tigabelas

1.6K 171 2
                                    




















Tanganku di jahit dan sekarang sudah di perban. Cuma 3 jahitan. Beruntung nadiku masih utuh dan gak berakibat fatal. Tapi tetap saja membuat aku cemas dan takut. Bagaimana kalau seandainya pecahan kaca itu benar benar merobek nadiku. Aku tak bisa memikirkan kalau hidupku akan berakhir dengan cara seperti itu. Terkesan bunuh diri padahal sebenarnya itu murni kecelakaan.










Karna tanganku yang cedera jadinya aku gak masuk kerja. Di rumah sendirian. Paman Soekjin sudah berangkat kerja. Dari saat kejadian sampai saat ini dia hanya diam dan tak pernah mau bicara padaku.




Tok....tok....

Pintu rumah ada yangvmengetuk membuatku mau tak mau membukanya. Yang datang ternyata Lisa.

" Hai....kook....gimana kabarmu. Lukamu gimana apa masih sakit. ?" Tanpa menyuruh masukpun dia sudah berjalan mengiringiku di belakang.

Aku duduk di sofa " Masih sakit "

" Sini liat.." Dia meraih tanganku.

Meniup sedikit. Dan aku membiarkannya.

" Kenapa sih kook kau melakukan ini "

" Ini tak sengaja "

" Iya aku tau. Sebenarnya saat aku datang aku sudah mendengar pertengkaranmu dengan paman soekjin.

" Jadi kau mendengarnya..? " aku menautkan alis tanda heran.

" Iya. Bukan niat nguping. Hanya saja momennya pas saat aku datang. "

" Dan kau tau apa yang kami ributkan ?" Aku berharap Lisa meñggeleng sebab dalam hatiku aku tak ingin dia tau kalau aku sekarang sudah berbeda.

" Mmmhmm" Anggukan lemah jadi jawabannya. " Kenapa kook..." Lisa melanjutkan sambil menatap tepat pada dua mataku. Seolah gak rela dan ah...aku tak bisa membaca pikirannya.

" Entahlah. Semua terjadi begitu saja. " Aku menghempaska kepala pada dandaran sofa.

" Apa hebatnya sih dia. Sampai kamu benar benar sudah di butakanya. Kook kamu itu normal bukan seperti dia. Kamu hanya terpengaruh. Buktinya dari dulu kamu kan udah gonta ganti wanita. Dan kamu juga tau kalau...." Ucapan Lisa berhenti.

Aku sadar dan tau sekali apa maksud perkataan Lisa. Memang aku menyadari kalu Lisa memendam perasaanya padaku. Tapi aku tak tau kenapa dia tidak pernah mengatakannya padaku. Tapi jujur dari lubuk hatiku kalaupun dia mengatakan perasaanya akupun mungkin tak akan bisa menerimanya. Karna aku memang tak ada perasaan lebih selain sebagai sahabat. Aku juga nyaman sebagai sahabatnya. Kami udah dari kecil bersama.

Aku menarik nafas dalam. " Dia bisa membuatky merasa di butuhkan, disayang, di perhatikan "

" Lalu apa menurutmu aku ataupun Jimmin bahkan paman soekjin tidak memperhatikan atau menyayangimu. ?"

" Bukan begitu. Hanya saja berbeda rasanya saat dia yang menunjukkan perhatian. Disini...terasa sangat nyaman dan bahagia. " Aku menunjuk dadaku sendiri.

Lama kami diam. Sampai pada akhirnya aku melirik pintu yang tiba tiba di gedor tak sabar.

Baru aku mau berdiri membuka. Ternyata sudah terbuka sendiri Jimmin sudah langsung berlari ke arahku dan langsung memelukku.

" Yah....pabboo .....Apa yang terjadi huh. Kenapa kau jadi seperti ini huh. Apa akal sehatmu sudah gak ada sampai mau bunuh diri begini huh. Apa kau tau aku sangat menghawatirkanmu huh.."

Bertubi tubi pertanyaan yang muncul dari mulut bawelnya. Aku hanya membalas menepuk pundaknya pelan.

" Kwencanna aku gak apa apa kok. Lagian siapa juga yang bunuh diri. "

Menarik pelukannya dari tubuhku dengan raut muka kagetnya.

" Jadi kamu gak bunuh diri. Trus kenapa sampai begini. " beralih memegang tanganku yang di perban.

" Cuma kecelakaan kecil yang gak di sengaja. "

" Yak...kau jangan seperti anak kecil Jimminna.." Lisa menimpali. Sepertinya Jimmin gak sadar kalau ada Lisa.

" Kau....sejak kapan disini. ?

" Dari kemaren...memangnya kenapa..huh..?


Akupun menceritakan semua kejadian itu pada Jimmin. Ya aku gak mau nanti dia jadi salah paham . Terserah apa tanggapanya. Mau nanti jijik dan dia menjauhiku atau tidak terserah saja

remember me... (Book 1 End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang