"Pak Radit?" Radit terlonjak dari tempat duduknya.
"Ini, Pak. Sudah selesai. Rendra mengulurkan kertas ujian ke hadapan Radit. Radit sejenak menggosok kedua matanya yang tak gatal. Ia tertidur.
"OK. Kamu boleh keluar." Radit menerima kertas dari tangan Rendra. Sepintas ia melihat sudah ada dua kertas ujian di mejanya. Radit menyapu pandangannya ke penjuru kelas. Monica dan Sissy tak nampak batang hidungnya. Mereka rupanya sudah mendahului pulang. Dasar anak zaman sekarang. Pulang pun tak pamit pada dirinya.
Tak berapa lama kemudian Lenny si anak aneh dan Iwan menyusul mengumpulkan ujian mereka.
"Thanks." Radit menyahut pendek. Masih kurang satu siswi di pojokan yang belum selesai mengerjakan ujian.
"Mari pulang sama-sama pak?" Iwan menawarkan diri ramah.
Radit melengos dengan sebal. Apa Iwan tak tahu masih ada satu siswi yang harus ia tunggu? Iwan sejenak mengangkat alisnya menunggu jawaban Radit. Karena tak jua mendapat jawaban, Iwan berbalik sambil menenteng tas basketnya. Radit kembali terbenam dalam kursinya.
Sudah sepuluh menit berlalu, si murid misterius berambut panjang itu tetap menunduk. Radit mulai tak nyaman dengan suasana di ruangan tersebut. Radit melirik jam tangannya. 19.00 Waktu ujian sudah selesai.
"Mbak, waktu sudah habis." Radit berseru dari ujung ruangan. Tak ada reaksi. Si anak misterius tadi tetap menunduk. Wajahnya tersembunyi di balik gerai rambut hitam panjangnya.
"Mbak, ayo cepat kumpulkan. Saya harus segera pulang." Radit mulai tak sabar. Si rambut panjang duduk bergeming tak bergerak. Radit mulai tersulut amarahnya.
"OK, kalau kamu tak mau mengumpulkan juga, akan saya tulis di berita acara ujian ini." Ancam Radit tegas.
Radit meraih lembaran kertas di atas meja. BERITA ACARA UJIAN SUSULAN.
Dengan sigap Radit mengeluarkan pulpen dari saku bajunya dan bersiap mengisi lembar berita acara. Radit mencari nama si anak kurang ajar ini.
1. Monica Angelina
2. Iwan Safeeq Ramadan
3. Rendra Malik Shah
4. Sissy Raudeena
5. Lenny Noura Suprapto
Kertas itu Radit bolak balik dengan penasaran. Hanya ada lima nama peserta ujian di lembar tersebut. Tidak ada siswa nomor enam? Lantas siapa nama anak itu? Radit berpikir keras sambil memainkan tutup pulpennya.
Radit melirik dengan waswas dari ujung kacamatanya. Gadis antah-berantah itu masih duduk mematung di kursi belakang ruangan.
Semilir angin malam tiba-tiba masuk dari pintu yang terbuka. Bulu kuduk Radit berdiri seketika. Suasana di luar ruang sangat sunyi. Boleh jadi mereka sendirian di sekolah itu sekarang.
Jangan-jangan, anak itu... hantu penunggu Gedung D? Radit tiba-tiba menggigil kedinginan. Jantungnya berdegup tak beraturan. Seumur hidup baru kali ini ia berhadap-hadapan dengan mahluk tak kasat mata.
Radit bergegas merapikan kertas-kertas di hadapannya. Ia bersiap menghambur menuju pintu, ketika tiba-tiba...
ZZAPP!
Satu-satunya lampu yang menyala di Gedung D, yakni di Lab. Biologi, mati. Radit bergerak dalam gelap.
DUGG!
Lutut Radit menghantam sisi meja. Radit mengaduh keras. Ia buta. Tak bisa melihat apapun. Dan si hantu anak sekolah satu ruangan bersamanya. Tak ada mimpi buruk yang lebih seram dari keadaannya saat ini. Radit memejamkan mata dan mulai menangis. Ia sudah pasrah dan menanti maut yang tak pernah ia bayangkan.
Satu dua menit Radit terpaku dalam gelap dan sunyi. Bibirnya basah oleh kata-kata kepasrahan kepada Tuhan. Ketika tiba-tiba...
ZZAPP!
Lampu Lab. Biologi menyala lagi.
Sejenak Radit merasa lega. Tapi ternyata mimpi buruknya menjadi lebih menyeramkan. Si murid hantu tak lagi duduk di bangku belakang, namun justru berada tepat berada di meja di hadapannya. Duduk terpekur di meja ujian siswa yang tadi diduduki Iwan!
Radit melolong pasrah. Si murid hantu tetap menunduk dengan rambut panjangnya yang tergerai.
ZZAPP!
Lampu kembali mati. Kali ini Radit tak mau membuang waktu. Ia berlari sebisanya menuju pintu keluar. Tak dihiraukannya kertas ujian maupun benturan berikutnya pada sisi-sisi meja. Ia terus berlari.
![](https://img.wattpad.com/cover/146477675-288-k778133.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sixth Student
HorrorRadit melirik dengan waswas dari ujung kacamatanya. Gadis antah-berantah itu masih duduk mematung di kursi belakang ruangan. Semilir angin malam tiba-tiba masuk dari pintu yang terbuka. Bulu kuduk Radit berdiri seketika. Suasana di luar ruang sanga...