Prolog (Anonym)

3.1K 207 4
                                    

Aku tahu, menjadi ketua panitia dalam sebuah acara besar merupakan sebuah tanggung jawab yang berat bagi siapapun, termasuk aku.

KHS Night Carnival, merupakan sebuah acara tahunan kebanggaan Konoha High School. Tidak kalah meriahnya dengan karnaval-karnaval kota lainnya.

Di balik kemeriahan acara itu, ada desas-desus tidak mengenakkan di baliknya.

Pembunuhan misterius.

Ya, sedengarku sih begitu. Setiap tahunnya, pasti acara ini memakan korban. Tapi aku hanya menganggap itu bagai angin lalu.

Kini, tanggung jawabku sebagai ketua panitia adalah menjaga keselamatan semua orang yang menikmati karnaval ini dan tetap fokus untuk mengerjakan yang terbaik.

Hari sudah malam dan aku masih di sekolah untuk mengecek checklist yang sudah dipersiapkan. Aku tidak sendiri, masih ada dua temanku yang menemani.

"Kau tidak pulang? Sudah malam, lho," tanya salah satu temanku.

"Kalian duluan saja, aku tinggal mengecek beberapa barang."

"Serius? Tapi nanti kau jadi sendirian."

"Ah, sudah biasa." Aku terkekeh. "Jangan khawatir, sebentar lagi aku juga akan pulang."

Kedua temanku tampak memasang wajah menyesal. Tapi aku tidak bisa menyalahkan mereka. Toh ini sudah malam, waktunya pulang. Orang tua mereka pasti khawatir. Beda dengan aku yang tidak punya orang tua.

"Oke, kalau begitu kami akan pulang. Maaf ya?"

"Jangan minta maaf. Sebaiknya kalian cepat pulang. Aku tidak mau tanggung jawab kalau kalian sampai kenapa-napa," candaku.

Tak lama setelah kedua temanku pergi, aku sudah selesai mengecek semua keperluan. Ketika aku sedang berkemas-kemas, sebuah kertas yang sudah diremas-remas jatuh ke kakiku.

Dengan keheranan, aku mengambil kertas itu lalu membukanya.

'Kau selanjutnya.'

Mataku terbelalak. Kalimat itu entah mengapa membuat bulu kudukku tiba-tiba merinding. Aku merasakan hawa dingin yang begitu menusuk tengkuk. Apa maksud dari semua ini?

Tanpa berpikir panjang, aku langsung meraih tasku lalu lari sekencang mungkin keluar dari gedung sekolah ini. Tapi anehnya, aku merasa seperti ada yang mengikutiku dari belakang.

Tanpa melihat ke belakang, aku menambah kecepatan lariku. Tapi suara langkah kaki itu juga makin cepat memburuku.

Apa-apaan ini? Apakah sekarang aku dalam bahaya?

Tidak mungkin ada orang lain di sini. Tidak mungkin juga ada hantu yang mengejarku. Lalu siapa?

Betapa sialnya aku, tali sepatuku tiba-tiba saja terlepas dan secara tidak sengaja aku menginjaknya, lalu aku pun terjatuh amat keras. Kurasa lututku membiru sekarang.

Mungkin kalau situasinya sedang tidak mendebarkan seperti sekarang, aku akan menangis. Tapi aku sadar, posisiku tidak aman saat ini. Atau bisa dibilang, nyawaku terancam.

Aku berusaha berdiri, namun terlambat. Orang itu menarik seragamku secara kasar. Aku langsung berteriak kesetanan, namun yang keluar dari mulutku adalah teriakan yang tidak bersuara.

Aku tidak menyerah begitu saja. Aku melakukan segala upaya untuk lepas dari cengkraman orang ini. Tapi tenagaku kalah jauh, sepertinya orang itu adalah seorang lelaki.

Aku melihat wajahnya sekilas, yang sialnya tertutupi oleh kegelapan malam. Tapi aku bisa melihat kilat cahaya merah dari matanya. Seketika kakiku langsung melemas.

Aku merasakan diriku yang tengah terduduk di lantai. Aku tidak bisa melakukan apapun lagi, bahkan untuk berdiri saja aku tidak kuat.

Di saat aku sudah pasrah akan semua hal, termasuk nyawaku, apakah ini yang namanya putus asa?

Kini aku tersadar akan semua hal. Pembunuhan itu, ternyata benar adanya. Dan sekarang pembunuhnya ada di hadapanku. Aku tertunduk, pasrah, dan bersiap untuk menyerahkan nyawaku padanya.

Secara mendadak aku merasakan ada sesuatu yang menghantam bagian belakang kepalaku. Telingaku langsung berdenging hebat, aku pun terjatuh. Dan setelah itu, semuanya mulai menggelap.

■ ■ ■

The Genius OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang