Tak ada cinta berbalas.
Ini hanya mula dari kisah berakhir nahas.-••---⭒.⭑❦⭑.⭒---••-
Hari nyaris menyentuh senja manakala dua gadis belia berencana pulang dari kegiatan ekstra kurikuler basket mereka. Berdiri di depan pagar gedung Sekolah Menengah Pertama yang telah dikunci satpam beberapa saat lalu, Dara dan Kara, tak bisa berhenti bicara jika sudah bersama. Kali ini topiknya adalah, Dara yang kebingungan harus pulang dengan cara apa.
Rambut tipis lurus kecokelatan karena sering terpapar matahari Kara terkuncir cepol dalam keadaan lepek setelah bermain satu pertandingan. Berbanding terbalik dengan kuncir kuda Dara yang tak banyak berkeringat, sebab permainannya terbilang masih sangat payah. Apalagi urusan mencetak skor.
"Kita tuti aja lah sama Mas Rangga, lo di depan." usul Kara agar semotor bertiga dengan Dara salah satunya.
"Bercanda lo?!" protes Dara cepat. Selain karena memang berbahaya dan rawan kena tilang, masa iya dirinya disuruh duduk di atas tangki bensin?
Pecahnya gelak tawa, memamerkan deret gigi putih dengan satu gingsul pada taring kanan Kara. Ia bahkan masih terkekeh saat mengatakan, "Rumah lo jauh Ra, gue mana tega ninggalin anak kecil sendirian di sini." yang dibalas Dara dengan ekspresi sebal tetapi menahan diri untuk tidak tertawa.
"Terus gimanaa," sentak Kara kehabisan akal. Ia merangkul dan menggoyang-goyangkan lengan Dara seperti merengek. Membuat Dara hanya bisa menghela napas, memutar bola matanya.
Hingga suara motor terdengar mendekat ke arah mereka, dan rangkulan Kara terlepas begitu saja. "Ah! Itu dia Mas-ku datang!" serunya bersemangat.
"Sini, sini, sini Maas!" dua tangan Kara sibuk melambai-lambai meskipun itu tak diperlukan, sebab Rangga memang sudah melihat dua sosok manusia ini sejak awal.
"Ayo." ajak Adirangga tanpa ia mematikan mesin kendaraan roda dua besarnya. Deru menggelegar membuat Dara dan Kara harus menaikkan volume suara.
"Beneran gak mau ikut? Lo kan kecil, muat sini nyempil-nyempil!"
Perempuan itu hanya menggeleng pelan sambil menatap Kara yang sudah bertengger di belakang Rangga. "Udah sana. Gue gakpa-pa!" imbuh Dara sunggu-sungguh.
"Ya udah. Hati-hati. Kalau ada yang nawarin permen jangan mau!" seloroh Kara. Dara hanya terkekeh, pun juga Rangga yang tak sedikitpun menahan diri untuk tersenyum geli.
"Lo juga hati-hati." kemudian tangan Dara membuat gestur mengenakan helm, dan melirik pada benda tersebut di bawah dua lengan Rangga yang asik bertumpu silang. "Pakai helm. Safety first."
Wajah Rangga tampak memerah, menyadari ia yang hanya membawa satu buah helm. Sehingga dirinya seperti duduk berdosa di tempatnya.
Kara terkekeh, "Ya. Yaa..." Paham betul watak Dara yang selalu taat aturan berlawanan dengan ia yang memiliki jiwa bebas. Namun begitu, ucapan Dara adalah titah bagi Kara. Tak jarang, bentuk suruhan dari Dara lebih mempan dari pada Adirangga, kakak kandungnya sendiri.
Bahkan hingga beberapa warsa dari hari ini, masih hanya Kara dan Tuhan yang tahu apa alasannya.
Sekarang, tangan Kara menepuk-nepuk punggung lebar Rangga tanpa ampun. Beruntung pria itu gemar olahraga serta menjaga pola makan sehingga tubuhnya terlapisi massa otot yang lumayan kentara. "Mana helm Mas, nanti bu polwan ngamuk." pintanya masih saja berguyon. Sementara Rangga memberikan yang Kara minta, Dara asik berbalas banyolan dengan sang karib.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jouska - Day Off
RomancePernah nggak, kamu berpikir untuk melarikan diri? Jika ada satu hari dimana kamu memegang kuasa penuh untuk mampu meninggalkan segala urusan pelik dunia-yang semua orang tau bagaimana beratnya itu-untuk beristirahat. Khusus di hari itu kamu bisa me...