TIME | 1

237 12 1
                                    

1

Kalau menurut Ana petrichor adalah bau yang memabukkan, maka bagi Flo mencium petrichor sama dengan mencium bau tanah yang sudah di kotori dengan tai kucing. Menjijikan.
Tidak heran sih, karena Flo adalah gadis manja yang asing dengan tanah apalagi hutan. Oleh karena itu, ketika sma-nya mengadakan kemah khusus untuk siswa kelas dua belas, ia hampir saja melayangkan sebuah surat izin dengan alasan sakit sementara diam-diam Flo sudah membooking pesawat menuju Berlin, Jerman.

Iya, hampir.

Semua rencana Flo yang sudah tersusun rapi hancur berkeping-keping ketika Ana memergokinya menggenggam tiket pesawat.

Bodoh memang.

Dan kini dengan sangat terpaksa Flo harus bersusah payah bertahan hidup di alam bebas. Yah, agak lebay sih tapi menilik gaya hidup Flo yang hedon dan sangat asing dengan alam, mungkin kalimat itu pantas untuknya.

"Ayolah Flo, wajah lo jangan ditekuk terus, udah kayak origami aja pakai ditekuk dan dilipat segala, berubah jadi angsa baru tau rasa," kata Ana sambil menyenggol bahu Flo. Sementara yang disindir hanya melengos.

Malam semakin larut, namun api unggun yang berada di tengah lingkaran tenda masih enggan padam. Flo merapatkan mantel bulu-bulunya ketika angin menerpa.

"Lo nggak tau betapa bencinya gue sama hutan dan tanah. Dan juga betapa kangennya gue sama kasur king size yang hangat dan nyaman di kamar gue," ujarnya seperti sebuah ratapan dan dibalas dengan pukulan pada lengannya.

"Wadaw. Sakit goblok!" pekik Flo.

"Goblak goblok goblak goblok. Enteng banget ya mulut lo."

Flo mendengus kesal sambil mengusap bekas pukulan super Ana pada lengannya. "Lagian, ngapain juga lo gaplok gue seenak jidat. Lo kira gue lalat apa? main samber aja."

"Gue cuma ingin menyadarkan lo dari khayalan tentang segala macam bentuk benda hedon lo. Udah deh Flo, lagian besok sore juga kita udah balik, dan lo bisa tuh puas-puasin tidur seharian di atas ranjang king size."

Flo menimang-nimang kalimat Ana yang sejujurnya terasa benar. Mengingat besok ia sudah kembali ke ranjang kesayangannya matanya berbinar seolah ada sebuah bintang yang jatuh kedalamnya.
"Hm, betul juga. Jadi yang gue perlu lakukan hanya tidur nyenyak dan jaga tenda kemudian beres-beres terus selesai kan Na?"

Ana melongo mendengar kalimat yang barusan Flo lontarkan. Jadi setelah ceramah panjang lebarnya tadi, Flo memutuskan untuk tetap tinggal dengan cara ber-mager ria di dalam tenda? Tanpa kegiatan sama sekali?
"Enyah aja deh lo dari Bumi."
Sementara Flo hanya senyum-senyum sendiri setelah mendapat ide brilian tersebut.

Jam di tangan Flo menunjukkan pukul setengah dua belas malam. Sudah tiga jam api unggun digalakan. Kegiatannya hanya seputar menyanyi, bakar-bakar, makan dan bercanda karena memang itu tujuan kemah kali ini. Mengakrabkan diri dan melepas stress setelah UN.

Tepat pukul dua belas malam, api unggun yang masih menyala baranya ditinggal begitu saja. Para siswa kelihatannya sudah lelah dan butuh istirahat mengingat besok masih ada kegiatan penjelajahan yang seru. Sebagian dari mereka berbondong-bondong menuju tenda masing-masing. Timur adalah tenda putri sementara Barat adalah tenda putra. Bagian Utara dan Selatan dibangun sebuah tenda besar untuk guru pendamping serta tenda kesehatan.

"Flo, lo gak mau pipis dulu? Kamar kecilnya agak jauh loh," tawar Ana. Flo melirik segerombolan siswa yang berjalan menuju gelap ke arah WC umum. Ia menggedikkan bahu. "Belum kepingin. Nanti aja," ujarnya sambil memainkan ranting pohon.

"Awas ya lo, kalau tengah malam beser gue ogah banget nemenin," ujar Ana sambil berlari kecil menyusul rombongan yang dibalas dengan umpatan lirih.
"Kampret."

2

Saat Flo terbangun dari tidurnya, yang ia rasakan adalah penuh pada kandung kemihnya. Flo bersyukur ia tidak kebablasan ngompol di dalam tidur.
"Na, bangun," rengeknya lirih sambil mengguncang tubuh Ana yang sedang terlelap dalam alam mimpi. "Anaaaaa."
Usahanya berhasil meski hanya dibalas gumaman tak jelas oleh Ana. "Anterin pipis yuk. Kebelet nih, udah di ujung banget," paksa Flo.

"Hng.... emangnya harus gue banget ya Flo? Ngantuk, pusing. Bawa tidur aja, pipisnya besok."

Jawaban Ana membuat Flo putus asa. Tega-teganya Ana bilang Flo harus menahan ganjalan di kandung kemihnya sampai esok pagi. Flo masih teringat perkataan pak Bambang saat membahas bab Sistem Ekskresi dimana pada saat itu beliau bilang menahan buang air kecil dapat menyebabkan kematian. Flo bergidik ngeri. Sangat tidak elit apabila besok ia ditemukan dalam keadaan tak bernyawa dan penyebabnya adalah menahan pipis.

Konyol.

Akhirnya dengan segenggam kenekatan, Flo meraih ponsel dan menyalakan flash. Diliriknya sebentar jam tangan yang menunjukkan pukul satu pagi. "Setidaknya ini bukan jam dua belas malam," kata Flo menghibur dirinya sendiri.

Flo memandangi Ana yang sedang tertidur lelap. Kemudian beralih pada resleting tenda. Beberapa kali ia meneguk ludahnya sendiri. Berusaha menelan ketakutannya.
"Oke Flo, tenang. Cukup jalan dan jangan tengok kanan kiri. Kalau ada apa-apa tinggal teriak. Jangan lupa kalau lo punya teriakan membahana seantero sekolah," ucap Flo yang ditujukan kepada dirinya sendiri.

Ketika keluar dari tenda, yang Flo lihat hanya gelap dan sepi. Namun ketika ia menengadah ke angkasa, kata-kata seperti wow, wah, wuih, anjay, lolos dari bibirnya. Bagaimana tidak? Di atas sana terbentuk gugusan bintang yang cantik dengan warna hitam, dongker, ungu, violet serta merah muda abstrak yang seolah sengaja dilukiskan di atas kanvas langit.

"Cantik," gumamnya.

Lamunan Flo berhenti ketika ia merasakan kandung kemihnya semakin penuh dan sesak. Ia bergegas mengarahkan flash ke depan dan mulai berjalan. Gugus bintang di atas langit membuat ketakutan Flo sedikit reda. Meski ia heran, kalau di atas sana banyak sekali bintang lalu kemana perginya bulan? Karena semenjak tadi ia tidak melihat sedikitpun eksistensi bulan di langit malam.

Akar pohon yang mencuat membuat Flo harus bersusah payah memilih langkah. Flo benar-benar menjalankan prinsipnya tadi. Ia berjalan tanpa menoleh kanan kiri, benar-benar lurus seperti jalan seekor kuda delman. Sesampainya di sebuah wc umum, Flo bergegas menuntaskan hajatnya.

"Ah, lega," ujarnya sambil menghela napas.

Saat hendak berjalan kembali ke perkemahan, suara ranting patah serta rumpunan rumput tinggi yang bergoyang membuat Flo menegang. Keringat dingin langsung keluar dari telapak tangannya. Flo bimbang, haruskah ia tetap disini atau memilih berlari? Dua-duanya tidak menguntungkan.
Kalau Flo tetap disini, sesuatu tadi yang entah apa itu bisa saja menemukannya dan Flo tidak ingin membayangkan bagaimana akhir nasibnya. Sementara kalau ia memilih berlari, Flo yakin seratus persen satu meter setelah berlari ia akan terjatuh mengingat jalan yang ia lalui tidak mulus.

Sebelum Flo sempat mengambil keputusan, tiba-tiba sesuatu melompat dari balik semak.

"Aaakkkkhhhh!"
.

.

.

TBC
____________________________________

TBC____________________________________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ana si tukang molor


Jum, 11 Mei 2018 | 19.03

Time for the Moon NightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang