Sepuluh

117 16 2
                                    

     Jarum jam menunjukkan pukul 08.05 waktu Korea Selatan. Seperti biasanya, aku dan Annisa sudah berada di kantorku sejak tadi pagi. Kami berdua memang selalu datang pagi, karena banyak hal yang harus kami persiapkan. Tetapi, ada yang berbeda dari Annisa adalah sekarang ia ditemani oleh Andra. Kata Andra, ia ingin sekali bertemu dengan sepupunya, Fakhri. Karena sudah lama ia tak bertemu dengan Fakhri.

     Terdengar suara cukup keras dari telepon yang berada di mejaku sekarang. Ternyata, ada panggilan masuk dari arah lobi.

     "Yeoboseyo"

    "Yeoboseyo, ada seseorang yang ingin bertemu. Ia bernama Fakhri"

     "Ah, ne. Suruh ia ke ruanganku"

    "Arasseo"[baiklah]

    Aku memutuskan sambungan teleponnya, lalu beralih ke Annisa. "Nis, Fakhri sudah datang."

     Iapun bangkit dari duduknya seraya berkata, "Aku akan nemuin dia."

    Beberapa menit kemudian, aku dapat mendengar seseorang yang sedang berbicara di depan ruanganku. Aku langsung dapat memastikan bahwa itu adalah Annisa dan Fakhri.

    "Annyeong haseyo! Fakhri, ya?" Samar-samar aku dapat mendengar percakapan mereka.

    "Annyeong haseyo! Iya, Claranya ada?"

    "Perkenalkan saya Annisa, sekretarisnya Clara. Claranya ada di dalam, silakan masuk."

    Setelah tak terdengar lagi suara mereka, tak lama mereka memasuki ruanganku. Aku dapat melihat Annisa yang sedari tadi mengedipkan sebelah matanya. Entah apa maksudnya, tetapi aku dapat melihat mulutnya membentuk kata 'tampan'. Lalu, Fakhri mendapat pelukan sekilas dari Andra.

    "Kapan kamu kesini, Ri?"

    "Andra, kamu kenal Clara?" setidaknya itulah yang bisa kudengar dari percakapan mereka.

    Kami berempat pun akhirnya duduk di bangku yang sudah aku persiapkan. Setelah itu kami semua berbicara satu sama lain. Tak lama, ada suara ketukan pintu dari arah luar ruanganku. Siapa lagi ini? Mungkin office boy, pikirku. "Masuk!"

   Kenop pintu akhirnya terbuka, menampakkan seseorang yang sudah lama aku rindukan, Putri. Tidak, ia tidak sendiri. Ia bersama dengan...Reza!! Ya, Reza. Aku mengenalinya. Ia adalah teman sekelasku dan Putri saat di SMA dulu. Tetapi, mengapa ia bisa berada di sini? Bersama Putri?

    "Clara! Annisa! Aku kangen banget sama kalian berdua!" Putri berlari menghampiriku dan Annisa lalu memeluk kami berdua secara bergantian. Aku membalas pelukannya dengan tak henti-hentinya memandangi Reza. Untuk apa ia kemari? Seakan tahu apa yang ku maksud, Putri melepas pelukannya lalu berkata, "He's my boyfriend."

    "Mwo?! Daebak!" Tak bisa di percaya. Setahuku mereka berdua itu sangat-sangat tidak akrab.

     "Kenapa kamu kaget, Ra?" kali ini Annisa yang bertanya dengan sangat penasaran. Lalu kami semuapun duduk bersama dengan Fakhri dan Andra.

    "Nis, mereka itu dulunya gak pernah bisa akur. Udah kayak kucing sama tikus. Tiap hari kerjaannya bertengkar mulu. Fakhri saksinya, ya kan?" Lalu kami beralih menatap Fakhri yang sedari tadi mengaggukkan kepalanya. Aku melanjutkan ucapanku, "Tapi sekarang kamu liat sendiri kan? Mereka pacaran."

    Ya, mereka berdua memang selalu bertengkar setiap bertemu. Pernah suatu hari aku dan Putri sedang pulang sekolah bersama, dan waktu itu lagi hujan deras. Jadi, kami berdua terpaksa berlindung di halte bus. Tak lama, Reza datang dari arah sekolah menaiki mobilnya dengan sangat kencang melewati kami berdua. Karena di hadapan putri sedang ada kubangan yang cukup dalam, dengan sengaja Reza melewati kubangan itu. Alhasil, pakaian yang di kenakan putri basah kuyup. Dan keesokan harinya, Putri menghampiri Reza yang sedang bermain basket bersama teman-temannya dengan membawa ember yang penuh dengan air. Tanpa memikirkan betapa malunya Reza, Putri langsung menyiramkan air ke wajah Reza. Dan bisa dipastikan bahwa Reza sedang basah kuyup juga waktu itu. Lalu, Putri berlari menuju kelas dengan senyum kemenangannya.

    "Nothing is impossible," ucap Putri.

    "Kapan kamu kesini, Ri?" kali ini Reza yang bertanya kepada Fakhri. "Ehm... seminggu yang lalu"

    "Oh..."

    Putri menatapku dan Annisa secara bergantian lalu berkata, "Ra, lapar nih. Kita makan yuk!" Aku juga dapat melihat Annisa yang mengarahkan pandangannya kepadaku. Aku tahu, pasti mereka ingin di traktir.

    Aku mengangguk malas, "Arasseo-arasseo." Akhirnya mereka berdua tersenyum.

     "Ah, gomawo" [terima kasih] ucap Annisa.

    "Semuanya, kita makan dulu ya. Ditraktir sama Clara, kajja!"[ayo!]

    Kami semua bangkit, lalu keluar dari ruanganku secara berpasangan. Dengan sangat terpaksa, aku akhirnya berjalan bersama fakhri. "Oh, iya. Katanya ada satu berkas lagi yang belum di tanda tangan, mana?"

    "Setelah di cek lagi, ternyata gak ada, Ra. Semuanya udah kamu tanda tangan. Aku cuma mau liat kantor kamu aja," ucapnya. Aku mengangguk. Lalu kami menaiki lift untuk turun ke lobi.

     "Kantor kamu tinggi banget sih, Ra. Kamu juga, kenapa malah milih ruangan paling atas coba? Untung lift-nya cepat banget," tanya Putri heran saat kami baru saja tiba di lobi.

    Aku tersenyum, lalu berkata, "Seoul itu indah kalau di pandang dari ketinggian. Mau makan di mana?" Mereka semua terlihat sedang berpikir.

     Akhirnya Annisa yang membuka suara, "Di seberang aja, gimana? Biar gak jauh dari kantor." Kamipun mengangguk, lalu menghampiri restoran itu.

    Setelah memesan banyak makanan, kami memilih untuk mengobrol satu sama lain. Beberapa menit berlalu, makanan yang kami pesan pun telah datang.

    Hening.

    Hanya ada suara dentingan sendok dan sumpit. Sampai akhirnya Reza membuka suara, "Ra, pacar kamu siapa?"

     Aku meminum minumanku sejenak. "Single." Semuanya beralih ke arahku.

     Reza membuka suaranya lagi, "Emangnya gak ada yang mau gitu sama kamu? Kamu kan sekarang udah sukses."

    "Bukannya ga ada yang mau sama dia, tapi dianya yang gak mau sama siapa-siapa. Kalau yang mau sama dia mah banyak. Contohnya kemarin, dia ditembak sama pengusaha muda Eropa, tapi ditolak. Dan masih banyak lagi deh. Katanya sih, dia cuma mau sama satu orang. Tapi, seseorang itu sekarang udah tunangan, mungkin sebentar lagi mereka akan menikah," kali ini Annisa yang menjawab. Aish...lagi-lagi ia ingin memancing amarahku.

    "Orang itu siapa?" Reza bertanya lagi.

    "Ehm...dia..." Aku memukul kepalanya dengan sumpit agar ia menghentikan ucapannya. Dan benar saja. Untung saja ia tak mengatakannya. Kalau tidak...

    "Tapi kalau di lihat-lihat, kalian berdua cocok, ya?" ucap Andra menunjuk aku dan Fakhri secara bergantian.

     "Ya gak mungkin lah, Fakhri kan udah tunangan sama Farah. Mungkin sebentar lagi mereka akan menikah," ucap Putri. Reza yang sepertinya mengertipun hanya mengangguk-anggukan kepalanya.

    "Ini sudah hampir jam sepuluh. Aku harus siap-siap, pesawat aku bentar lagi take off nih," ucap Fakhri yang sukses membuat nafsu makanku menghilang.

     "Kamu mau pulang, Ri?" Aku menghentikan aktivitas makanku. "Iya, Ra. Aku duluan ya."

    Setelah Fakhri meninggalkan restoran ini, semuanya memperhatikanku. "Aku lupa, kalau dua bulan lagi mereka menikah. Dan dia harus segera pulang untuk mengurus semuanya." Mendengar perkataanku, mereka semua mengagguk mengerti.

    "Aku juga duluan ya. Aku mau ke suatu tempat. Kalian lanjutin aja makannya, udah aku bayar kok. Bye!" Mereka menatap iba ke arahku. Akupun meninggalakan restoran ini dengan sangat terpaksa.



Bersambung....

Jangan lupa like dan komennya ya <3

Revisi: 13 desember 2018

Destiny ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang