Enam

2.5K 126 3
                                    



Sergio terus-menerus menggedor pintu kamar Rana padahal Rana sudah bilang untuk menunggunya. Rana mengoles bedak tipis diwajahnya dan memakai sneakers nya. Seperti perkataan Arkan kemarin, mereka ingin pergi berjogging di Minggu pagi.

Rana mengambil ponsel dan memasukan beberapa ongkos ke dalam saku. Hanya Kaus Biru muda dan Celana sport hitam ditambah sneakers lah yang mewakili kecantikan Rana hari ini.

Rana membuka pintu kamar dan menjitak kepala Sergio kencang. Lelaki itu meringis, menatap adiknya kesal. "Berisik tahu!"

Setelah itu, Rana pergi untuk menemui Arkan yang sudah menunggunya lama dibawah.

~🔥ICE🔥~

"Udah sarapan?" Tanya Arkan yang dijawab gelengan oleh Rana. Arkan mendengus lalu menarik Rana kesebuah penjual Bubur ayam yang ramai. Rana hanya mengulas senyumnya saat Arkan memberikan perhatian lebih padanya dan Arkan? Ia sudah dibuat gemas dengan tingkah kekanakan Rana.

Setelah memesan dua porsi bubur ayam, Arkan dan Rana duduk dikursi panjang dan berhadapan.

Rana sibuk sendiri dengan ponselnya sedangkan Arkan menatapnya. Entah kenapa saat Rana sadar Arkan menatapnya, pipi nya panas dan ia rasa sudah merona.

"Kenapa liatin Aku kaya gitu?" Tanya Rana ke Arkan. Arkan menggeleng lalu tersenyum tipis.

Tak lama, bubur ayam pesanan mereka pun jadi. Rana tak ambil pusing. Gadis itu langsung mengaduk rata dan melahapnya. Arkan hanya menggeleng melihat tingkah gadis itu.

Arkan sempat ingin menahan tawa saat Rana menatapnya. Arkan memberi kode untuk menunjuk ke pinggir bibir dirinya sendiri. Rana yang mengerti langsung mengelap bubur yang blemotan itu memakai tangan. Belum sempat tangan Rana sampai diujung bibir, Arkan sudah mencegah dan memberikan tisu ke Rana.

"Jorok." Kata Arkan menggeleng dan kembali memakan Buburnya. Rana tak peduli.

~🔥ICE🔥~

Rana mengela nafas nya lega saat Arkan mau beristirahat ditaman Kota. Arkan duduk kursi Kayu sebelah Rana. Gadis itu kecapekan.

Rana memukul perut Arkan lalu mendesah. "Daritadi dong, Istirahatnya. Capek tau..." Rana mengeluh.

Arkan terdiam lalu kembali beranjak dari tempatnya. Refleks melihat Arkan yang ingin meninggalkannya, Rana dengan gerakan seribu langsung menarik lengan Arkan.

"Mau kemana?" Tanya Rana.

"Beli minum."

Rana mengangguk lalu membiarkan Arkan pergi. Lagian pun dia sudah haus juga. Wajar kalau Arkan perhatian dengan pacarnya sendiri. Iyakan?

Sambil nunggu Arkan, Rana memainkan ponselnya. Melihat beberapa notif tak terbaca. Sebagian besar sih dari Maudy dan Luna. Tapi, Rana mengabaikan. Ia malas membaca pesan dari teman bobrok nya itu.

Dua puluh menit berlalu. Arkan masih belum kembali. Dia kemana? Masa iya aja ninggalin pacarnya sendirian. Gak mungkin. Arkan tak sekejam itu pada Rana. Tiba-tiba saja ada Dika datang dan duduk disebelah Rana.

Rana menoleh, "ngapain lo?"

"Ngubur mayat!" Jawab Dika dan terkekeh. Rana hanya menatap Dika mentah. Enek melihat wajahnya. "Gue kira lo sama Doi."

"Hm. Dia lagi beli minum." Jawab Rana membuat Dika terdiam. Dika menoleh ke Rana antusias. "Daritadi gak balik-balik."

"Hah? Yang bener? Dia tadi..." Dika menggantungkan kalimat. Rana sempat menatap Dika aneh. "...Sama cewek lain." Sambung Dika pelan. Takut jika Rana marah. Bukannya marah, ternyata Rana malah tertawa.

"Gak mungkin."

Dika terdiam. Mungkin dia salah lihat. Iya mungkin. Makanya, Rana tertawa karena tak percaya. Tapi, tadi benar. Arkan bersama cewek lain sedang berbincang.

"Ikut gue coba!" Dika menarik lengan Rana. Rana hanya bisa pasrah karena dia percaya bahwa—Shit! Gak jadi percaya. Rana diam melepas tarikan Dika dan menatap yang ada dihadapannya.

Dia memejamkan matanya dan mencoba tersenyum. Melihat senyuman Arkan ke gadis itu membuat dirinya terasa ditusuk ribuan duri kaktus. Jarang Arkan tersenyum padanya. Dan, cewek itu... adalah cewek yang pernah hampir merebut Arkan darinya. Sahabat lama Arkan saat SMA.

Dika memegang bahu Rana tapi Rana menepisnya. Dia tersenyum ke Dika seolah berterima kasih. Dika sepertinya salah memberitahu Rana tentang ini. Ia tak tega melihat Rana sakit hati seperti ini. Tapi ya mau gimana lagi? Semuanya Terlanjur. Rana sudah mengetahuinya.

"Dia bahagia banget, Ya, Dik?" Tanya Rana. Dika menggeleng untuk jawaban. "Bahkan dia jarang tersenyum ke gue sampai segitunya." Lanjut Rana seperti meluapkan nyeri dihatinya Ke Dika. "Gue mau mundur jadinya."

"Lho, Ran? Kok lo ngomong gitu sih? Jangan lah..." Sahut Dika. "Lo itu pacarnya. Gak mungkin Arkan ninggalin lo yang hubungannya udah jauh seperti ini."

"Baru tadi malam baikan," Rana tertawa pelan. "Kayaknya hubungan gue banyak banget masalah. Gak cocok kali."

"Lo ngomong apa sih, Ran?" Dika sudah merasa bersalah. Jika saja tadi dia tidak memberitahu Rana, pasti tidak seperti ini.

"Tenang. Gue bakal pura-pura gak tahu kok."

"Ya sudah."

"Anterin gue pulang, ya?" Pinta Rana. Dika semakin tidak mengerti. Tapi untuk Rana ia mending iyakan saja. Karena ini semua salah dirinya juga.

Rana meraih ponselnya dan mengetikkan pesan disana.

Rana Reydita : aku pulang duluan ya? Tiba-tiba sakit perut.

Setelah mengirim ke Arkan. Rana menatap kekasihnya itu dari kejauhan. Arkan meraih ponselnya dan memberhentikan perbincangan dengan gadis dihadapannya.

My Ice Boyfriend : Oh iya
My Ice Boyfriend : Maaf gue lama. Gue ketemu sama Rizki. Hati-hati.

Rana tersenyum miris membacanya.










Bahkan lo berbohong untuk ini.

~🔥ICE🔥~

My Ice BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang