SUASANA rumah sakit pada hari ini agak sibuk. Mobil ambulan yang membawa Felix telah memasuki kawasan rumah sakit.
Fay membelalakkan matanya. ‘Lah, inikan rumah sakit tempat gue kerja. Kenapa Kezra telpon ambulan dari rumah sakit ini deh.’
Dengan terburu-buru, para petugas medis mendorong brankar. Salah satu dokter yang ada di sini langsung menghampiri petugas medis. “Apa yang terjadi?”
Fay yang berada di lokasi kejadian langsung berbicara, “Pasien tiba-tiba pingsan. Saya memeriksa detak jantung pasien. Ia mengalami detak jantung yang abnormal. Saya sudah melakukan CPR dan detak jantung sudah kembali normal.”
Dokter itu langsung melihat yang berbicara. “Lho, Fay? Kamu wali pasien?”
Fay ikut melihat orang yang berbicara padanya. “Eh, Dokter? Oh, saya bukan walinya. Saya cuma orang yang menelpon ambulan.”
“Terus di mana walinya?”
Fay menggeleng. “Kayaknya mereka nggak mengikuti kami, Dok.”
Dokter itu mengembuskan napasnya. “Baiklah. Kamu ikut saya ke UGD untuk memeriksa pasien ini.”
Fay lagi-lagi membelalakkan matanya. “Saya? Tapi, hari ini saya libur, Dok.”
Dokter itu langsung menatap tajam Fay. “Kamu dokter bukan? Dokter tidak mengenal hari libur, Fay. Lakukan apa yang saya perintahkan dan kamu akan mendapat nilai tambahan.”
Mata Fay langsung berbinar. “Benarkah? Baiklah, Dok.”
[Destiny]
Felix telah dibawa ke ruang inap. Tak lama setelah Felix dibawa ke ruang inap, walinya datang. Wali tersebut adalah manajer Felix yang ternyata mengikuti ambulan tadi.
Namun, saat tiba di dalam rumah sakit, ia mendadak mendapat telepon. Dan akhirnya ia baru menghampiri Felix saat Felix telah dipindahkan ke ruang inap.
“Bagaimana kondisinya, Dok?” tanya manajer itu.
“Untungnya ia baik-baik saja,” ucap dokter itu.
Manajer itu menundukkan kepalanya. “Terima kasih, Dok.”
“Seharusnya Anda berterima kasih kepada anak ini. Bila anak ini tidak melakukan CPR, kemungkinan kondisinya akan parah,” ucap dokter itu sembari menunjuk ke Fay.
Manajer itu langsung melihat orang yang ditunjuk. Ia mengulurkan tangannya dan
disambut oleh Fay. “Terima kasih karena telah menolong Felix, Nak.”Dokter yang berdiri di samping Fay tertawa tertahan. “Dia seorang koas, Pak. Panggillah dengan sebutan ‘Dok’ juga.”
Manajer itu membelalakkan matanya. “Maafkan saya, Dok. Saya tidak tahu bila ada koas yang semuda ini.”
Lagi-lagi dokter itu tertawa tertahan. Dan hal itu tak luput dari pandangan Fay.
“Umurnya tidak semuda wajahnya, Pak. Tahun ini ia akan berusia dua puluh empat tahun.”
Fay langsung melayangkan tatapan membunuh ke dokter itu.
“Eh, tapi ia masih terlihat berusia belasan tahun.”
Tiba-tiba dokter itu menunjuk Felix, “Berapa usianya?”
“Dia akan berusia dua puluh sembilan tahun ini.”
Fay maupun sang dokter membelalakkan matanya. “Dua puluh sembilan? Wajahnya tidak menunjukkan usia dua puluh sembilan,” kata dokter itu.
Manajer itu tertawa. “Sama halnya dengan Dokter ini, wajahnya menutupi usianya.”
Dalam hati, Fay mengutuk sang manajer, ‘Kampret!’
[Destiny]
Satu jam pun telah berlalu. Felix telah terbangun. “Kenapa gue bisa ada di sini?” tanyanya ke manajer yang berada di sampingnya.
“Lo pingsan. Untung saja di acara itu ada dokter. Jadi, lo nggak mengalami hal yang buruk.”
Felix mengerutkan dahinya. “Dokter?”
Manajer itu mengangguk. “Masih koas. Tapi, ia punya bakat yang luar biasa sebagai seorang dokter. Ia juga berwajah cantik. Seperti bidadari.”
Felix hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. “Bagaimana dengan kondisi
jantung gue? Nggak kenapa-kenapa'kan?”Lagi-lagi manajer itu mengangguk. “Ya, nggak apa.”
“Apa koas itu tahu gue punya penyakit jantung?” tanyanya dengan cemas.
Manajer itu menghela napas sebelum menjawab. “Tentu saja ia tahu. Tapi, gue sudah berbicara dengannya untuk merahasiakan ini dari publik.”
Felix menghela napas lega. “Syukurlah. Berapa hari gue akan di sini?"
“Untuk menstabilkan kondisi lo lagi, lo akan di sini selama tiga hari.”
“Oke, baiklah. Tapi, bagaimana dengan jadwal gue?”
“Gue sudah mengurusnya. Lo nggak perlu khawatir.”
Felix tersenyum dan mengacungkan ibu jarinya. “Lo memang yang terbaik. Oh, gue punya permintaan.”
Manajer menatap penasaran ke Felix. “Apa?”
“Gue pengin koas itu yang jaga gue selama tiga hari sampai gue keluar dari sini.”
Manajer itu terkejut. “Eh? Gue bisa kok jagain lo.”
Felix menggerakkan tangannya ke kanan dan kiri. “Nggak. Lo harus istirahat. Pasti lo lelah banget, karena mengatur ulang jadwal gue. Beristirahatlah sampai gue keluar dari sini.”
“Terima kasih, Felix.”
Hubungan Felix dengan sang manajer layaknya hubungan kakak beradik. Umur manajer dan Felix hanya berjarak dua tahun saja. Mereka telah bersama sejak Felix berumur sembilan belas tahun. Saat itu, dirinya menawarkan untuk menjadi manajer Felix saat ia berhasil menjadi seorang aktor.
“Sama-sama, Levin.”
“Gue akan mengurusnya sekarang. Lo tunggu di sini. Jangan pergi kemana-mana.”
Felix mendengus. “Gimana gue bisa berjalan-jalan dengan kondisi seperti ini? Bagaimana bila para penggemar gue melihat gue dengan keadaan seperti ini?”
Levin tertawa. “Baiklah. Gue keluar dulu.”
[Destiny]
30/4/18
21.50
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny [END]
Roman d'amour"Aku tidak tahu mengapa Tuhan menyatukan dan memisahkanku dari dia. Tapi, karena hal itu aku menyadari ada seseorang yang selalu menungguku." -Fay "Betapa bodohnya saat aku memutuskan untuk meninggalkan dirinya. Tolong ingat perkataanku, pikirkanlah...