Adam melangkahkan kaki ke luar, suasana yang lebih hangat dari ruangan tempatnya tadi. Ia sadar tidak mengenakan sandal ataupun sepatu. Bajunya pun sama seperti orang lainnya, berwarna putih sampai lutut. Di setiap baju tersebut ada tulisan nama masing-masing. Adam mengetahui itu karena ia melihat nama yang berbeda-beda dari setiap orang yang ada di sana.
Kemudian, Adam mendekati wanita yang tadi memberitahunya cara keluar. Gadis itu berambut keriting sepinggang, kulitnya cokelat, bermata besar dan berbulu lentik. Bibirnya merekah besar, seperti orang-orang negro, tetapi ia cantik dan terlihat eksotis.
"Kau tahu tempat apa ini?" kata Adam membuka percakapan.
Wanita itu menggeleng. Adam melihat keadaan sekitar. Ruangan ini cukup besar dan terang, di tengah-tengah ada sebuah tugu yang di bagian paling atasnya ada sebuah layar kotak, di mana setiap orang bisa melihat dengan jelas gambar dari layar tersebut dari arah mana pun. Di belakangnya, jajaran ruangannya tadi, ada sepuluh ruangan yang sama dengan ruangan tempat ia pertama kali keluar. Di samping kiri dan di depannya, ada ruangan yang sama berjumlah sepuluh, serta samping kanannya ada satu pintu berwarna merah dan di atasnya ada layar kecil panjang yang bergambar angka tiga puluh. Sudut-sudut ruangan tersebut ada kamera CCTV yang dihalangi oleh kaca tebal. Beberapa orang ada yang mencoba untuk membuka pintu, dan sisanya hanya mondar-mandir tidak jelas.
"Aku bingung, mengapa kita di perlakukan seperti ini? memangnya kita ini tahanan?" kata wanita berambut keriting tersebut.
"Entahlah, aku juga bingung, tiba-tiba saja aku terbangun dan berada di sini." Adam melirik orang yang sedang mencoba membuka pintu dan kembali menatap wanita tersebut. Namamu Keila?"
Wanita itu menaikan alisnya sebelah. "Bagaimana kau tahu namaku?"
Adam tersenyum dan berbalik badan.
"Oh, jadi di baju ini ada nama kita masing-masing?" Adam mengangguk, Keila terdiam. Mereka kembali fokus kepada pandangan masing-masing. Sampai saat ini semua orang yang ada di dalam ruangan ini tidak tahu mengapa mereka berada di sini.
"Bagaimana awalnya kau bisa berada di sini?" tanya Adam lagi.
Keila menatap Adam, ia berjalan menjauh dan duduk di dinding ruangan sebelah Adam. Adam mengikuti Keila dari belakang dan duduk di sampingnya. "Aku tidak begitu ingat bagaimana caranya, yang aku ingat saat itu, aku mendapat SMS dari temanku, Toni, dia rekan kerjaku, katanya ada berita baru yang harus kami liput. Saat itu aku berada di rumah bersama dengan suamiku, ya, akhirnya karena tuntutan profesi aku pergi, dan, ketika aku hendak masuk ke dalam mobil... tara... tiba-tiba aku berada di sini," Keila tersenyum kecut seolah menahan kesal. Ia melirik Adam sesaat. "Kalau kamu?"
Adam menarik nafas dalam dan menghembuskannya dengan kencang. "Aku baru selesai bekerja, aku bekerja di supermarket, di daerah Jakarta Utara, padahal waktu itu aku hendak akan mengambil uang gajiku. Sebelumnya aku pergi ke kamar mandi terlebih dahulu, namun, ya, seperti katamu, tiba-tiba saja aku sudah ada di ruangan kosong yang lembab itu."
"Ironis."
Adam tersenyum simpul. "Ya, ironis. Kau wartawan?"
Keila mengangguk. "Wartawan di televisi swasta."
"Cool!"
"Very cool, aku sangat menikmati pekerjaanku di sana. Ini adalah impianku yang sudah lama aku inginkan." Keila menjelaskan.
"Ya, hidupmu pasti lebih menyenangkan dari pada hidup seorang pegawai supermarket yang terjebak dengan ribuan orang kaya dan melayaninya tanpa di lirik, atau hanya sekedar terima kasih."
YOU ARE READING
29F
Misteri / ThrillerAdam dan ke dua puluh sembilan orang lainnya tiba-tiba berada di sebuah ruangan besar. Ia tak mengerti mengapa ia bisa berada di sana. Lambat laun semuanya mulai mengetahui tempat apa sebenarnya. 29F. Sebuah simbol yang tak ia mengerti, tapi kini ia...