1

14 1 1
                                    


Kota Orlando yang termasuk dalam Negara bagian Florida sedang menurunkan hujan yang memberi aroma petrichor di udara. Terdengar alunan piano dari kamar salah satu rumah memecah keheningan suasana seorang gadis yang sedang asik dengan buku dan laptop di hadapannya sejak siang tadi, menghiraukan suara gaduh dari luar pintu kamar yang di tempeli papan bertuliskan "Aletta".

Jam portable berwarna hitam di samping laptopnya menunjukan angka 20.56. Sudah cukup pikirnya untuk hari ini, waktunya ia mengistirahatkan tubuhnya, mengisi kembali tenaga untuk besok dengan beristirahat pendek. Kecuali jika saat ia menutup mata lalu tidak akan terbuka lagi untuk selamanya, maka ia akan beristirahat panjang.

Ia pun melepas ikatan rambutnya dan membiarkan rambut coklatnya tergerai indah, lalu menuju kasur bernuansa hitam kesukaannya. Lalu ia mulai mencoba tidur dan melupakan argumen-argumen pada hari ini.

...

Aletta kini sedang menikmati roti selai kacang buatannya sendiri berada di meja makan, tanpa di temani satu orang pun dari anggota keluarganya. Setelah selesai, ia mencuci piring bekasnya, lalu keluar tanpa berpamitan kesiapapun. Ayahnya pasti sudah berada di kantor, Ibunya? Sejak dua hari lalu ia pergi meninggalkan rumah. Sedangkan kakanya, Letta hanya mengetahui ia keluar rumah saat malam setelah selesai beragumen dengan ayahnya, tidak tahu pasti kakanya pergi kemana.

Di Boone High School, Letta tidak sependiam seperti dirumah. Ia dapat bersosialisasi dengan teman-temannya dan menjadi seseorang yang cukup menyenangkan. Dan juga Letta merupakan salah satu siswi berprestasi di sekolahnya. Letta adalah seorang pendengar yang baik bagi temannya, tapi Letta lah yeng tertutup kepada teman-temannya. Ia tidak pernah menceritakan masalah yang dia alami. Yang temannya tahu hanyalah letta seorang gadis berumur 17 tahun yang periang dan tidak memiliki masalah.

Hari ini, Letta pulang lebih cepat dari biasanya. Ia harus menggunakkan bus sekolahnya karena tidak ada yang menjemputnya untuk saat ini. Bus berhenti tepat di depan halaman rumahnya. Ia turun tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada Mr. Roby sang supir bus. Saat sedang melewati halaman, sedikit terdengar argumen-argumen dari dalam rumah. Belum sempat membuka pintu, kakanya Elgort keluar dengan darah pada sudut bibirnya. Tidak menyapa atau tersenyum sedikit pun kepada Letta, berjalan menuju mobilnya dan mengendarainya dengan cepat.

Lekas Letta segera masuk, terlihat ayahnya sedang duduk di sofa ruang tengah dan menghiraukan kedatangan Letta. Letta menaiki tangga berniat menuju kamarnya. "Letta!!!" teriak ayahnya sebelum Letta menyelesaikan anak tangga. Mendengar itu buru-buru ia masuk kamar lalu mengunci pintunya. Tidak berapa lama terdengar seseorang menaiki tangga. Letta hanya bisa duduk di pojokan kamarnya menunggu apa yang akan di lakukan ayahnya.

Bunyi berisik akibat pukulan-pukulan ayahnya kepada pintu begitu menggema ditelinga Letta yang hanya bisa mengeluarkan isakan-isakan kecil dari mulutnya.

"Letta keluar kamu!!! Jangan seperti Ibu dan Kakakmu, Letta!!!" teriak Dylan, ayahnya.

Tentu saja keluar kamar pada saat ini adalah pilihan buruk bagi Letta, akibatnya dia akan dipukuli tanpa sebab oleh Ayahnya. Sudah banyak luka lebam di sekujur tubuh Letta yang terhalang oleh pakaian, akibat ulah Ayahnya itu.

Sekitar dua puluh menit kemudian keadaan mulai hening. Letta segera mengambil handphone, mengetikkan nomer yang sudah ia ingat diluar kepala dan menunggu orang disebrang sana menjawab telponnya.

"Mom, dimana? Kenapa ga bawa Letta untuk ikut pergi?" tanya Letta setelah ada nada tersambung sebari masih berusaha menghilangkan isakannya.

"Oh Dear, I'm Sorry. Mom udah gakuat tinggal sama ayahmu itu. Baik-baik disana, love you" terdengar bunyi tut panjang menandakan panggilan yang diputus secara sepihak. Bagaimana Letta bisa baik-baik saja batinnya. Letta pun mengetikkan nomer lain dan menempelkan handphone kembali ke telinganya.

EternityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang