CHAPTER 13

4.7K 272 0
                                    

⚠WARNING!! no edit.

"Tadi aku mengajak Dave berjalan - jalan di sekitar taman. Tapi saat akan pulang, taksi yang ku pesan membatalkannya. Jadi aku menelfonmu, maaf mengganggu waktumu." Ellisa menunduk sopan.

"Tidak, Ellisa." Nial masih berfokus pada jalan raya menuju apartement kumuh yanh di tinggali Ellisa. "Dave tumbuh dengan baik, apa Ayahnya sering mengunjunginya?"

Ellisa tersenyum kecut. "Ayahnya bahkan tidak mau ia hidup, maka dari itu aku memilih meninggalkan Ayahnya dan hidup bersamanya." Ellisa mengelus kepala Dave dengan sayang.

"Kenapa masih ada pria seperti itu? Dia benar - benar gila sudah meninggalkan anak dan wanitanya."

"Sudahlah jangan di bahas lagi, Nial."

"Maafkan aku, Ellisa."

"Tidak apa, Nial."

Mobil itu berhenti di depan gedung apartement kecil yang di huni orang - orang dengan ekonomi yang kurang mampu.

"Terima kasih, Nial. Teh hangat sebagai ganti aku merepotkanmu?" ujar Ellisa setelah turun dari mobil mewah tersebut.

"Tidak usah Ellisa, aku akan langsung pulang. Masih banyak yang harus aku kerjakan." Nial mulai menarik rem tangannya dan menjalankan mobilnya.

Sampai di mansion keluarganya, terlihat Hans sedang duduk di ruang keluarga bersama Elina di sebelahnya.

"Kemarilah, Nak." Hans memanggil Nial agar duduk di sofa sebrangnya.

Setelah Nial duduk, Hans berdehem. "Dad sudah mengatakan kau akan bertunangan dengan Rose bukan?"

"Ya, tadi Rose juga mengatakannya padaku."

"Jujurlah pada kami Nial. Sebenarnya hubungan apa yang terjalin di antara kalian? Tadi mom melihat kalian sedikit bertengkar saat di Rumah Sakit." Elina membuka suaranya.

"Dad tidak keberatan jika kau tidak ingin melanjutkan pertunangan ini." Hans menghela nafasnya.

"Aku akan melanjutkannya, Dad. Dan, bukankah wajar jika dalam suatu hubungan ada masalah? Rose hanya merajuk tentang Ellisa."

"Dan itu. Bisa kah kau menjauhi wanita miskin itu?" Hans mengernyit tidak suka.

"Dad, kau yang mengajarkanku untuk tidak membedakan derajat seseorang." Nial sedikit meninggikan suaranya.

"Sadarkah apa yang kau lakukan itu menyakiti Rose, Nial." Elina menengahi hawa emosi di antara suami dan anaknya.

"Mom, Aku dan Ellisa hanya berteman. Apa itu salah?"

"Kau tidak salah, Nial... Tapi berjaga jarak untuk menjaga perasaan Rose lebih baik. Apalagi dia wanita yang sudah memiliki anak. Kau sendiri di kenal sebagai pewaris keluarga Clark yang akan bertunangan dengan Rose Alphard. Apakah jika orang awam melihatmu bersama wanita itu, mereka tidak berpresepsi jika kau adalah Ayah dari anak itu?" Hans menjelaskannya panjang lebar.

"Aku kasihan melihat kehidupannya, Dad. Dia hidup bersama anak dan adiknya. Dia yang mencari uang untuk mereka."

"Terserah apa katamu, Daddy hanya mencoba mengingatkanmu dan menyelamatkan reputasimu." Hans beranjak meninggalkan ruang keluarga.

"Kita tidak tau mana orang baik dan mana orang jahat, Nial." Elina mengelus pundak putranya.

❤❤❤

"Kau curang, Rose." Suara cempreng Khayla menggema di ruangan putih yang sangat luas itu.

"Apanya yang curang, Baby Khay?" Rose menutup matanya berharap agar rasa peningnya sedikit menghilang.

"Kenapa kau bertunangan dengan Kakak Tampan? Kau kan kekasih Frans." Khayla menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

"Kau itu masih kecil, belajar sana, kerjakan tugasmu." Darel menuntun Khayla agar meninggalkan kamar Rose.

"Kau menyebalkan, Darel. Aku sudah besar, sebentar lagi aku sudah masuk High school."

"Ya, ya, apapun itu." Darel menutup pintu kamar Rose dan kembali mendudukan diri di tepian ranjang Rose bersama Kharel di sebelahnya.

"Kau sudah membaik, Rose?" tanya Darel dan hanya di balas gumaman kecil oleh kakaknya.

"Sejak kapan kau berhubungan dengan Nial, Rose?" tanya Kharel.

"Sepenting apa untuk kalian mengetahui itu?" Rose membuka matanya.

"Jelas sangat penting. Karna dia calon kakak iparku yang akan menanam bibit unggul di rahim Kakakku." Darel menaik turunkan alisnya.

Rose mengambil salah satu bantalnya dan melemparkannya ke wajah Darel. Dasar Darel, dia memang moodboster semua orang. Rose tersenyum lembut.

"Kalian sangat ingin tau?" Rose tersenyum menggoda.

"Oh ayolah, Rose..."

Rose terkekeh. "Baiklah..." Mengalirlah kisahnya bertemu dengan Nial yang berawal dari lift sampai di saat mereka bertemu di kampus dan Rose juga tidak lupa mengatakan jika hubungan mereka hanyalah sebuah kesepakatan.

"Jadi kau dan dia tidak sali–

Rose dengan cepat membungkam mulut Darel. Ia menggeleng.

"Jangan katakan hal ini kepada siapapun, ku mohon..." Rose melepas tangannya dari mulut Darel.

"Why? Itu tidak akan menjadi kendala." Darel menatap Rose bingung.

Rose masih diam sampai Kharel yang menjawabnya. "Karna Rose sudah jatuh cinta dengan, Nial. Kalau orang tua kita atau keluarga Clark mengetahuinya, mungkin mereka akan mendapat teguran agar tidak membuat suatu kesepakatan sejenis itu."

"Ah, Kakakku ini sudah jatuh cinta lagi ternyata. Baiklah, ku harap kakak iparku yang ini tidak sebrengsek Frans." Darel terkekeh.

"Seharusnya kau tidak mengatakannya di depan Darel, Kharel. Dia akan seperti itu kan." Rose mendengus sebal.

"Kami selalu mendukungmu, Rose. Jangan sungkan bercerita apapun pada kita." Kharel tersenyum lembut.

"Baiklah - baiklah... Sekarang biarkan aku istirahat. Dan besok aku akan berangkat bersama kalian." Rose kembali berbaring di ranjang besarnya dan memejamkan mata mengabaikan dua adik kembarnya yang beranjak keluar dari kamarnya.

DARK ROSE ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang