Memasuki penginapan mewah tersebut dengan Rose yang masih berada di gendongannya seperti koala, membuat Nial tersenyum.
"Bisakah kau ikut denganku ke Jerman?" tanya Rose menyurukkan kepalanya pada ceruk leher Nial.
Nial mengelus punggung Rose lembut. "Aku ingin, tapi tidak bisa, sayang. Maafkan aku."
Mereka kembali diam saat Nial mulai menaiki tangga. Rose semakin menyurukkan wajahnya dan menghirup aroma Nial dalam-dalam. Lalu tiba-tiba Rose menegakkan tubuhnya menatap Nial sehingga membuat Nial kaget saat ia mendengar suara-suara semacam erangan dari arah halaman belakang.
"Ada apa? Kau mengagetkanku, bagaimana kalau kita jatuh?" tanya Nial mengerutkan keningnya.
Rose terdiam sebentar seperti berpikir. Ia menatap mata Nial dengan mata bulatnya. "Ben dan Rachelle sedang bercinta di kolam renang. Kita harus cepat sampai ke kamar, Nial." ujarnya polos.
Nial mengembangkan senyum lebarnya. Oh, lihat bagaimana polosnya seorang Rose yang terkenal angkuh dan arogan itu. Nial kembali melanjutkan langkahnya sampai di kamar mereka.
"Memangnya kenapa jika Rach dan Ben bercinta? Itu urusan mereka, sayang. Mereka sudah sama-sama dewasa, jadi wajar mereka melakukannya." Nial mencium bibir Rose gemas.
"Aku tau itu, Nial. Hanya saja, aku sedikit risih mendengar—.. Ya kau tau." Rose kembali menyembunyikan wajahnya pada ceruk leher Nial karna wajahnya sudah memerah sempurna.
Tiba-tiba terdengar suara tawa menggelegar di kamar tersebut. Tentu Rose tau jika Nial sedang menertawainya. Dan Rose bukan bertambah malu, tapi ia semakin tersenyum mendengar tawa renyah Nial. Ini bukan yang pertama kali ia mendengar tawa Nial, tapi mengingat pria itu sangat jarang tertawa, hati Rose menghangat. Nial tertawa karenanya, karena kebodohannya.
Nial menghentikan tawanya dan menghela napas pelan. Ia kemudian duduk di tepian ranjang dengan Rose yang masih menempel pada bagian depan tubuhnya. "Ku kira kau pernah melakukannya, mengingat kau termasuk gadis yang liar."
"Oh, Nial Baby, aku masih gadis. Bukan wanita. Kau harus tau mana beda gadis dan wanita, sayang. Aku memang liar, tapi aku hanya tau tentang bagaimana bercinta, tidak dengan prakteknya." Rose mengeratkan rangkulan lengannya pada leher Nial dan mendekatkan wajah mereka lalu menciumi seluruh wajah Nial.
"Kenapa kau masih menjaga itu?" tanya Nial memejamkan matanya menukmati kecupan-kecupan ringan yang Rose berikan padanya.
"Karna aku ingin melakukannys dengan orang yang benar-benar aku cintai juga mencintaiku."
"Jadi, semua mantan kekasihmu? Kau tidak benar-benar mencintai mereka."
"Aku hanya menyayangi mereka. Lagi pula, mereka hanya tau jika aku orang yang tidak memikirkan uang jika sudah menyangkut orang yang aku sayangi." Rose menempelkan sisi wajah kirinya pada sisi wajah kanan Nial. "Tapi saatbertemu denganmu, semua berbeda Nial. Kau benar-benar membuatku berhasil mengerti apa itu cinta. Terima kasih."
"Kau tidak ingin bertanya, aku sudah pernah melakukannya atau belum?"
"Untuk apa? Aku jelas tau jawabanmu. Kau belum pernah sama sekali melakukannya bukan? Melihat gadis mendekatimu saja kau berlari seperti di kejar singa."
Nial terkekeh. "Kau benar. Seharusnya aku yang berterima kasih padamu, Rose. Jika kau tidak ada di hidupku, mungkin aku tidak akan pernah merasakan apa itu cinta."
Nial dan Rose akhirnya diam. Memilih saling tatap tanpa ada suara. Dua pasang bola mata dengan warna iris yang sama itu masih terus bertatapan seakan menyalurkan perasaan saling mencintai di antara mereka. Sampai ketukan pada pintu kamar mereka membuat Rose turun dari pangkuan Nial dan berjalan menuju pintu untuk membukanya.
"Ben? Ada apa?" tanya Rose membuka pintunya lebih lebar.
"Aku memesan Pizza, kalian ingin makan bersama kami?" tawar Ben sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk.
"Kalian makan saja, kami sudah makan malam tadi. Dan aku yakin kalian pasti lapar setelah kegiatan panas tadi." celetuk Nial tida-tiba berdiri di sebelah Rose dengan topless.
Rose mengulurkan tangannya untuk mencubit perut keras Nial. "Kami sudah makan malam, Ben. Maaf tidak bisa bergabung."
"Ah, ya. No problem, Rose." Ben meringis sambil mengusap tengkuknya. "Baiklah, selamat malam." Ben segera berlalu dari depan kamar Nial dan Rose.
"Oh shit man, kau membuat Ben malu, Nial." Rose menyikut perut Nial sambil berlalu menuju ranjang dan mendudukkan diri disana.
Nial terkekeh. "Kapan lagi aku bisa menjahilinya?" Nial berjalan ke arah kamar mandi.
"Nial aku akan mengambil sesuatu di bawah." teriak Rose setelah Nial masuk ke dalam kamar mandi.
"Ya, sayang." balas Nial ikut berteriak.
Rose segera turun dari ranjang dan keluar dari kamar dengan ponsel di tangannya. Ia berjalan ke lantai utama dan memilih tempat yang sepi juga tidak terjangkau Nial, Ben atau Rachelle. Ia mengeluarkan ponselnya lalu mendial nomor seseorang.
"Aku tidak akan berbasa-basi denganmu," ujarnya dingin. "Katakan apa yang kau dan Nial sembunyikan, atau aku bisa meminta dokter untuk mencabut seluruh alat yang tertempel pada tubuh Ibumu itu." Rose tersenyum miring dengan puas.
Rose berubah menjadi sosok gelap seketika. Ia tidak akan pernah bisa tenang jika Nial masih menyimpan kebohongan darinya, padahal Rose sudah mengatakan jika ia paling tidak suka di bohongi.
Terdengar suara dari seberang telepon tersebut mengatakan jika ia akan tetap tidak akan mengatakan apapun tentang rahasianya.
"Baiklah, aku akan mengakhiri hubunganku dengan, Nial. Dan juga mengakhiri hidup Ibumu sekarang juga. Orangku sudah berjaga di depan ruang rawat Ibumu dan sudah mengatakn semua pada Dokter Seth, Jack," Rose kembali tersenyum dengan kejamnya.
"Terima kasih dengan kerja samamu, Jack. Aki yakin Tuanmu akan menambah gajimu, tapi untuk apa gajimu bertambah jika Ibumu—
"Baik saya akan mengatakan apa yang sudah saya sembunyikan dari anda, Nona." Jack terdengar menghela napas.
"Katakanlah, Jack."
"Tuan Nial memerintahkan aku untuk menyelamatkan Ellisa beserta adik dan putranya, lalu memberi mereka tempat tinggal untuk sementara karna rumah mereka terbakar."
Jantung Rose terasa seperti berhenti berdetak seketika. Ponsel yang tadi di pegangnya jatuh ke dalam kolam renang. Benar dugaannya bukan? Nial masoh tetap berhubungan dengan Ellisa. Ia tertawa hambar.
"Rose, apa yang kau lakukan disini?" tanya Nial dingin.
"Aku tau kau mendengar semuanya, Nial." ujarnya tanpa berbalik menghadap Nial.
"Ya, dan apa yang akan kau lakukan? Mengakhiri hubungan kita?"
"Apakah itu yang kau mau?" Rose kembali tertawa hambar sambil meremas baju di bagian dadanya.
"Bisalah kau berpikir lebih dewasa? Dan dimana hati nuranimu?!"
Rose berbalik menatap Nial tajam dengan mata basahnya. "Aku tidak pernah bisa berpikir waras jika itu menyangkut dirimu, Nial! Aku memang gila! Apa kau puas?!" balas Rose tanpa takut.
"Rose hentikan semua ini!"
"Kau yang harus menghentikannya, Nial. Kau!" Rose terengah dan matanya semakin memerah. "Kenapa harus lagi-lagi wanita itu?! Kenapa?! Atau anak laki-laki Ellisa adalah hasil hubunganmu dengannya?"
"BERHENTI ROSE!" bentak Nial berjalan mendekat ke arah Rose berdiri.
"Ya. Aku memang akan berhenti disini. Untuk apa aku tetap berjalan jika aku tau semua akan berakhir sia-sia," Rose terus berjalan mundur sampai di tepian kolam renang. Nial semakin mendekatinya dengan was-was. "Selamanya aku menunggu pun kau tidak akan pernah bersamaku." ujar Rose lemah tapi telinga Nial masih cukup waras untuk mendengarnya. Rose menunjukan senyum getirnya selali lagi. Lalu perlahan ia memundurkan tubuhnya sampai tercebur ke dalam kolam renang dan hanya diam, tidak bergerak, juga tidak bernapas.
"ROSE!!"
🌹🌹🌹
HALU HEY!!
UPDATE CEPET KAN?😂
VOTE, COMENT AND SHARE YA😍💙🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
DARK ROSE ✅
RomancePenghianatan yang di lakukan oleh kekasih dan sahabatnya membuatnya berubah menjadi gadis yang arogan dan sombong. Sampai ia bertemu dengan anak dari sahabat Ibunya. _________________________________ Apa aku salah jika aku posesif terhadap orang yan...