4

2.2K 202 37
                                    

Ternyata benar dugaan kami, ucapan Sasuke kemarin sebenarnya adalah misi pertama kami.

Kini dia tengah berkacak pinggang lalu menatap kami dengan gaya yang super angkuh.

"Hanya segini yang bisa datang? Yang lain kemana?" tanyanya dengan aura kediktaktoran yang amat luar biasa.

"Yang lain sedang ulangan, kurasa mereka akan terlambat" jawab salah seorang, yang kuketahui bernama Shikamaru.

"Kalau yang lain sedang ulangan, seharusnya kalian juga ulangan sekarang. Kenapa kalian bisa ada di sini tepat waktu?"

Aku berani bertaruh, ekspresi Sasuke kali ini hanya pura-pura terkejut namun entah mengapa terlihat berlebihan di mataku.

Cih, acting yang payah. Pura-pura bertanya padahal sudah tahu jawabannya.

"Itu karena kami yang berdiri di sini sudah tahu akal-akalan kalian," sahut kawanku dengan sopannya. "Sudah jelas, kan? Kemarin kau terlalu menekankan kata 'jangan terlambat' dalam perintahmu."

Mata Sasuke membulat terkejut. Yah, sudah seharusnya dia terkejut, kan?

"Hebat, hebat! Hanya ada sepuluh dari dua puluh orang yang memahami kalimatku."

Wajahku memerah. Andai saja Ino tidak membantuku, sudah pasti aku jadi orang ke sebelas yang gagal.

"Oke, biarkan saja sepuluh orang yang tidak datang. Sekarang aku ingin memberi tahu sesuatu pada kalian," lanjut Sasuke tidak lelah menatap kami dengan serius.

"Yang pertama, dua puluh anak yang kuundang sudah resmi menjadi anggota The Savior, termasuk kalian,"

"Kedua, kenapa kami menyeleksi kalian? Ada satu rahasia yang hanya anggota The Savior tahu, yaitu The Genius, unit dari The Savior. Ada yang bisa tebak apa fungsi The Genius itu?"

Ino mengacungkan jarinya penuh semangat. Semua pandangan langsung tertuju padanya.

"Kutebak, The Genius itu bagian istimewa dari The Savior. Hanya orang tertentu yang bisa menjadi bagian dari The Genius, sehingga kalian harus menyeleksi kami semua. Sedangkan tugas The Genius sendiri ... apa perlu aku jelaskan juga, Ketua?"

Sasuke mendelik tajam pada Ino, seolah-olah merasa tersaingi oleh kawanku yang-tahu-segalanya.

Yang membuatku kagum adalah, Ino malah dengan santainya membalas delikan tajam Sasuke. Kawanku memang hebat.

"Tidak usah, biar aku yang jelaskan," ujar Sasuke pada akhirnya. "Mengenai tugas The Genius sendiri adalah ... berkaitan dengan tragedi tahunan yang menimpa sekolah kita. Tidak usah kuberitahu tragedi apa itu. Yang jelas, The Genius sendiri sangat kita harapkan. Masa depan sekolah bergantung pada The Genius."

Setelah menyelesaikan kalimat itu, pandangan Sasuke berhenti padaku. Mulutku langsung terkunci rapat, seolah-olah Sasuke sendiri yang menguncinya.

Untung saja Sasuke tidak menatapku berlama-lama, akhirnya aku bisa bernapas dengan lega.

"Ada yang ingin ditanyakan?" tanyanya melanjutkan. "Tidak ada? Kalau begitu, aku ingin kalian mengambil undian untuk menentukan pasangan masing-masing."

Aku langsung menatap Ino khawatir, bagaimana kalau aku berpisah dengannya? Jujur saja aku khawatir. Aku tidak bisa melakukan apapun tanpa Ino.

Ino menatapku sayu, lalu ia tersenyum. "Berdo'a saja semoga kita jadi partner. Kalau tidak, jangan khawatir. Karena pasti aku akan lulus seleksi ini dengan mudah."

Tadinya aku ingin memeluk Ino. Berhubung kalimatnya yang terakhir terdengar cukup menyebalkan, kubuang niatku jauh-jauh.

"Good luck, Ino."

"Kau juga." Ino tersenyum. Kami pun mengambil undian masing-masing.

■ ■ ■

"Sudah kuduga, kita ini benar-benar jodoh!" celetuk Ino setelah pengambilan undian. Yah, seperti katanya, aku dan Ino menjadi pasangan dalam seleksi ini. "Aku tidak sabar untuk misi selanjutnya bersamamu."

