"Mungkin sebuah maaf saja tidak cukup untuk menebus semua luka yang aku berikan padamu."
****************
Kevin berjalan dengan santainya menuju meja yang sudah di tempati oleh seorang cewek. Kini tatapan cewek itu begitu tajam padanya. Dan yang perlu Kevin lakukan hanyalah tertawa mengejek karena kebiasaan cewek itu masih sama seperti masa kecil mereka dulu.
"Awas bola mata lo copot," cibir Kevin, saat menduduki kursi di depan cewek itu.
"Nyebelin banget sih," Cewek itu cemberut, "Gue udah lebih dari satu jam nunggu pria berengsek kayak lo, Kev. Dan dengan seenak jidatnya, lo ngatain mata gue mau loncat?!"
Tawa Kevin terdengar nyaring, bahkan pengunjung kafe sampai melirik ke arah meja mereka, saking kencangnya.
"Bangke, berisik!"
"Ya, suka-suka gue lah!"
Seharusnya sore ini Cellia pergi berkencan dengan Alan, namun sialnya selalu ada saja penghalang yang membuat rencananya berantakan. Seperti kali ini, Alan berkata dirinya harus pergi ke sekolah untuk mempersiapkan acara Pentas Seni yang akan dilaksanakan dua hari lagi. Cellia sebal sendiri deh jadinya, apalagi mengingat Alan dan Lila satu organisasi makin-makin saja hatinya panas.
"Tugas gue sudah beres." Kevin menyender pada kepala kursi, kemudian tersenyum miring. "Semuanya udah berjalanan sesuai rencana kita."
Cellia diam saja. Ia hanya memutar gelas jus dengan tatapan kosong. Banyak sekali perdebatan dalam dirinya. Entahlah, Cellia sendiri malah merasa jalan cerita yang ia buat terlalu berlebihan. Dan terkadang, ia juga berpikir kalau semuanya memang pantas ia lakukan.
Ya, pada akhirnya, penyesalan selalu datang terlambat.
-Game Over-
Keadaan Lila saat ini benar-benar di luar kendali dirinya. Semua orang kini sudah sibuk dengan tugasnya masing-masing. Sehingga, tidak ada yang terlalu memperhatikan wajah Lila yang sangat pucat.
Lila duduk di atas kursi yang ada di pojokan ruangan. Memijit pelipisnya yang berdenyut nyeri. Badannya terasa terbakar, serta tenggorokan yang terasa sedikit sakit membuatnya sedikit kesusahan untuk menelan ludahnya. Alhasil, ia keluar dari ruang Aula setelah meminta ijin pada anggota yang lain.
Gadis itu berjalan sembari berpegangan pada tembok lorong. Lila memilih untuk beristirahat di ruang Osis. Setelah melewati beberapa lorong, akhirnya ia sampai di depan ruang Osis. Lila mengembuskan napasnya kemudian menariknya lagi dengan perlahan.
Lila mulai melangkahkan kakinya masuk, namun pandangan matanya tiba-tiba mengabur. Jika saja Alan tidak sigap menangkap badan Lila, mungkin benturan keras yang kini Lila rasakan. Untungnya, cowok itu datang tepat waktu.
Alan membawa tubuh Lila dan di letakannya di atas sofa ruangan. Cowok itu meletakan sebelah lengannya pada dahi Lila, matanya langsung membulat begitu merasakan suhu tubuh Lila yang sangat tinggi.
"Kenapa maksain kerja sih?!" Alan berdecak. Laki-laki itu terlihat sangat khawatir. "La, hey... Bangun!"
Sejujurnya, Lila masih dapat mendengar semua yang Alan ucapkan. Hanya saja, kedua matanya sangat berat untuk ia buka.
"Lila," ucap Alan dengan pelan. Cowok itu menarik kursi di sebelahnya lalu menyanggah dagunya menggunakan sebelah lengan. Pandangan matanya lurus, menatap Lila yang tengah memejamkan matanya tenang.
"Karena lo nggak sadarkan diri, boleh kan gue bicara banyak hal." Alan sebenarnya ingin segera membawa Lila pulang, tetapi ada sedikit hal yang perlu ia ungkapkan pada cewek di depannya ini. "Pertama, lo selalu cantik dan gak pernah ada minusnya,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Game Over (Completed)
Teen Fiction"Semua orang selalu punya luka. Hanya saja cara mereka berbeda dalam menyembunyikannya." •••• Azril Laksha Arkan adalah cowok dengan kelakuan minus yang membuat Lila selalu kesal jika berada di dekatnya. Cowok yang selalu melanggar aturan itu punya...