SATU (a)

5.3K 318 427
                                    

"Athaya, jadian, yuk!"

Kalimat itu bukanlah celetukan yang biasa dilontarkan Elgra kepada sahabatnya. Athaya sedang membantu memilah baju-baju Elgra yang bisa digunakannya selama di asrama itu menoleh. Dilihatnya Elgra. Cowok berambut cepak berantakan itu tampak serius. Tak terlihat sedikit pun kalau dia sedang bercanda.

Tapi, Athaya tidak mau membuat hal ini serius. Sambil mengambil setelan baju yang dibelinya kemarin dari kantung kertas, lalu mengangsurkannya ke hadapan Elgra, dia berkata, "Terus lo mau ninggalin gue gitu aja selama tiga tahun?"

Elgra terdiam mendengar pernyataan itu. Baginya itu adalah pernyataan yang harus dihadapi, bukan pertanyaan yang harus dihindari.

Elgra harus mematuhi perintah ayahnya, Om Ervan, untuk bersekolah di sekolah khusus laki-laki dan menetap di asrama sampai dia lulus SMA. Menurut Elgra, itu hanya karena alasan sepele. Ayahnya ingin dirinya tidak terpengaruh hal yang negatif dari dunia luar dan juga karena beliau tidak bisa menjaganya full di rumah.

Athaya menggeleng. Dia duduk di sebelah Elgra dan mengambil lego Batman di atas nakas. Sebelum mengambil benda kecil itu, dia melihat foto mereka berdua sekilas di sana. Foto itu diambil saat mereka kelas delapan di Kafe Cokelat dekat sekolahnya.

"Lo tega ninggalin gue selama itu? Lo tahu kan gue benci banget sama yang namanya perpisahan. Ini aja gue masih berusaha untuk ngelepas lo," katanya.

Kepergian sang ayah, Om Rangga, sepuluh tahun yang lalu adalah salah satu alasan terkuat kenapa Athaya benci dengan perpisahan.

Athaya saat ditinggalkan, dia berusia tujuh tahun dan masih tidak mengerti apa pun. Sampai akhirnya, dia mengetahui penyebab yang sebenarnya adalah masalah perekonomian. Ayahnya merasa tidak bisa menafkahi keluarga kecilnya saat itu. Dan lebih memilih untuk melarikan diri dari kewajibannya.

Athaya hanya berharap dia tidak mengalami perpisahan lagi. Tapi apa yang terjadi di hadapannya ini? Dia harus melepas satu-satunya sahabat kecil yang dimilikinya.

Kini Tante Hera, bunda dari Athaya, menjadi satu-satunya alasan untuk dirinya terus bertahan. Dia tidak ingin kehilangan bundanya.

"Yah, Tha, jangan nangis dong," kata Elgra ketika melihat mata sahabatnya itu berkaca-kaca. "Cuma tiga tahun, kok. Setelah itu gue balik ke sini. Full buat lo."

Setelah itu, kehidupan Athaya berubah. Dia jadi lebih sering menyendiri di kamarnya. Dia mengisi kesendiriannya itu dengan belajar atau melakukan hal-hal yang disukainya, mendengarkan musik atau membaca novel-novel karya penulis favoritnya misalnya.

Dunia baru pun masuk di kehidupan Athaya sejak dia masuk di SMA Galaksi. Banyak orang baru yang ditemuinya. Meski begitu, rasanya pasti akan berbeda jika ada Elgra di sisinya.

Usia Athaya sekarang menginjak tujuh belas tahun. Dan ini hari adalah kedua dirinya menginjakkan kaki di kelas 12 IPS A.

Kepergian Elgra dua tahun yang lalu pun tak pernah luput dari ingatannya sampai saat ini.

"Une, deux, trois," Athaya menghitung dengan bahasa Prancis yang dipelajarinya secara selama dua tahun di SMA. Dia sedang mengecek kehadiran siswa dalam daftar absen di meja guru. Sebagai sekretaris, haruslah dia menjadi yang terbaik. Dia mengecek kembali nama-nama siswa, karena tidak semua nama dikenalnya.

Tunggu! Athaya mengeja ulang nama yang tak asing baginya. Tapi, nama itu juga tidak meyakinkan. Dia hanya meragukan keberadaannya.

Apa mungkin cowok itu benar-benar telah kembali? Tapi kenapa?

Elgra Aaron.

"Elgra?!" katanya tanpa suara.

Tepat setelah menyebut nama sahabatnya itu, bel masuk berbunyi. Athaya beranjak menuju mejanya yang terletak di sudut depan, tepat di dekat pintu. Sejenak dia memikirkan siapa yang akan mengisi kursi kosong di sampingnya ini.

Athaya & Elgra [TERBIT GRASINDO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang