PROLOG ⭒[00.00]⭒

11K 349 2
                                    

Cerita ini mungkin menumbuhkan perasaan kurang nyaman setelah dibaca, jadi mohon bijaklah dalam memilih bacaan.

Dan jika kamu memilih tetap di sini, maka kuucapkan Selamat datang, selamat membaca!♡

-••---⭒.⭑❦⭑.⭒---••-

PERGUMULAN dunia menggerogoti para penyendiri. Individu rentan di antara gegap gempitanya parade iblis berbisik mencari jiwa persekutuan demi melahap apapun, siapapun, yang tersisa.

Dalam peraduan mereka, kedua insan asing ini mendapati diri merebah di antara sisi-sisi gemerlap-kedap. Keheningan paling riuh, hening nan gaduh. Hening yang menyiksa.

Dan manakala hari mencapai usai, selesai pula segala hal yang menyibukkan. Lepas penat sepanjang waktu, mencari cara mengendalikan diri agar tak dikuasai segala bentuk distraksi. Tetapi kemudian hanya dalam sekejap otak memanipulasi tuas kendali.

-Gio-
Tak ada hari untukku berhenti.

-Dara-
Dunia begitu sibuk.

Adakah orang-orang
yang usahanya sekerasku?

Kenapa seakan-akan
hanya aku yang dikutuk?

Semua mereka menuai hasil,
sementara aku hanya
ingin ini berakhir.

Mereka semua bergerak seperti
semesta mengaturnya demikian.

Lalu, adakah dari mereka
yang merasa masih
berjalan di tempat?

Lantas, kenapa rasanya aku
satu-satunya yang diam?

Bahkan hewan pengerat mulai mempertanyakan mengapa ia ada dalam jagat raya. Semut bekerja tanpa upah lembur dan mestinya tikus layak hancur lebur, terlindas sebagaimana ia menindas tanpa takut akan apa yang menanti mereka di alam kubur.

Serangga-serangga turut berkumpul, entah menghitung jumlah kawanan atau hanya tidak tahu harus berbuat apa selain menakut-nakuti manusia dengan pergerakan mereka yang sulit ditebak.

"KYAAAAAAAAA!!!" melengking suara seorang gadis dalam kubik persembunyiannya. Gawai menjadi satu-satunya yang tak lepas dari genggaman.

Gioo
Lo avail ga
Tolongin dooongg
Ada gathering kecoa di kamar gueee!
Plis pliss pliiisss tolong bangett gue masih banyak deadline yoooo T-T

Lantas karena motor andalannya sudah terlanjur dimasukkan ke dalam petak pertama dari kontrakan yang tak seberapa, Gio memilih nekad berlari, tanpa menghiraukan jarak. Hitung-hitung menjernihkan pikiran kalut yang sesaat hinggap.

Tak pula menggubris hawa dingin tengah malam sampai Gio luput mengenakan jaket pelapis, yang ternyata udara di luar tak sepanas saat di dalam rumah sumpeknya. Entah kenapa fakta itu turut mangkir dari pikiran.

Aspal di bawah kaki Gio pun terasa keras dan dingin. Ah, ya—kini bertambah satu hal lagi yang ia lupakan. Lalu bahkan tanpa apapun melindungi kaki-kakinya, Gio tetap pada tempo larinya yang terbilang cepat. Langit gelap tanpa setitikpun bintang tak menghentikan bulan untuk bersinar pada porosnya.

Jouska - Day OffTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang