy anak kelas bahasa yang hobi membolos demi shopping. Di belakang Sissy duduk Rendra, anak modifikasi motor yang hobi jajan dan nongkrong di kantin sekolah berjam-jam. Di sebelah Rendra ada Lenny, gadis aneh dengan rambut kuncir dua dan pipi merah yang selalu lupa membawa PR nya ke sekolah. Kumpulan anak paling menyusahkan di sekolah ini.
Lalu, sudut mata Radit menagkap sosok itu. Duduk di pojok belakang ruangan. Menunduk sambil tangannya sibuk mencoret-coret kertas. Rambut hitamnya tergerai lurus menutupi wajahnya. Baju OSIS putih abu-abunya sudah tak layak pakai. Kumal kecoklatan. Radit tidak mengenal sosok itu. Bahkan ia merasa tidak melihat kehadiran gadis itu tadi. Ahh mungkin dia datang terlambat. Radit belum pernah melihat gadis tersebut. Mungkin berasal dari kelas yang tak ia ajar. Radit memang tak mengajar di semua kelas. Ada Miss Wulan yang menjadi rekan mengajarnya. Berarti ada enam siswa yang mengikuti ujian susulan ini. Radit melirik jam dinding. Jam 18.45. Masih ada waktu lumayan lama. Radit ingin memejamkan matanya yang penat.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sixth Student
HorrorRadit melirik dengan waswas dari ujung kacamatanya. Gadis antah-berantah itu masih duduk mematung di kursi belakang ruangan. Semilir angin malam tiba-tiba masuk dari pintu yang terbuka. Bulu kuduk Radit berdiri seketika. Suasana di luar ruang sanga...