4⭑Don't Get Too Close, Don't Get Too Far⭒

3.2K 177 0
                                    

Arum tampak kasak-kusuk hanya karena sedang memilih pakaian. Tidak seperti Arum yang biasanya, perempuan itu terbilang rapi namun tak begitu memusingkan mix-n-match-ootd seperti kebanyakan perempuan.

Dia tipe yang terbilang lebih santai jika menyangkut pakaian. Arum juga tidak gemar bersolek, make-up yang dipakainya pun hanya karena tuntutan pekerjaan. Selain itu, penampilan Arum biasa biasa saja.

Ia lebih sering mengenakan kaus lengan panjang dipadu dengan celana atau terkadang rok polos warna netral. Serta hijab yang selalu dipakai untuk menutupi kepalanya. Pakaian di lemari Arum memang tak memiliki banyak rupa apalagi variasi warna, sandangnya tak sampai memenuhi satu rak itu sendiri.

Membelikan pakaian baru dan layak untuk adik-adiknya yang masih dalam masa pertumbuhan menjadi salah satu prioritas teratas. Baju-baju merekalah yang lebih Arum khawatirkan.

Sementara Arum fokus menelisik bayangannya sendiri di depan cermin, Gio pun tampak sibuk dengan sesuatu.

Araya, anak ke-tiga dari pasangan Dasih dan Janu yang usianya sudah 16 tahun itu tengah mengajak main Galih. Ia yang ditugaskan menjaga Galih serta satu adiknya lagi, Akira.

"Raya bisa kan ditinggal sama Akira dan Galih?" tanya Arum mungkin sudah yang ke enam kalinya.

Araya pun berdecak, lalu tertawa ke arah Gio. "Bisa Mbak... aamaan."

"Yaa dedek yaa? Aaa?? Aman,, aaa-mann." gadis belia itu tampak senang mengajak bicara Galih meskipun jawaban yang didapat hanya berupa gumaman dan bunyi-bunyian menggemaskan.

Dasih baru akan kembali dari acara mungkin sore atau malam nanti. Bapak sudah pergi bersama temannya untuk mengerjakan proyek pembangunan perumahan di Bogor.

Sebenarnya pengerjaan itu dimulai di hari seninnya. Namun Bapak Janu alias Januar harus merampungkan pekerjaan yang sebelumnya, di daerah lain. Meski bayarannya sering macet dan membuat mereka sekeluarga menahan perihnya dikecewakan saat tak kunjung ada pemasukan, Janu tak memiliki banyak pilihan. Ia terpaksa bekerja sebagai kuli borongan karena tak banyak yang bisa ia lakukan di usianya sekarang.

Ibu Dasih pun sama, ia hanya seorang ibu rumah tangga yang kerap mencari uang tambahan dengan upaya seadanya. Menitipkan kacang bawang di warung-warung atau kadang ia juga berkeliling pasar hingga sekitaran rumah, menjual cilok.

"Mbak!"

"Kenapa?"

"Ada paket."

"Paket? Dari siapa? Aku gak pernah pesan apa-apa."

Araya hanya mengedikan bahu.

"Atas nama Arum Pramesti?"

"Iya, saya Arum Pramesti."

Kurir itu menyebutkan alamat lengkap beserta titik patokan-patokan rumahnya. Dan semuanya benar, menjurus pada dirinya.

Setelah menerima kotak paket tersebut, Arum membukanya bersamaan. Disaksikan pula oleh keempat adik-adiknya.

Dan saat dibuka, di dalamnya terdapat satu buah blouse putih gading dengan sepotong floral skirts coklat cerah bergambar setangkai tulip kuning kecil-kecil memenuhinya. Ditambah sweater rajut kuning muda beserta sepasang flat shoes berbahan kulit, elok mengkilapkan warna kecoklatan mewahnya.

Jangan ditolak ya, Rum.. Sekali sekali terima pemberianku, dengan begitu aku gak akan sakit hati

With hope of love, Lusiana

Membaca tulisan dalam kartu ucapan yang terselip itu membuat hatinya seketika menghangat. Sekalipun hanya Lusiana kawan seumur hidupnya, dirinya tak keberatan. Lusiana adalah sebaik-baiknya manusia yang Arum kenal.

Jouska - Day OffTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang