3

2.1K 256 8
                                    

- L o n d o n -

Lagi.

Jean kembali ke stasiun kereta listrik tempat Paman Jeim. Namun alasannya bukan kedatangan pemuda itu dan juga roti yang dibawanya, alasannya adalah ia akan pergi.

Ia menelitik ke sekeliling, bersyukur ia tak menemukan Paman Jeim. Karena setahu Jean ketika hari ketiga setiap minggu, Paman Jeim libur dan ini adalah hari yang tepat.

Setelah perdebatan ayahnya dan pamannya itu, Jean merasa bersalah setengah mati.

Papa terlihat murung. Papa bahkan tak bertanya sama sekali padanya. Saat makan malam, Papa sering tersenyum pada Justin. Papa selalu mendengarkan Justin yang memamerkan prestasinya. Sementara Jean hanya terdiam sambil meratapi nilainya sendiri.

Jean tak ingin seperti itu. Ia tak ingin membuat Papa menderita karenanya. Jean tak ingin Papa sedih karenanya. Ia ingin Papa bahagia. Ia ingin Papa tersenyum untuknya.

Mungkin ucapan Justin sangat benar. Jean harus pergi. Karena setiap kali Jean ada di rumah, pasti Papa terlihat murung dan frustasi.

Jean tak ingin seperti itu. Ia harus pergi.

Bocah itu membawa beberapa kartu ATM miliknya dan uang dalam celengan berbentuk babi pink, sebuah ponsel, dan satu tas berisi baju-baju.

Semalaman, Jean tak bisa tidur.

Ia terus memikirkan perkataan Justin. Di sekolah pun ia berkali gagal fokus demi memikirkan apa yang harus ia lakukan untuk membahagiakan Papa. Dan sekarang, Jean benar-benar memantapkan hatinya untuk pergi.

"Papa pasti akan bahagia kan? Papa pasti sangat menderita karena kehadiranku selama ini," gumamnya lirih sembari menghentak-hentakkan sepatunya.

Seperti déja vu, ia melihat kembali burung-burung gereja yang terbang mengikuti ke mana arah matahari tenggelam. Mereka terbang dengan bebas.

"Mereka pasti bahagia. Aku juga harus seperti itu."

Jean tersenyum, ia tak boleh menangis. Ia juga harus bahagia.

Sekitar satu menit lagi kereta akan berangkat. Jean masuk ke dalam kereta listrik dengan barang-barangnya dan berjalan mengikuti orang-orang di sana.

Tak ada yang curiga dia pergi sendiri. Karena semuanya serba otomatis. Hanya dengan menempelkan kartu kereta yang ia ambil di meja Papa, ia bisa masuk dengan bebas. Seperti menaiki bus sekolah.

Untuk tujuan ... Jean tak tahu ke arah mana kereta ini pergi, ia mengikuti saja feeling-nya.

Yang jelas, ia ingin pergi jauh.[]

Singularity | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang