2. Tugas yang Ganjil

431 13 0
                                    

"Pak Radit." Radit mendongak malas.

"Saya mohon bantuannya, sore ini ada beberapa siswa siswi kita yang harus mengulang ujian mid semester. Tolong bantuannya untuk mengawasi mereka ujian susulan," tegas Bu Normala.

Radit menggeliat pelan pertanda protes. Tapi dia tahu, usahanya tersebut sia-sia. Radit menengok jam tangan G-Shock warna hitam metalik di pergelangan tangan kirinya. Jam 17.05. Ini gila, ujian susulan bisa berlangsung dua jam. Artinya dia harus terkungkung di sekolah ini hingga jam 19.00 nanti. Radit mencoba mengacuhkan suara Bu Normala yang mencicit di kedua telinganya.

"Besok pagi raport akan dibagikan ke orangtua murid, sementara mereka belum ada nilai ujian mid semester. Anak-anak ini memang bandel, sudah diberikan waktu satu minggu untuk ujian susulan tapi ada saja alasan mereka. Sibuk main basket lah, ekstra ini lah kegiatan itu lah. Pusing saya memikirkan mereka, Pak Radit." Cerocos Bu Normala tanpa bisa disela. Radit hanya mengintip sebal dari sudut kacamatanya kemudian kembali membuang pandangannya ke bawah.

"Sore ini ujian mereka harus sudah selesai, Pak Radit. Kemudian tolong scan lembar jawab mereka sekalian. Kunci jawaban dan lain-lain sudah ada di sini," Bu Normala kembali mencicit panjang sambil mengulurkan tumpukan file setinggi bukit ke depan wajah Radit.

"Dan ini laptop sekolah, nilai jadi mereka tolong masukkan ke file kurikulum ya Pak Radit?" Bu Normala memicingkan matanya yang bundar penuh intimidasi.

Radit baru membuka sebagian mulutnya, saat Bu Normala kembali berseru, "Pak Radit, saya ini minta tolong ke Pak Radit, karena Pak Radit satu-satunya guru yang belum pulang." Bu Normala menyahut cepat. Seolah tahu Radit hendak memprotes keputusannya.

Radit menerima berkas itu dengan malas. Percuma ia memberikan sejuta alasan. Sebagai guru baru di sekolah ini, sudah wajar ia menerima tugas-tugas mendadak yang pastinya dihindari oleh rekan-rekan gurunya yang lain. Radit mengangguk pelan. "Siap, Ibu Normala." Radit menjawab dengan nada kalimat termanis yang dibuat-buat."

Tak dinyana Bu Normala membalas tak kalah manisnya, "Sama-sama, Mas Radityaaaa." Senyum Bu Normala mengembang hebat. Kacamata bulatnya ikut bergerak naik turun mengikuti gerakan pipinya yang padat berisi. Dan dengan satu gerakan sempurna, Bu Normala membalikkan tubuhnya yang megah dan berjalan anggun meninggalkan Radit yang terperangah menahan rasa mual di tenggorokannya.

The Sixth StudentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang