Selamat membaca!
6 tahun kemudian,
Umar dan Ari : 25 tahun
Adira dan Arsy : 23 tahunOEEKKK....OEEEKK...
Umar menghembuskan nafas lega. Ia kecup kening Adira yang basah karena keringat dengan lembut."Terima kasih, sayang. Terima kasih." Adira tersenyum lembut.
"Silahkan di azan anaknya, pak!" Si dokter memberikan bayi tampan tersebut kepada Umar. Umar meneteskan air matanya ketika melihat wajah tampan anaknya. Ia azankan anaknya tersebut, setelah itu, Adira memberikan ASI pada bayi mereka.
"Adira! Ya Allah!" Arsy datang tergesa-gesa bersama Ari.
"Ganteng!" Pekiknya tertahan ketika melihat bayi Umar dan Adira. Umar dan Adira tersenyum."Jelas ganteng, kan ayahnya ganteng." Ucap Adira sembari menggenggam tangan Umar. Umar tersenyum lalu mendaratkan kecupan di kening Adira.
"Hoeekk...hoeekk.." Arsy berlari masuk kedalam kamar mandi. Ari menyusul. Ari urut tengkuk Arsy sampai wanita muda itu menyelesaikan muntahannya.
"Arsy, kamu sakit? Periksa gih sana!" Ujar Adira.
"Iya, Arsy. Sana minta temani Ari!" Perintah Umar.
"Ayo sayang! Aku cemas lihat kamu begini. Kami pergi dulu ya," Ari dan Arsy segera keluar dari ruangan Adira."Dira curiga, Arsy hamil, kak." Ujar Adira pada Umar.
"Iya?! Kalau iya, alhamdulillah. Kalau enggak, masih ada waktu untuk berdoa dan berusaha."Beberapa menit kemudian, Ari dan Arsy datang dengan wajah gembira.
"Gimana? Kamu sakit apa?" Tanya Umar.
"Hamil, bang, 2 bulan." Arsy mengusap perut ratanya. Ari dan Arsy saling bertatapan lalu Ari mendaratkan kecupan mesra di kening Arsy.
"Alhamdulillah! Mamah sama papah harus tau ini. Iya kan?""Sayang, mamah dan papah masih ada di luar negeri mengurus perusahaan papah di sana." Ujar Arsy sendu.
"Tidak apa-apa, kan aku masih ada. Umar dan juga Adira ada di sini." Ari mengusap punggung Arsy."Iya, Arsy, abang dan Adira pasti akan menemanimu dan menjagamu." Ucap Umar.
"Terima kasih, abang, Dira, kak Ari." Arsy menunduk malu. Ari memeluk Arsy.👶👶👶
"Amar menangis, kak! Tolong di gendong dulu ya!" Teriak Adira yang sedang menjemur pakaian. Sejak awal Amar menangis, Umar sudah menggendong bayi tampan itu. Tapi, seakan mengerti bahwa yang menggendongnya bukan ibunya, ia semakin menangis.
"Ya Allah! Kenapa tidak berhenti menangis?" Adira mengambil Amar dari gendongan Umar.
"Cup...cup...anak bunda....jangan menangis sayang..." Adira menyandarkan kepala Umar di bahunya, sedangkan ia mengusap punggung bayi berumur 3 bulan itu.
"Tidur ya, sayang...." Bisik Adira. Tangisan Amar berhenti. Tapi, sesekali bayi itu masih sesegukan. Sekali lagi, Umar terpana pada apa yang dilakukan oleh istrinya itu. Mungkin itu yang dilakukan Ennes, mamahnya, ketika ia menangis kencang.
Dan tak lama, Amar terlelap. Adira meletakkan Amar di box bayi, setelah itu ia kembali mengerjakan pekerjaan rumah yang tertunda. Umar menyusul Adira kemana wanita itu melangkah. Dan ternyata, berhenti di kamar mandi. Ada seember pakaian kotor yang harus Adira cuci.
"Banyak banget, yang!" Ujar Umar. Adira terlonjak kaget.
"Kakak ngagetin Dira aja. Iya nih, memang banyak. Kenapa memangnya?" Tanya Adira. Ia menuangkan bubuk deterjen kedalam ember sembari menyemprotkan air. Setelah cukup, ia masuk kedalam ember besar tersebut dan mulai menginjak-injak pakaian kotor tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mencintaimu dalam Diam
RomanceAku mencintaimu dalam diam. Sampai aku memilikimu pun, aku tetap mencintaimu dalam diam.