"Kau benar-benar menginginkan posisi itu, eh?" tanyaku sambil tersenyum miring. "Memangnya apa yang menarik kalau kita jadi anggota The Genius?"

"Kau ini tidak mengerti atau gimana sih, Sakura? Jelas-jelas kalau kita berhasil memecahkan kasus pembunuhan itu, kita akan menjadi pahlawan!"

Aku hanya menanggapi Ino dengan tawa kecil. Pahlawan? Terdengar cukup terhormat sebenarnya, tapi aku tidak tertarik dengan embel-embel pahlawan yang Ino inginkan.

Tetapi aku cukup termotivasi untuk menjadi bagian The Genius berhubung aku menyukai hal-hal yang berbau ekstrem.

"Oke, berhubung pembagian kelompok sudah selesai, kita akhiri pertemuan kali ini." Suara tajam Sasuke menggema hebat di ruangan ini. Ajaibnya, membuat kami benar-benar terpaku pada sosoknya.

"Besok kita berkumpul lagi di sini, di jam yang sama. Kalian harus membawa partner masing-masing. Kalau tidak, kelompok kalian akan gagal," lanjutnya sebelum pertemuan diakhiri.

Tanpa diberi aba-aba, semua orang sudah keluar dari ruang ini. Sebelum aku dan Ino benar-benar keluar, suara Sasuke menghentikan langkahku.

"Haruno Sakura, bisa kemari sebentar?"

Tubuhku langsung menegang, kenapa tiba-tiba Sasuke memanggilku? Jangan-jangan dia tahu soal aku dan Ino tidak berada di kelas seharian.

Lalu aku menatap Ino penuh harap, agar dia menolongku sekarang. Tapi malang, dia hanya nyengir tidak jelas seolah-olah ingin berkata 'mampus' di depanku.

Oke, lain kali aku akan mencari teman yang punya rasa solidaritas cukup tinggi.

"Y-ya?" sahutku tergagap. Ketika aku menoleh ke belakang, Ino sudah raib entah kemana. Sialan. "Ada yang bisa kubantu?"

"Justru aku ingin menanyakan itu," ucap Sasuke yang tidak kumengerti artinya. "Ada yang bisa kubantu? Kulihat, kau tidak fokus selama pertemuan tadi."

Mulutku langsung terkatup rapat. Memangnya wajahku ini terlalu gampang ditebak ya?

"Ehm, terima kasih. Tapi aku baik-baik saja sekarang," tolakku sehalus mungkin. Siapa yang tahu, kan? Kalau Sasuke tiba-tiba mengamuk karena bantuannya barusan kutolak.

Tapi dia masih menatapku curiga. "Yakin?"

Aku meringis pelan. Kalau kutolak sekali lagi, mungkin dia akan benar-benar marah padaku.

Dari pada kena amuk Sasuke, lebih baik aku menanyakan sesuatu padanya. Aku masih sayang nyawa, tahu.

"Oke, aku ingin bertanya mengenai The Genius," tanyaku sekalem mungkin, padahal kakiku sedang bergetar hebat sekarang.

"Tanyakan saja."

Aku menggumam sebentar, bingung ingin menanyakan apa.

"Ehm, maaf karena aku sudah lancang menanyakan ini. The Savior sudah berdiri sejak tragedi itu, kan?"

Dahi Sasuke mengerynit. "Oh, kau sudah tahu tragedi itu?"

"Sudah," jawabku. Sasuke manggut-manggut. "Kalau tujuan The Savior adalah memecahkan teka-teki itu, artinya selama ini kalian gagal, kan? Buktinya, sampai sekarang The Savior masih berdiri."

Jantungku berdebar ketika menatap raut wajah Sasuke yang terlihat tersinggung. Rasanya aku ingin mengutuki mulutku yang kurang ajar ini.

"Ya. Walau begitu, tahun ini adalah tahunku memimpin The Savior. Akan kupastikan tragedi itu terpecahkan dan pelakunya pasti akan ditangkap." Kali ini Sasuke menatapku dengan seringainya. "Kutebak, pasti kau juga ingin memecahkan kasus ini, kan?"

Aku berusaha menelan ludah dengan susah payah. Tubuhku langsung memanas, kurasakan hormon adrenalinku yang meningkat.

Sialan, sekarang aku makin tertantang untuk memecahkan kasus ini.

■ ■ ■

The Genius OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang