Bara di Borobudur 7

132 4 3
                                    


Kemajuan setahap demi setahap yang dicapai Kademangan Grajegan menambah rasa hormat dan segan dari daerah di sekitarnya. Dalam pada itu, Ki Sayuti memandang perlu untuk meningkatkan kemampuan para pengawal kademangan. Sehingga untuk menunjang kemajuan yang dicapai oleh kademangannya, Ki Sayuti mengundang beberapa pemimpin padepokan dan juga meminta orang – orang yang dahulu pernah menjadi prajurit di masa lalu. Mereka inilah yang diserahi tanggung jawab untuk meningkatkan kemampuan pribadi para pengawal kademangan dan kemampuan melakukan gelar perang.

" Tentu saja aku harus mampu menjamin keamanan setiap orang yang berdagang dengan kademanganku, Ki Gede," kata Ki Sayuti pada suatu ketika. Ia meneruskan," oleh karenanya aku masih akan menambah lagi jumlah pengawal kademangan meskipun harus mengambil anak – anak muda di luar kademangan ini."

" Aku sendiri sependapat dengan ki demang. Dan mungkin dalam waktu yang tidak terlalu lama, aku akan meminta angger Jalutama datang kemari. Mungkin ki demang dapat membantunya membuka mata dan hatinya agar wawasannya semakin luas, seluas dan sedalam ki demang sendiri," kata Ki Argajalu, pemimpin tertinggi Tanah Perdikan Menoreh, sambil mengangguk hormat.

" Itu langkah yang sangat baik, Ki Gede. Karena aku juga meminta Sumba Sena berjalan jauh dan hasilnya seperti yang Ki Gede lihat sekarang ini," kata Ki Demang dengan sedikit rasa bangga. Sebenarnyalah, Ki Demang sendiri merasa gelisah karena tanah untuk persawahan mulai berkurang. Sebagian telah digunakan sebagai tempat bagi pande besi dan kerajinan – kerajinan yang lain. Akan tetapi, ia sendiri belum berencana untuk membuka hutan yang tersedia di sekeliling kademangan. Dan untuk membuka lahan baru maka ki demang mulai mengadakan pertemuan – pertemuan dengan pemimpin pedukuhan dan kademangan yang ada di sekitar Kademangan Grajegan. Tatap mata ki demang menerawang jauh menggapai punggung Merbabu yang lambat – lambat terdorong menuju senja. Dalam hati ki demang membuncah satu angan panjang dan akan cukup terjal untuk digapai.

" Angger Sumba Sena memang anak muda yang cekatan dan tanggap dengan keadaan. Ia memang tidak begitu lama di tanah perdikan, namun begitu ia meninggalkan kesan yang sangat mendalam bagi anak-anak muda di sana," senyum Ki Gede mengembang penuh arti.

Ki Sayuti mengerti maksud dari Ki Gede, lalu katanya," benar Ki Gede. Aku sendiri juga mempunyai perasaan yang sama dengan Ki Gede. Apalagi usianya sudah hampir cukup masak untuk sebuah kehidupan baru." Ia termenung beberapa lama. Sebenarnyalah Ki Sayuti teringat Siwagati yang dari waktu ke waktu semakin menunjukkan kedewasaan sebagai perempuan yang hampir masak. Namun begitu, keraguan membuncah di hatinya karena sikap manja yang ada dalam diri Siwagati.

"Ah," desah Ki Sayuti tanpa sadarnya. Sejenak ia terkejut lalu menyadari bahwa di hadapannya adalah seseorang yang akan mempunyai hubungan khusus dengan dirinya dan keluarganya.

Ki Gede Menoreh pun tidak ingin mendesak Jalutama untuk membina kehidupan dengan seseorang yang dapat mengerti keadaan dirinya.

" Ia masih ingin meluaskan langkah–langkahnya. Dan aku harus menyadari karena bagaimanapun juga masa depan Tanah Perdikan Menoreh akan berada di pundak Jalutama," bisik Ki Gede pada dirinya sendiri. Ia teringat ketika kakeknya, Ki Argasatya, banyak memberi keleluasaan pada ayahnya, Ki Sambega. Begitu pula ketika dirinya mewarisi Tanah Perdikan Menoreh yang sempat mengalami kemunduran sepeninggal ayahnya.

" Tetapi kemunduran itu bukan karena aku sebagai penyebabnya. Peralihan dari Kadiri ke Majapahit adalah penyebab yang utama. Jika bukan Ki Tumenggung Punarbawa tidak mendesak menguasai tanah perdikan sudah tentu tidak akan terjadi peperangan. Tetapi keterlambatanku untuk pulang juga dapat menjadi pemicu Ki Purnabawa untuk memasuki tanah perdikan. Baiklah, setidaknya aku dan Jalutama tidak akan mengulang kesalahanku di masa lalu," desahnya sembari mengusap wajah yang sebenarnya tidak basah oleh keringat.

" Jadi, baiklah Ki Gede. Dalam waktu dekat aku akan segera datang di tanah perdikan. Tentu akan ditemani beberapa orang tua dan Sumba Sena sendiri," Ki Sayuti menutup perbincangan senja itu.

Demikianlah akhirnya Ki Gede Menoreh meminta diri untuk kembali pulang ke Tanah Perdikan Menoreh. Ia sudah bermalam beberapa lama di Grajegan dalam usahanya untuk membuka jalur perdagangan secara khusus dengan Ki Sayuti, dan sudah barang tentu juga perihal khusus yang harus dirundingkan.

" Ki Gede, sudah barang tentu akan kemalaman di perjalanan," kataKi Demang.

" Sudahlah, Ki Demang. Sesekali aku ingin mengenang kembali masa muda dengan menjelajah daerah yang sebenarnya sudah tak asing bagiku. Aku kira aku membutuhkan kesegaran untuk otot yang sudah lama tak bergerak," ramah Ki Gede Menoreh berkata. Ki Sayuti tersenyum lebar, agaknya ia mengerti betapa penat jiwa Ki Argajalu.

" Sebaiknya memang ia menyegarkan diri dengan berjalan–jalan di malam hari," desah Ki Sayuti dalam hati.

Menjelang wayah sepi bocah, Ki Gede meninggalkan Kademangan Grajegan dengan ditemani dua orang pengawal yang menyertainya dari Tanah Perdikan Menoreh. Dalam pada itu, jalur Kademangan Grajegan dan Tanah Menoreh masih banyak melewati hutan luas yang pepat dan banyak tumbuh pohon–pohon yang sangat besar. Meskipun begitu, jarang sekali ada gangguan dari penyamun di jalur itu. Selain belum seramai jalur yang lain, pekatnya hutan dan jalanan yang berbahaya membuat para penyamun sendiri kesulitan menguasai daerah. Sehingga kebanyakan dari mereka berada di sekitar Merbabu dan Merapi yang telah lama menjadi jalur perdagangan antar daerah. Dan lebih aman karena termasuk wilayah yang sering didatangi para prajurit peronda dari Pajang.

Bara di BorobudurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang