Bara di Borobudur 6.2 - Kademangan Grajegan

139 3 1
                                    

Tersenyum Resi Gajahyana menyentak jiwa Ki Mutaram kembali ke alam kasunyatan. Tanpa bercakap, Resi Gajahyana membuka jalan masuk bagi Ki Mutaram. Resi Gajahyana menarik lengan Ki Mutaram yang berlambat-lambat berjalan di belakangnya.

"Janganlah kau membuatku merasa tinggi dengan berjalan di belakangku," suara lembut Resi Gajahyana mendorong Ki Mutaram menerawang jauh menembus awan. Ia menyiapkan dirinya untuk menyimak lebih mendalam. Keduanya lalu berjalan berdampingan menyusur lorong kecil yang ada di sebelah dinding bangunan induk. Kini mereka telah berada dibagian tengah padepokan.

Seseorang berdiri dan memberi hormat pada Resi Gajayana dan Ki Mutaram. Yang satu segera menyambut Resi Gajahyana dan menyiapkan tempat duduk bagi orang tua yang gagah dan penuh wibawa itu.

Ki Mutaram terkejut dengan dua orang yang tidak ia kira sebelumnya. Kini ia duduk dalam satu lingkaran dengan kedua orang asing yang sempat bermalam di istana Bhre Pajang. Namun kemudian kedua orang itu tidak terlihat lagi olehnya hingga malam ini.

"Ki Mutaram," berkata hangat orang asing yang berbadan tinggi dan lengan yang padat berisi.

"Kao Sie Liong, apa kabar? Tiba-tiba kau tidak tampak lagi di istana Bhre Pajang," Ki Mutaram tidak dapat menahan keingintahuan.

Seraya menoleh pada kawannya, Kao Sie Liong menundukkan kepala. Ia tidak ingin melewati batasan seorang tamu. Ia menyerahkan sepenuhnya kepada Resi Gajahyana. Resi Gajahyana sadar tentang hal itu, katanya," benar angger Mutaram."

Ia melanjutkan," aku telah meminta Bhre Pajang agar mengijinkan kedua ini bermalam di padepokan. Aku sengaja lakukan itu sambil menunggu kedatangan Bondan."

"Aku tidak ingin ada perkiraan yang tidak terkendali di dalam lingkungan istana. Karena kalian tentu sudah mengerti setiap pikiran yang menjauhi pengamatan diri, maka darinya akan menyeret manusia dalam kegoncangan yang tidak mempunyai arti. Terlebih angger Kao Soe Liong dan angger Zhe Ro Phan , sudah tentu akan melibat lebih dalam keterikatan jika berdua berada di istana lebih lama."

Resi Gajahyana menoleh ke kedua orang asing itu, lalu," angger berdua datang kemari dalam satu perjalanan yang luhur."

Sesaat Eyang Resi terdiam, kemudian katanya lagi," angger berdua datang ke Tanah Jawa untuk mengejar Tung Fat Ce dan yang lainnya. Akan tetapi sebelumnya, aku minta angger berdua mengamati lebih dahulu ke dalam diri angger berdua. Memisahkan keinginan untuk menangkap dengan kebencian terhadap mereka. Merenungkan kembali ke bagian dalam diri untuk mengenali kemarahan-kemarahan yang membara dalam sukma. Empat orang yang angger kejar telah berada cukup dekat. Angger harus berjalan setapak demi setapak, sejengkal demi sejengkal dengan tetap berharap kebijaksanaan akan terbit dari matahari yang ada di balik dada mereka. Sebenarnyalah mereka bukan orang yang sangat jahat atau buruk badan. Seluruhnya dari kita semua adalah orang yang menyandang api hitam. Aku, angger berdua, Ki Mutaram dan yang lain juga mempunyai kesempatan mengubah bara hitam itu menjadi matahari pagi."

Resi Gajahyana menarik nafas dalam-dalam. Ia mengetahui pusaran yang mulai bergemuruh di dada Kao Sie Liong dan Zhe Ro Phan. Dan eyang resi membiarkan kedua orang asing itu tenggelam dalam upaya untuk meredakan pusaran yang menghantam sukma mereka.

Selepas siang ketika surya menapak jalan turun, Ki Hanggapati sedang berada di regol halaman. Dalam pada itu, Ki Swandanu dan Ken Banawa menemaninya seraya berbincang tentang rencana yang akan dilakukan setibanya Pajang.

" Memang sebaiknya kami segera kembali ke Pajang dalam satu dua hari mendatang, Ki Banawa. Tentu saja perjalanan ini bukan perjalanan yang diburu oleh waktu. Karena sesuai pesan eyang resi bahwa angger Bondan dimintanya agar meningkatkan imunya," berkata Ki Hanggapati. Ken Banawa dengan kening berkerut segera memalingkan muka ke bagian luar halaman. Katanya," angger Bondan tidak melewatkan waktu tanpa berlatih, ki sanak berdua. Ia mempunyai kebiasaan untuk mesu diri di sana," ia menunjuk arah ke tempat Bondan biasa berlatih.

" Akan tetapi," kata Ki Banawa kemudian," memang ada baiknya Bondan segera kembali beraltih di bawah pengamatan ki sanak berdua. Sudah barang tentu eyang resi, melalui ki sanak berdua, telah memberi pesan khusus bagi Bondan tentang tata cara peningkatan itu sendiri. Baiklah, ki sanak berdua. Kami tidak akan keberatan Bondan kembali ke Pajang. Kemudian daripada itu, aku akan turut menyertai dalam perjalanan menuju Pajang."

Kedua tamu dari Pajang saling bertukar pandang, kemudian mengangguk setuju sambil menatap Ken Banawa dengan senyuman

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kedua tamu dari Pajang saling bertukar pandang, kemudian mengangguk setuju sambil menatap Ken Banawa dengan senyuman. Demikianlah perbincangan kemudian berkembang terhadap persoalan yang dihadapi Bhre Pajang sejak kedatangan Ki Nagapati dan pengikutnya dalam jumlah besar.

Beranjak wayah sepi bocah, orang-orang yang berada di rumah Nyi Retno telah berkumpul di pendapa. Ken Banawa telah kembali ke rumahnya sendiri ketika senja menyapa matahari. Musim hujan agaknya menjadikan bulan nampak sesekali di langit. Terkadang arak-arakan awan berkejaran melintas di bawahnya, lalu bulan kelihatan seolah terbelah. Namun begitu, setiap orang di kotaraja merasakan kelembutan malam.

Menjelang wayah sepi uwong, Bondan dan yang lainnya bangkit memasuki bilik masing-masing. Dalam pada itu, Bondan mengemasi segala yang akan menjadi kebutuhannya selama perjalanan. Sejenak ia menyempatkan diri, mengingat pesan yang disampaikan Ki Swandanu dan Ki Hanggapati. Terpatri dalam hatinya untuk bekerja keras selama perjalanan menuju Pajang. Kerinduan perlahan mencengkeram ulu hatinya. Terbayang semua kenangan olehnya. Di masa-masa kecil dan ketika menempa dirinya dalam berbagai macam ilmu. Namun tersirat olehnya sebuah alasan yang mendorong Resi Gajahyana hingga mengirimkan dua orang kepercayaannya untuk menjemput dirinya di kotaraja.

" Sekalipun Ki Nagapati diliputi rasa marah ataupun dendam, aku kira tidak mungkin ia sampai hati menyerang Pajang. Akan tetapi, ia dapat saja berubah jika mengingat kesetiaannya kepada paman Gajah Biru dan paman Lembu Sora."

Demikianlah pada saat fajar mulai merekah di langit timur kotaraja, Nyi Retno melepas kepergian Bondan. Dengan tambahan pesan dari gurunya, Bondan menepuk kudanya dengan wajah tegang. Bersamanya turut Ki Ken Banawa dan kedua orang utusan Resi Gajahyana berangkat menuju Pajang. Sela Anggara menatap lekat punggung Bondan," akankah kau kembali ke rumah ini?" desah Sela Anggara dalam hatinya. Kuda yang berlari tidak begitu cepat membawa empat orang itu semakin jauh dari gerbang kotaraja.

Kademangan Grajegan adalah kademangan yang makmur pada masa itu. Di bawah pimpinan Ki Sayuti, kademangan ini berhasil meningkatkan hasil panen. Bahkan mampu menghasilkan banyak alat-alat pertanian hingga dalam jumlah berlebih. Kemudian daripada itu, Sumba Sena, anak lelaki ki demang mulai melakukan perjalanan jauh. Ia mengadakan banyak pertemuan ke wilayah-wilayah di sekitarnya hingga Tanah Perdikan Menoreh. Jerih payah Sumba Sena mulai membuahkan hasil ketika permintaan besi-besi alat pertanian mulai diperdagangkan keluar kademangan.

Bara di BorobudurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang