3

1.6K 162 0
                                    

Seperti biasa, lagi-lagi aku terlambat ke sekolah. Mau tak mau, aku harus memanjat tembok yang menuju taman tua sekolah seperti kemarin.

Betapa terkejutnya aku ketika sedang memanjat, Ino sudah menungguku di taman itu. Dia bahkan sampai melambai-lambaikan tangannya padaku.

"Kenapa melamun di atas sana? Ayo cepat turun!" celetuk Ino yang geli melihat ekspresi keterkejutanku.

"Kau membuatku kaget," ucapku menghampirinya.

"Aku sedang menunggumu."

"Kenapa kau ke sini? Bukannya pelajaran sudah mulai?"

"Kau tidak dengar pesan ketua kemarin? Kita jangan sampai 'terlambat' untuk pertemuan nanti. Kau tahu apa artinya itu?" Ino menjelaskan dengan sabar.

Aku bersungut-sungut. "Akan ada halangan di saat kita akan ke tempat pertemuan nanti?"

"Tepat sekali, dan kita tidak tahu halangan apa itu. Antisipasi terbaik kita sekarang adalah menghindari kegiatan apapun di sekolah ini."

"Serius? Tapi aku ada ulangan pagi ini," sungutku agak kesal karena aku memang tidak begitu suka diajak bolos. "Kalau nilai rapotku jelek bagaimana? Kau mau tanggung jawab?"

"Semua kelas hari ini juga ada ulangan." Ino tertawa, entah sedang menertawakan apa. "Apa itu tidak mencurigakan? Memangnya kita sedang ujian akhir semester? Hal yang mustahil kalau semua kelas sampai diadakan ujian serentak seperti ini."

"Kau tahu dari mana?" tanyaku penuh selidik. Bukannya aku tidak percaya dengan Ino, tapi aku benar-benar membutuhkan kepastian dari info yang ia berikan.

"Ruang guru." Ino menyeringai. "Hanya untuk memastikan berbagai hipotesisku. Dan ternyata benar dugaanku, kita benar-benar tidak diberi kelonggaran hari ini."

"Jadi kau mencuri informasi dari sana?" Aku tertawa geli, Ino benar-benar nekat.

"Kau meragukanku, eh?" Ino menyeringai, tapi aku bisa melihat dia sedikit kecewa mendengar jawabanku. "Ya sudah kalau kau tidak mau ikut. Lebih baik kau terkena jebakan mereka dan--"

"Oke, oke! Aku ikut denganmu." Aku memalingkan wajah malu. "Lagipula, kita bisa ikut susulan, kan?"

"Nah, begitu dong dari tadi!" Ino langsung merangkulku dengan erat. "Sekarang kita harus pergi dari sini."

"Ke mana?"

"Perpustakaan."

Aku mengernyit keheranan. Bukannya aku tidak tahu di mana perpustakaan itu. Tapi di sekolah ini, kami punya dua perpustakaan.

Dan aku sangat yakin Ino akan memilih perpustakaan yang paling tua, jelek, dan terkesan angker.

"Terkadang perpustakaan yang jelek itu menyimpan harta karun," celetuk Ino sesampainya di perpustakaan tua di sekolah kami. "Kita akan mendapatkan sesuatu yang benar-benar kita butuhkan di sini."

"Seperti lantai tiga ini, eh?" Aku menyembulkan kepala keluar jendela. Ternyata aku bisa melihat seluruh kegiatan kelas dari sini. "Kuakui, kau hebat dalam memilih tempat."

Meski perpustakaan ini sudah tua, tapi gedung ini bertingkat tiga. Dari sini kita bisa melihat seluruh kegiatan di KHS.

"Jelas," sahut Ino datar, tapi aku sangat yakin kalau dia luar biasa senang setelah kupuji. "Ada yang ingin kubicarakan padamu, Sakura. Mengenai The Savior."

Kutarik kepalaku dari jendela, lalu kutatap Ino dengan serius. "Apa itu?"

"Sebelum memastikannya, aku ingin kau mencari koran bulan Mei tahun kemarin. Kalau bisa, dengan tahun-tahun sebelumnya."

The Genius OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang