2

1.8K 179 3
                                    

Di sisa waktu pelajaran, aku tidak bisa berkonsentrasi. Surat itu terlalu menggangguku.

Sebenarnya, siapakah The Savior itu? Memangnya ada organisasi konyol yang sok misterius di sekolah ini?

Ada satu cara untuk memastikannya, yaitu dengan menuruti kemauan mereka.

Dengan dibalut hoodie hitam, aku berjalan menuju ruang arsip sekolah.

"Hei." Seseorang menepuk bahuku, hampir saja aku berteriak saking terkejutnya. Untung saja orang itu langsung membekap mulutku. "Ssst! Ini aku, ingat? Yang tadi menolongmu di kantin."

Oh, perempuan keren itu. Entah mengapa aku jadi merasa senang dengan kehadirannya di dekatku.

"Ingat kok. Kau belum pulang?" tanyaku.

"Kau sendiri?" tanyanya balik, aku menggeleng.

Lalu kami saling berpandangan satu sama lain dengan curiga. Jangan-jangan ...

"Kau dapat undangan itu, ya?" tanyanya setengah berbisik.

"Iya."

"Aku juga." Perempuan itu menyeringai, kemudian mengeluarkan surat hitam yang mirip punyaku. "Lihat? Ternyata tujuan kita sama."

Setelah mengetahui kalau tujuan kami sama, akhirnya kami menyusuri koridor bersama. Tak banyak yang kami bicarakan, hanya basa-basi belaka. Bahkan kami belum mengetahui nama satu sama lain.

"Menurutmu, The Savior itu organisasi seperti apa?" tanyaku.

"Kau akan tahu nanti. Yang pasti, orang-orang yang dipilih, seperti kita, bukanlah orang sembarangan."

Alisku bertautan satu sama lain. Apakah perempuan ini mengetahui sesuatu mengenai The Savior?

"Oh, begitu."

"Tapi aku heran, memangnya apa yang membuatmu istimewa sampai-sampai kau diundang oleh mereka?"

Aku tertawa kecil, aku bahkan sampai tidak mengerti itu pujian atau ejekan.

"Aku juga tidak tahu."

Perempuan itu melirikku dengan serius, mulai dari ujung kaki hingga puncak kepalaku.

Iya deh, aku memang aneh. Tapi memangnya aku seaneh itu ya? Kenapa dia melirikku sampai segitunya?

"Tadi pagi kau habis memanjat tembok dekat taman tua itu, ya?"

"Eh?" Lho, bagaimana dia bisa tahu?

"Jangan terkejut begitu. Aku bukan peramal kok." Perempuan itu terkekeh geli menatap wajahku yang terlihat bloon sekarang. "Ngomong-ngomong, namaku Yamanaka Ino. Panggil Ino saja."

"Aku Haruno Sakura."

"Oke, salam kenal. Dan selamat, kau teman pertamaku di sekolah sialan ini."

Kami tertawa bersama. Kurasa selera humor kami sama. Tak terasa, kami sudah sampai di tujuan, yaitu ruang arsip.

Aku menatap pintu tua itu dengan jantung berdebar, aku bisa merasakan ada sesuatu yang menungguku di balik pintu itu.

"Nah, Sakura. Apapun yang terjadi, setelah kau masuk dan berhadapan dengan mereka, kau tidak akan bisa mundur. Sebelum kau menyesali keputusanmu, lebih baik kau mundur sekarang."

Ucapan Ino yang terdengar serius malah membuatku makin tertantang. Tentu saja, aku adalah seorang parkour. Aku selalu tertarik dengan apapun yang menantang.

"Aku tidak akan mundur," jawabku tegas.

"Bagus, aku suka semangatmu." Ino menyeringai, lalu dia mengamit lenganku. "Kalau begitu, tunggu apa lagi? Ayo masuk."

The Genius OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang