Dreamer - 1

165K 13.6K 962
                                    

Aku seorang pemimpi
Yang mengubah kesakitan menjadi cerita

-Kanya Maisa Putri-

Hari ini preorder buku ke sepuluhku resmi dibuka, sudah harap-harap cemas apakah 1000 buku bisa ludes dalam seminggu ini. Meskipun sudah buku ke sepuluh, tetap saja rasa cemas itu ada. Aku takut kalau bukuku tidak laku dipasaran, takut kalau bukuku masuk rak obral karena tidak laku, ketakutan yang wajar sebagai seorang penulis.

Aku sudah menjalani profesi sebagai seorang penulis sejak tiga tahun lalu. Awalnya cuma iseng saat mengunggah tulisanku di sebuah platform menulis online bernama Skywrite di situ banyak penulis-penulis baru yang mem-publish karya mereka, banyak dari mereka termasuk aku punya kesempatan untuk menerbitakan cerita kami menjadi buku dan melejit dipasaran. Semenjak ada aplikasi Skywrite, menjadi seorang penulis tidak sesulit dulu karena penulis lokal sudah berhamburan jadi kurang berseni—kata salah satu penulis senior yang dulu berjibaku mengirimkan naskah ke penerbit hingga menerima penolakan puluhan kali.

Kalau dibilang setuju atau tidak dengan pernyataannya, aku memilih setengah setuju setengah tidak setuju, ya kalau banyak penulis lokal seperti sekarang, harusnya itu menjadi bukti kalau dunia kepenulisan di Indonesia semakin maju. Tidak bisa dimungkiri juga kalau di toko buku sekarang bisa setiap hari keluar novel-novel baru yang ceritanya pernah di publish di Skywrite. Walaupun tidak menampik juga, tidak semua cerita punya kualitas yang bagus, apalagi saat ini lebih mudah lagi, seorang penulis bisa mencetak bukunya sendiri, dengan bantuan penerbit indie, jadi tidak perlu harap-harap cemas kira-kira cerita kita bisa terbit atau tidak. Kelemahannya ya itu tadi, isi cerita bisa saja jauh dari harapan, tapi katanya kan, setiap cerita punya pembacanya sendiri. Memilih membaca atau meninggalkan itu kembali ke pembaca.

Tapi ada juga penulis yang memikirkan dampak dari membaca karya yang tidak mendidik misalnya, termasuk aku. Walaupun aku tidak memungkiri dulu sekali aku juga sempat membuat kisah-kisah yang benar-benar khayalanku semata, tanpa memikirkan riset dan lain-lain. Kalau menurutku penulis-penulis semacam itu, hanya butuh waktu untuk menyadari kalau tulisan yang baik adalah tulisan yang memberi manfaat positif bagi pembacanya, mereka hanya butuh bimbingan, itupun kalau mendapat penerbit yang tepat, yang mengajak untuk berkembang bersama, bukan yang hanya menjadikan penulis sebagai sapi perah.

Intinya dunia kepenulisan itu tidak mudah, apalagi kalau berasal dari platform Skywrite, banyak orang yang memandang sebelah mata, hanya karena karya-karya lain yang kurang meninggalkan kesan baik, baik dari segi cerita, ataupun dari segi editing. Akhirnya semua kena imbasnya, padahal menurutku banyak juga ceritanya yang bagus-bagus di sini, tapi penulis sekelas J.K Rowling saja masih banyak yang mengkritik kan?

Aku melirik ponselku yang bergetar di atas meja kerjaku. Ada pesan yang dikirimkan oleh marketing yang mengurusi bukuku.

Mbak Devi : Nya, udah sold out.

Aku melebarkan mata membaca pesan itu, lalu mengetikan jawaban di sana.

Kanya : Apa yang sold out, Mbak?

Mbak Devi : Buku kamu lah.

Dadaku berdetak cepat, ini baru satu jam sejak preorder di buka, apa mungkin sudah ludes begitu saja, seribu buku bukan jumlah yang sedikit. Aku langsung menghubungi Mbak Devi, ingin mengkonfirmasinya secara langsung.

"Halo?" sapa Mbak Devi.

"Beneran udah soldout, Mbak?" tanyaku tak sabar.

"Iya, kamu lihat aja di website-nya, udah abis terjual. Selamat ya," kata Mbak Devi yang tidak menutupi rasa senangnya. Begitu pula dengan aku.

I'm A DreamerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang