3.4

3.1K 398 23
                                    

"Ino," Uzumaki Karin memanggil tanpa mengalihkan tatapannya dari wajah Naruto. "Katakan padaku siapa dia sebenarnya."

Uzumaki Karin tidak bisa mengalihkan tatapannya dari wajah pucat Naruto. Hanya Tuhan yang tahu bagaimana gemuruh hati dan pikirannya, sejak pertama kali menginjakkan kaki ke dalam kamar ini dan menemukan sosok gadis yang terbaring pucat tak berdaya. Hanya Tuhan yang tahu bagaimana sekuat tenaga ia menahan diri agar tidak menangis, terisak tanpa alasan dengan sesak yang memenuhi dada.

Oh, Tuhan. Ada apa dengannya? Batinnya pilu.

Hanya ada satu orang di dunia ini yang bisa membuatnya seperti ini. Membuat perasaannya berubah kacau tanpa ia mampu mengendalikan diri. Hanya ada satu orang yang bahkan sejak pertama kali mereka bertemu kala kecil dulu, mampu membuatnya terpesona bahkan hanya dengan melihat senyumannya. Tak peduli dimana, bahkan kala sosok itu bersama sang saudari yang memiliki wajah serupa, Uzumaki Karin akan selalu tahu yang mana dia. Uzumaki Karin akan selalu tahu yang mana sosok yang menjadi malaikat penyelamatnya. Sepupu perempuannya, Namikaze Naruto.

"Apa maksud ucapanmu, Karin?" suara tajam itu jelas, bahkan terdengar tegas. Tapi Karin bukanlah orang yang bisa dibohongi. Ia mungkin bukan orang yang ahli dalam masalah psikologis, tapi untuk saat ini, Karin tahu dan bisa merasakan kegugupan Ino. Karena ia tahu, hanya untuk Naruto seorang, Karin seolah memiliki radar khusus yang akan selalu membuatnya mengenali gadis itu. Bagaimana pun sosoknya menyembunyikan diri. Atau bahkan orang mengatakan sesuatu untuk menutupinya, Uzumaki Karin akan selalu mampu menemukannya.

.
.
.

"Naru-chan!" Karin berseru senang. Ia memeluk sosok berkostum rubah merah dihadapannya.

"Karin-chan, siapa yang kau peluk?" Nagato menghampiri putrinya khawatir. Saat ini, mereka berada di tengah festival musim panas Suna.

"Ini Naru-chan, Papa." Karin menjawab sambil memeluk erat lengan besar sang rubah. Membuat Nagato menggelengkan kepalanya tak berdaya.

"Sayang, dia bukan Naru-chan. Naru-chan tidak mungkin berada di Suna. Dia ada di Konoha, ingat?" Nagato menasehati putrinya penuh kasih sayang dan kelembutan.

Sejak beberapa tahun yang lalu, Nagato telah memisahkan diri dari keluarga utama Uzumaki. Karena keluarga kecilnya, tak lagi diterima dalam keluarga itu. Dan Nagato sangat menyadari, seberapa besar rasa kehilangan putrinya pada sosok sang sepupu kala keluarga kecil mereka berpindah ke kota lain. Jauh dari Konoha yang hanya memberikan luka bagi keluarga kecilnya.

"Tidak, Papa. Ini Naru-chan. Aku selalu tahu bahwa ini adalah dia. Naru-chan tidak akan pernah bisa bersembunyi dariku." Karin berbalik menatap kepala besar sang rubah. "Iya, kan?" tanyanya dengan mata merahnya yang besar menatap penuh harapan, juga kerinduan yang dalam.

Sejenak, keheningan tanpa jawaban itu telah membuat Nagato merasa tidak tega pada putrinya. Namun, seolah sang putri selalu benar, sosok rubah itu menarik tangannya lembut dari rangkulan lengan Karin dan melepas kepala kostumnya. Menampakkan seorang gadis berambut pirang panjang di gulung je belakang yang tersenyum lembut penuh binar kebahagiaan. "Tentu saja," ujarnya mencium sayang kening Karin. "Hanya kau yang bisa selalu menemukanku, dimana pun aku bersembunyi dan menyembunyikan diri," tambah Namikaze Naruto dengan senyum lima jarinya, yang membuat Karin memeluk tubuh besar kostum rubah dengan penuh kebahagiaan.

.
.
.

"Tentu saja dia adalah sepupuku. Bukankah aku sudah pernah bercerita padamu tentangnya?"

Bukankah aku sudah pernah bercerita padamu tentangnya?

Ya, Karin mengingatnya. Semua cerita Ino tentang sepupunya. Dan itulah yang membuatnya semakin yakin dengan perasaannya. Cerita Ino tentang kecelakaan yang di alami sepupunya, Naruna, dan apa saja yang terjadi pada gadis itu setelahnya. Ino sangat mempercayainya, sebagaimana ia mempercayai gadis itu, karena mereka telah saling berbagi cerita tentang semua orang yang mereka sayangi sepenuh hati. Sebagaimana Ino menyayangi sepupunya, sebesar itu, atau bahkan lebih dari itulah perasaan Karin pada Naruto. Sekuat itulah ikatan yang ia miliki dengan Naruto. Ikatan yang bahkan tak Naruto miliki dengan Naruko, saudari kembarnya. Hingga mereka pernah berkelakar, bahwa mungkin saja, Karinlah yang sebenarnya adalah saudari kembar gadia itu.

"Ino," Karin mengepalkan tangannya erat. Menahan diri untuk tidak menyentuh wajah pucat itu, menahan diri untuk tidak meneriakkan perasaannya yang menyesakkan dada. "Kurasa sepupumu perlu banyak beristirahat. Dia tidak boleh terlalu banyak pikiran dan kelelahan. Karena meski cederanya telah sembuh, kurasa masih ada hal lain yang belum pulih."

"Maksudmu, traumanya?"

Traumanya.

Ya Tuhan... Karin benar-benar harus menahan diri sekuat tenaga agar air matanya tidak meleleh dan membuat Ino curiga. Ia harus bisa meyakinkan dirinya dan membuktikan perasaannya akan sosok pucat dihadapannya.

"Ya," jawab Karin dengan suara tercekat. Air matanya tak lagi bisa ditahannya. Ia memejamkan matanya dan membiarkan buliran bening itu melewati sudut matanya. Menundukkan kepala agar Ino tidak melihat wajahnya yang berurai air mata. "Aku akan memeriksanya lagi nanti, ketika dia sadar. Aku harus memastikan dugaanku sebelum memberikan obat tambahan yang tepat untuknya."

Dan ketika dia sadar, aku harus memastikan apakah dia benar Narutoku yang hilang ataukah bukan.

.
.
.

Ini Karin side, ya. Aku dari awal bikin cerita ini tuh udah booking si Karin jadi sosok saudari sepupu yang akan selalu mengenali Naruto bagaimana pun rupa gadis itu. Seolah mereka punya ikatan batin yang sangat kuat.

Found YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang