I

1.1K 233 0
                                    

Written & Story : Moonlight-1222 & LeneChoi

***

Perpustakaan utama cukup hidup malam ini dikarenakan kehadiran Putri Mahkota Tamami. Putri berambut pirang dengan garis wajah yang tidak menyerupai seorang Nippon[1] itu sedang serius menekuri beberapa perkamen, jari telunjuknya yang lentik mengetuk-ngetuk meja: tampak tengah berpikir keras.

"Ambilkan perkamen yang lain." Nadanya tegas, tak seperti sosok putri pada umumnya yang lemah-lembut.

Seorang pelayan wanita yang sejak tadi berdiri di belakang Tamami, bergerak menuju sebuah meja yang berada tak jauh dari posisi Tamami, meraih benda yang dimaksudkan Tamami dan memberikannya dengan sikap penuh hormat.

Sepasang jade yang indah itu menyisiri kata demi kata dalam perkamen tersebut sebelum dilemparnya ke lantai. Ia menggebrak meja. "Ini menjengkelkan. Sejauh ini sama sekali tak ada petunjuk."

Tamami sudah berniat akan meminta perkamen lagi saat terdengar jerit kesakitan di luar. Mengurungkan niat, memerintahkan salah seorang samurai-nya untuk memeriksa keadaan sampai menyusul jeritan lainnya dan padamnya semua lilin. Ruang perpustakaan menjadi gelap gulita.

Samurai itu mengurungkan niatnya, bersama empat orang pelayan dan keenam samurai lainnya, mereka mengambil posisi melingkari Tamami—masing-masing menghunus katana dan wakizashi[2]; siap siaga.

Tamami, mengeluarkan wakizashi bergagang perak dari balik kimono ungunya, matanya menatap awas ke segala penjuru ruangan perpustakaan. Minimnya cahaya memaksa Tamami memicingkan mata. Rak-rak tinggi yang penuh dengan buku cukup memungkinkan seseorang untuk bersembunyi.

Bila membaca heningnya keadaan di luar, besar kemungkinan semua ashigaru[3] yang berjaga sudah tewas. Seketika kengerian merambati tengkuk Tamami. Ashigaru yang berjaga di istana jumlahnya tidak sedikit, mereka pun sudah sangat terlatih. Yang dapat melakukan semua serangan ini hanyalah—

Analisa Tamami terpotong ketika secara tiba-tiba dan begitu saja semua samurai dan pelayannya ambruk ke lantai dengan tubuh terbelah. Meski gelap, tapi cahaya obor di luar dengan sinar rembulan yang mencuri masuk melalui kertas shoji[4] sedikit banyak mampu memberinya pengelihatan. Tak dapat menutupi ketakutannya, menjerit histeris dan bersusah payah lari ke luar. Tapi sesampainya di luar, ia malah dihadapkan dengan pemandangan yang jauh lebih mengerikan.

Darah terberai dengan bagian-bagian tubuh manusia yang berserakan bak dedaunan kering.

Ini mimpi buruk. Tamami memejamkan mata dan mulai menangis. Sungguh ketakutan, seumur hidupnya belum pernah dihadapkan pada situasi seperti ini. Saat matanya terbuka dan pemandangan yang ditangkapnya tetap sama, kakinya menjadi semakin lemas. Bau besi yang menyengat membuat perutnya bergejolak tak menentu.

Malam ini berawal dengan biasa-biasa saja. Ia makan malam bersama ayahnya sebelum berkunjung ke perpustakaan utama untuk melanjutkan hobi barunya—membaca kasus-kasus pembantaian yang dilakukan oleh para Ninja Iblis yang akhir-akhir ini meresahkan Pemerintahan, sembari mencari celah dari kesempurnaan tindakan tak berperikemanusiaan mereka. Sampai jeritan itu mengusiknya.

Siapa sangka kini Tamami sudah terjebak dalam situasi mengerikan yang dibacanya. Siapa sangka pula bila kekuatan para ninja iblis yang merupakan para pembunuh bayaran itu mampu menembus tembok pertahanan istana. Dalam ketakutan dan kepanikan, ia mulai bertanya-tanya tentang keselamatan ayahnya sampai sekelebat bayangan hitam yang bergerak di atap bangunan di depannya memaksanya untuk tegar dan tangguh.

Menyarungkan wakizashi-nya dan menyimpannya kembali di balik kimono-nya, lalu mengambil sebuah katana berdarah yang terhampar di serambi dan menuju kediaman ayahnya.

Tapi belum sampai Tamami keluar dari areal perpustakaan, ninja di atas atap itu sudah menghadang jalannya dengan menghunus katana bersimbah darah. Tamami tercekat tapi tetap berusaha terlihat berani. Melepas alas kakinya sebelum menyerang garang ke arah ninja tersebut yang tentu saja serangannya mampu dihindarinya dengan mudah.

Tamami memaki, kimono yang dikenakannya saat ini menyulitkan pergerakannya. Tapi ia tak langsung menyerah begitu saja, ia harus memanfaatkan seluruh latihan berpedang dan bela diri yang dipelajarinya secara diam-diam—setidaknya sebelum ajalnya datang. Katana-nya terayun membabi buta, yang sialnya selalu dapat dengan mudah dihindari oleh salah satu komplotan ninja iblis itu.

Membaca gerakan sang ninja yang hanya menghindar dan menangkis sedari tadi, sepertinya jelas sekali bahwa dia masih ingin bersenang-senang dahulu sebelum menghabisi nyawa Tamami.

Terlalu lalai dan remeh, akibatnya sabetan katana Tamami berhasil mengenai sang ninja. Kain hitam yang menutupi wajahnya robek, memperlihatkan bagian hidung dan pipi kanannya. Terkejut, ninja itu berusaha menutupi wajahnya sambil melompat mundur beberapa langkah. Tapi terlambat, Tamami sudah melihat wajahnya dan bahkan berhasil mengenali sosoknya.

Bergetar, Tamami berucap lirih, "Sato—hito..."

Ninja itu menunduk sebelum tangannya terangkat untuk merobek sisa kain yang menutupi wajahnya. Sepertinya memang sudah tidak ada lagi yang harus ditutupi. Memperlihatkan seutuhnya wajah yang sangat tak ingin dipercayai Tamami. Pria itu maju beberapa langkah dengan memperlihatkan penyesalan dalam sorot hitamnya.

Sementara Tamami membeku, tak mampu berkata-kata. Katana yang dipegangnya jatuh di serambi. Membisu, air matanya jatuh deras. Ia tak menduga bila pria yang dikenalnya sebagai putra shogun5 yang menjadi sahabat kecilnya adalah salah satu dari para ninja iblis. Ia juga tak menduga bila pria yang berhasil merebut hatinya adalah salah satu dari pembunuh berdarah dingin. Siapa sangka orang yang selalu terlihat santai itu memiliki aura yang mengerikan.

Apa ini merupakan jalan pikiran seorang Satohito yang tak tertebak?

Pantas saja Satohito sangat terampil dalam bermain pedang padahal dalam setiap kesempatan Tamami selalu mendapati pria itu bermalas-malasan. Tapi permainan pedang dan bela diri pria itu jauh berbeda dengan yang selalu diajarkannya padanya. Pria itu menipunya. Satohito menipunya. Dia... merobek hatinya—menghancurkan kepercayaannya.

Satohito mengacungkan katana-nya tinggi-tinggi, bersiap akan memenggal kepala Tamami. Seolah pasrah pada kenyataan pahit yang melemaskan seluruh indera-nya, Tamami hanya memejamkan matanya. Kemudian hantaman yang sangat keras mengenai tengkuknya. Semuanya mengabur dan menghilang. Ia ambruk dalam dekapan lengan Satohito.

***

Notes :
1. Nippon : Jepang
2. Wakizashi : Pedang pendek/pisau
3. Ashigaru : Prajurit jepang
4. Shoji : Pintu/partisi
5. Shogun : Jenderal

Tamami Hime [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang