.
.
.
Aku duduk di meja makan berhadapan dengan Digo, kulihat ia dengan lahapnya memakan makanannya. Sedangkan aku memilih untuk mengulur-ulurkan waktu dengan cara memakan perlahan demi perlahan.
“Lambat deh, mikirin apa, Al?" Aku tersentak kala Digo menegurku. Lantas aku menggeleng dengan cepat lalu memakan makananku. "Yaudah."
"Eh Digo.." Bodoh, siapa yang menyuruhku untuk memanggilnya? Tidak ada? Baiklah. Tamat riwayatmu, Alicia.
“Hm?" Gumamnya.
"Apa kabar?" Betapa bodohnya diriku.
"Baik." Ia mengangguk mantap lalu membersihkan mulutnya dengan serbet di sampingnya. Aku pun menggigit bagian bawah bibirku, sudah kupastikan Digo ilfeel setengah mati denganku. "Gue harap lo juga baik." Dengan itu ia berdiri meninggalkanku yang masih terduduk seperti idiot. Sial, kenapa dia jadi menyebalkan lagi?
Aku pun menghentikan makanku dengan cepat lalu meneguk air minum seadanya, kuikuti langkah kedua kaki Digo yang pergi entah kemana. Tapi sepertinya dia masuk ke dalam kamarnya. Tanpa basa-basi aku pun memutuskan untuk ikut masuk.
"Aaaaa-"
"Ya ampun, Alicia!" Pekik Digo kaget lalu menutup pintu dengan cepatnya.
Bayangkan saja! Jika aku telat sedikit saja mungkin aku akan melihat tubuh Digo tidak terbungkuskan apapun. Untungnya tadi Digo baru membuka pakaiannya, tapi sama saja. Digo membuatku mati di tempat.
Pintu pun kembai terbuka, sukur.. Ia memakai baju. "Ngapain?"
Aku tersenyum kikuk, "Enggak, ya maksudku. Kamu ngapain?"
"Kok nanya balik?" Ia berjalan mendahuluiku menuju kamar Julia. Aku pun menghela nafas kecewa. Juteknya Digo memang tidak akan pernah hilang sampai kapanpun.
"Sini deh, Al." Digo menepuk-nepuk tempat di sampingnya, aku pun mengangguk lantas duduk sesuai perintahnya. Ia tersenyum kecil lalu menunjuk wajah Julia yang masih tertidur. "Dia.." Kini telunjuknya mengarah ke arahku, "Kangen elo."
Benarkah? Oh seandainya Digo tahu aku juga merindukan Julia, melebihi rinduku pada Digo. Untuk kali ini aku jujur. Ya, jujur. "Benarkah? Aku juga-merindukannya." Aku tersenyum kemudian mengusap-usap pipi Julia. "Kalau kamu.."
"Iya gue kangen sama lo."
Anjir! Aduh, adakah palu thor disini? Ingin sekali rasanya palu tersebut kupukul ke arah dadaku lalu terbelah-belah jantung serta hatiku. Aku tidak kuat—ASTAGA! Betapa lebay nya aku hanya karena lima kata yang keluar dari mulut Digo Aldric. Bisakah dia mengulanginya kembali? Kali ini harus aku rekam!
"Merah."
Apa? Apa yang merah? Tak sadar aku memegang kedua pipiku, pantas saja! Pipi ini pasti sudah tersipu malu. Sialan. "Uhm, sialan." Aku menyenggol bahunya membuat ia tertawa kecil.
"Iya, gue kangen sama lo, Al."
"Aku.. Aku juga." Kutundukkan kepalaku lalu tersenyum. Waduh, jika saja ini di kamarku mungkin saja aku akan jingkrak-jingkrak seperti Julia. Oh kumohon.
Kulihat ke samping Digo sedang meraba-raba kantungnya dengan gusar, seperti ada yang hilang. Aku pun menautkan kedua alisku lalu bertanya. "Kamu kenapa?"
"Hape gue.. Oh ya! Ini dia."
Aku tertawa. "Emangnya sebegitu berharganya hape kamu ya?"
"Bukan gitu, ada orang yang udah jadi tanggung jawab gue yang kedua setelah Julia." Aku melotot seketika, jantung beserta hatiku mencelos jatuh ke bawah. Terasa perih juga sakit mendengar ucapannya. Gak mungkin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Line
Teen Fictionsekedar percakapan line antara Alicia Silverstone dengan Digo Aldric. Copyright © 2014 by VaillaKayden