Bab 3

3.6K 743 122
                                    

Karya ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia.

Pencipta Wulan Benitobonita / Luna S. Winterheart

Tubuh keduanya terguling di atas rumput hingga berhenti di atas kubangan lumpur. Pedang dalam genggaman Cyril terlepas, terlempar, dan terjatuh di dekat mereka, berikut sebuah benda benda hitam berbulu seukuran bola yang terbelah dua, terpental dari arah wyvern berada.

Tarantula?

Maisha menatapi bangkai laba-laba raksasa dengan posisi merangkak. Wyvern tidak lagi meronta dan kini terlihat jinak.

Pria bertubuh besar itu melonggarkan pegangannya, sedangkan Liam menjentikkan jari, membuat es yang menyelubungi setengah tubuh wyvern itu mencair secara perlahan.

"Dasar laba-laba sialan. Dia hampir membuat Topaz menghancurkan tempat ini," gerutu Samson sambil melepaskan jaring. Dia menoleh ke arah Maisha dan berseru, "Cyril, sampai kapan kau mau berendam di dalam lumpur itu?"

Cyril?

Sebuah gerakan di bawahnya membuat Maisha menunduk. Gadis itu pun membeku saat melihat sosok yang selama ini menjadi alasnya merangkak.

Pria berzirah itu kini tidak lagi setampan sebelumnya setelah lumpur menodai sebagian besar tubuh juga zirah. Namun, warna merah padam masih dapat terlihat pada wajahnya.

"Hua! Maaf!" Maisha segera berdiri dengan wajah pucat pasi. Dia tidak bermaksud untuk mempermalukan salah satu bawahan kakaknya. "Maaf, saya tidak sengaja."

Cyril bangkit berdiri sambil mengibas lumpur pada zirahnya. Mata hitam pria itu menatap tajam Maisha sebelum berbalik dan berjalan pergi.

Sial, dia marah.

"Hei, Bocah!"

Kaki Maisha yang baru saja melangkah untuk mengejar pria itu, hendak meminta maaf pun terhenti. Dia menoleh ke arah Liam dan memberikan pandangan bertanya-tanya.

"Sini, bantu kami!"

"Aku?' Maisha menunjuk dirinya sendiri. Apa yang dapat dilakukan oleh seorang gadis manis sepertinya di sini?

"Ya, kau! Sini!"

Maisha berjalan ragu-ragu. Dia mendekati wyvern yang sedang mendengkur dengan kepala rebah di atas tanah dan kembali bertanya, "Apa?"

"Tadi saat kau ke sini, apa para pelamar masih menunggu sesuai antrean?"

"Pelamar?"

"Ya, orang-orang yang kau selak," ucap Liam tidak sabar. "Apa mereka masih di sana?"

Maisha teringat akan kerusuhan yang terjadi sebelumnya lalu menggeleng. "Mereka semua pergi."

"Sudah kuduga," desis Liam sebelum mengembuskan napas panjang. Dia kemudian menatapi Maisha dari atas ke bawah dan bertanya, "Siapa namamu?"

"Saya?"

"Tentu saja kamu, memang siapa lagi yang ada di sini selain kita bertiga?" Kening Liam mengerut tidak suka dengan tangan bersilang di depan dada.

"Eh, Liam, dia terlihat sedikit pendek dan ... lambat."

Samson berbisik kepada rekannya. Namun, Liam langsung mendiamkan pria itu dengan mendesis pelan.

"Mai- eh, Mansa," balas Maisha ragu. Kakaknya tentu tidak akan setuju apabila dia memberitahukan nama aslinya kepada mereka. Seorang gadis bangsawan tidak sepantasnya berada di dalam hutan, memotong pendek rambut, memakai pakaian seperti seorang laki-laki, dan bercakap-cakap dengan pria setengah telanjang ataupun pria jenis lainnya tanpa pendamping.

Lady Wyvern [ Petualangan Nona Penakluk Wyvern ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang