#Haya5

93 17 15
                                    

Saya ibaratkan hujan, jika kamu tidak suka maka berteduhlah.

Untuk kamu,
Jangan kelebihan cuek, nanti kehilangan.
- Rainymous

Saya melipat suratnya kemudian memasukkannya ke dalam tas. Saya menyambar burung kertas berwarna biru, menarik.

Terhitung 30 hari dan sudah ada 30 burung kertas beserta surat yang saya terima. Itu artinya, seseorang yang menyebut dirinya Rainymous mengirimi saya surat dan burung kertas setiap hari.

Bahkan hari libur pun saya masih mendapat itu semua.

Aneh bukan? Kenapa saya harus menyimpan semuanya.

Saya penasaran, siapa orang dibalik nama samarannya ini. Saya pernah datang begitu pagi, tapi itu semua sudah tertata rapih di meja saya.

Saya akan terus menyelidiki hal ini.

Rainymous, siapa kamu sebenarnya?

" Kak Ali! " suara melengkingnya membuat saya tersadar dari lamunan. Saya beralih menatap seorang gadis dengan rambut di kepang ber name tag Hawa Yasinta.

Ternyata, bukan hanya saya yang menatap Hawa. Seisi kelas menatapnya, saya yakin mereka beralih menatap Hawa karena mendengar lengkingannya.

Gadis itu berdiri diambang pintu, tersenyum sembari melambaikan tangannya.

Ini masih pagi, ada apa dia kemari? Bahkan Dirga belum tiba di kelas. Saya menaikkan satu alis karena bingung, sudah 2 Minggu ini Hawa datang ke kelas saya. Mengobrol tidak jelas yang hanya saya balas dengan anggukan atau tidak sama sekali.

" Sini dulu kak, aku mau ngomong. " Volume suaranya sedikit di kecilkan, saya beranjak dari tempat duduk. Mendekatinya yang mulai berjalan menjauh dari kelas.

" Sebetulnya, kamu mau mengajak saya kemana? Sebentar lagi bel akan berbunyi. " Saya meraih tangannya lalu menatap dia datar.

Bukan menjawab, dia malah menunjukkan ekspresi terkejut karena tangan saya yang masih melingkar di pergelangan tangannya.

" Maaf. " saya buru-buru melepaskan tangannya.

" Aku punya hadiah untuk kak Ali loh, coba hitung. " Dia melepas ranselnya lalu mulai memasukkan tangan kedalam tas berwarna hitam miliknya, tampak mencari sesuatu.

Saya masih diam, memperhatikan gerak-geriknya. Senyuman dari wajahnya tidak memudar sedikitpun, malah terlihat semakin manis. Tanpa sadar saya malah ikut tersenyum, eh? Kenapa malah ikut tersenyum? Saya menggelengkan kepala lalu kembali menatap Hawa, kali ini saya tidak boleh tersenyum.

" 1,2,3. Ini dia pensil untuk kak Ali! " Dia tertawa hingga kedua matanya menyipit, tangan kanannya menunjukkan 3 pensil, 2 pensil mekanik dan 1 pensil biasa.

" Saya mampu membeli pensil, saya masuk kelas ya. " saya hendak pergi, tapi rasanya tidak tega ketika melihat kepalanya menunduk. Saya yakin dia akan menggigit jempolnya.

" Baik, terimakasih Hawa. " saya meraih pensil yang ada di tangan kirinya.

" 2 pensil mekanik buat gambar, 1 pensil biasa buat ntar UN. Pas kakak UN harus pake pensil dari aku. " ucapnya dengan riang, perkataannya itu berhasil membuat alis saya bertautan, bukan soal 1 pensil untuk UN. Tapi Hawa menyinggung soal 'gambar' apa dia tahu saya suka menggambar?

" Kak, kalau aku temenin gambar nanti siang boleh? Aku tau tempat yang bagus loh. " lanjutnya dengan binaran di kedua mata.

" Tahu dari siapa saya suka menggambar? " saya menatapnya.

HAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang