3

2 1 0
                                    

Sinar matahari masuk melalui celah-celah gorden kamar Elena. Elena masih berbaring tenang disamping Letta. Tidak ingin membangunkan dan merepotkan Elena, Letta berjalan tanpa suara keluar menuju toilet. Sedikit membasuh muka untuk menyegarkannya, lalu keluar menuju dapur berniat membuat beberapa makanan untuknya dan Elena.

Saat sedang mempersiapkan makanan di atas meja datanglah Elena dengan wajah mengantuknya. "Hai Letta" sapanya ramah, "Waw... kalau kaya gini mending lo tinggal disini aja biar gue gausah repot-repot beli makan di foodcourt bawah." lanjut Elena takjub sebari duduk di hadapan makanan yang Letta siapkan. Letta hanya tersenyum.

Sandwich yang berisikan daun selada, bacon, dan mozarella chesse sudah cukup untuk menu sarapan pagi ini menurut Letta. Dan tidak lupa OJ atau orange juice. Letta sedikit menggigit sandwichnya saat handphonenya berbunyi menandakan pesan masuk, yang Letta hiraukan. Sudah menjadi kebiasaannya tidak melakukan hal lain disaat sedang makan.

"Hari ini lo ada rencana apa?" tanya Elena mencairkan suasana diam diantara mereka

"Belum ada sih, tapi gue mau pulang dulu. Masih ada yang harus gue kerjain dirumah" jawab Letta sebari menggigit potongan sandwich terakhirnya lalu meneguk OJ nya sampai habis. Tidak lupa mencuci piring dan gelas bekasnya.

"Gue ikut mandi ya" izin Letta sebari memasuki toilet saat sudah beres dengan urusan cuci mencuci

"Handuknya ada di kabinet wastafel" teriak Elena dari luar toilet

...

Saat air meluncur dari shower menuju tubuh Letta dan memberikan sentuhan dingin yang menjalar keseluruh tubuhnya, ia menangis, ia merasa lemah. Dengan air mata yang tertutup oleh luncuran air dari shower, dengan nada isakan tertahan, ia ambruk terduduk lemah memeluk lutut merasakan kesendiriannya.

Jika kalian berfikir masih banyak anak-anak seusia Letta yang mengalami hal lebih parah daripadanya, mengalami hal lebih menakutkan daripadanya, dan Letta baru mengalami hal seperti itu sudah menangis lebay. Kalian boleh mengatakan Letta sangat lemah, boleh mengatakan Letta harusnya mensyukuri masih tidak seperti orang-orang yang mengalami hal yang lebih parah.

Yang Letta inginkan hanyalah kehangatan keluarganya, seperti keluarga-keluarga lainnya, ia ingin makan bersama, bercanda bersama, saling tukar kado saat thanksgiving berlangsung seperti keluarga kedua sahabatnya, Lacey dan Shailene. Atau hanya saling sapa saat salah satu anggota keluarga pulang kerumah adalah hal yang sangat diinginkan oleh Letta.

...

Letta keluar dari toilet masih dengan sisa butir-butir air di tangan dan kakinya. Elena sedang menonton acara televisi yang selalu di tayangkan saat kamis pagi ditemani se-box popcorn caramel yang ia dekap.

Letta mengambil handphonenya, mengecek pesan yang ia dapat saat sarapan tadi.

From: Dad

To: Letta

Hari ini Dad dan Mom akan ke persidangan jam 14.20

Letta tidak membalas apapun, "Lena, Elgort ada di kamar nomor berapa?" langsung saja Letta bertanya pada Elena.

"Kamar 572 lantai 7, kenapa? lo mau kesana?" tanya Elena balik.

Tanpa berkata apa-apa lagi Letta segera keluar dari apartemen Elena, memasuki lift dan menekan angka tujuh sebagai lantai tujuannya. Saat sudah sampai di lantai tujuh lekas saja Letta mencari  kamar nomor 572.

Sampailah dia di depan kamar bernomor 572, Letta menatap sebentar pintu di hadapannya itu. Lalu menekan bel, dan menunggu seseorang membukakan pintunya. Terlihat Elgort yang masih memakai boxer dan kaus oblong abunya, sudah dipastikan ia baru bangun dari tidurnya. Elgort menatap Letta sepersekian detik lalu langsung menutup kembali pintunya tanpa satu kata pun.

EternityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang