2⭑Hipokondria⭒

4.3K 226 0
                                    

Ayam-ayam bergembira menyambut semburat cahaya hangat yang malu-malu menaiki cakrawala. Sebagian manusia bergerak seperti tak ada yang istimewa dari rutinitas sehari-hari mereka, lalu sebagiannya lagi tak menganggap ini akhir pekan tetapi puncak minggu sehingga di dadanya timbul euforia.

"Yo! Bangun, bangun. Antar Ibu ke acaranya Chakra."

"EH, IYA. YA ALLAH!" sentak Gio segera bangkit, mengurungkan niat tidur part two-nya dan langsung menerjang kunci motor. "Aish! Bisa-bisanya aku lupa..." gumam Gio panik, gerakannya pun jadi grasak-grusuk.

"Aku panasin motor dulu sebentar, Buk!" teriak Gio dari luar setelah sukses mengeluarkan si roda dua. Tak ada sahutan, namun ia tahu ibunya pasti dengar.

"Pagi banget berangkatnya, kemana Yo? Enggak libur toh?" tanya Mama Arul, tetangga sebelahnya yang juga kebetulan baru keluar.

"Mau ngantar Ibu," sahut Gio singkat.

"Oalah ... ya sudah Yo, aku duluan ya mau ke Bu Haji." bebernya, menjurus pada ibu-ibu paruh baya pedagang sayur, di pemukiman mereka. "Buat bekalnya Arul, besok. Ada-ada saja gurunya, nyuruh anak-anak bawa bekal empat sehat lima sempurna. Pusing aku!" keluh Mama Arul menggeleng-gelengkan kepala seperti ogah menerima kenyataan.

Mendengar itu, Gio hanya merespon dengan senyum dan tawa rendah template.

Ia paham bahwa maksud guru itu baik, namun bagi ibu rumah tangga yang biaya hidupnya pas-pasan pasti akan kelimpungan jika dipaksa belanja bahan masakan yang beragam. Sebab akan muncul beragam pula rentetan-rentetan pengeluaran.

Mama Arul pun tidak melanjutkan ocehannya lagi sebab Dasih sudah muncul dengan dua tentengan penuh berisi ratusan cilok, berbungkus bungkus bumbu kacang, dan segala tetek-bengek yang ada.

Ya, Chakra adalah teman baik Gio sejak lama. Dan cilok-cilok ini permintaan khusus darinya untuk mengisi stand makanan dalam acara resepsi pernikahannya hari ini.

-••---⭒.⭑❦⭑.⭒---••-

Hawa dingin bus Transjakarta mengundang Dara untuk menarik lepas kuncir kudanya. Menyerahkan tugas menghangatkan tengkuk pada rambut hitam bergelombang yang sengaja ia biarkan tumbuh panjang.

Jika orang lain asik berkirim pesan singkat dengan seseorang atau beberapa orang saat tampak berkutat pada gawai mereka, lain halnya dengan wanita satu ini.

Dara, perempuan pemilik bola mata cokelat tua itu, khusyuk memikirkan kata kunci tepat guna mencari tahu penyakit apa yang mungkin dideritanya, mengacu pada gejala-gejala yang ia rasa.

Sekalipun dokter-dokter mengatakan dirinya tidak apa-apa, namun Dara yakin ia yang paling mengetahui tubuhnya. Ketika sedikit saja rasa sakit dan rasa tak nyaman mengusik Dara, maka keyakinan bahwa dirinya sedang tidak baik-baik saja akan tumbuh semakin kuat.

Mungkin semua berawal dari insiden tempo itu. Kala usia Dara baru genap enam tahun ketika kakeknya jatuh tersandung gulungan selang, tepat di depan matanya.

Dara tak mengingat dengan jelas kejadian pastinya seperti apa. Dia hanya ingat dirinya yang terpaku bingung sekaligus panik, sampai entah siapa yang pada akhirnya lebih dulu menemukan kakek.

Ingatannya begitu acak. Dan potongan klip lain dalam memori Dara adalah kakeknya yang dibopong oleh sekumpulan orang untuk dibaringkan di atas kursi panjang berbahan bambu kuning kecokelatan.

Jouska - Day OffTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang