Enam belas

1.2K 60 9
                                    


Rana menatap sebuah binder digenggaman tangannya yang sudah membaik. Ia harus menyatat beberapa kejadian yang mendadak terasa deja vu untuk membantu pemulihan ingatannya.

"Lama lo, ah. Pegel nih gue."

Rana menoleh, ia tersenyum tipis lalu berjalan ke arah kasir untuk membayarnya setelah itu dimasukan ke ransel sekolah. Bobby, lelaki itu ditugaskan Dika untuk menjaga Rana selagi dia berlatih basket.

"Mau es krim?" Tanya Rana polos, Bobby melongo. "Apa?"

"Lo ngajak gue beli es krim?"

"Iya."

Bobby terbatuk pelan, ia terkekeh mendengar perkataan Rana. "Katanya Dika mau kesini, gue aja yang beliin lo es krim"

Disinilah mereka sekarang, kedai es krim yang hanya sedikit pengunjungnya. Toh ini sudah sore dan bukan malam minggu, Rana memilih es krim pesanannya lalu senyap diantara mereka berdua terasa canggung sampai bunyi dering ponsel Bobby memecahkan keheningannya.

"Siapa Bob?"

Bobby mendongak, "Nyokap gue, duh Ran."

"Lo pulang aja." Bobby memajukan wajahnya sedikit, "gue udah sharelock ke Dika kok."

"B-bener nih?"

Rana mengangguk membuat gigi Bobby terpampang cerah. Lelaki itu bangkit lalu menepuk bahu Rana pelan dua kali mengingatkan bahwa Rana harus hati-hati. "Udah gue bayar kok." Sahut Bobby.

Saat Bobby keluar dari kedai, bersamaan dengan bunyi lonceng diatas pintu dan pelayan yang datang ke meja Rana untuk memberi pesanannya, seseorang yang memasuki Kedai terdiam beberapa saat untuk menatap bangku yang diduduki seorang gadis SMA lalu tanpa mikir panjang ia mendekat. Rana menyuap es krim ke dalam mulutnya sembari menunggu kedatangan Dika.

"Hai?" Sapa orang itu dihadapan Rana. Tanpa disuruh, orang itu langsung duduk dikursi hadapan Rana.

Rana mematung sebentar, matanya menangkap postur tubuh lelaki yang telah duduk dihadapannya. Pening. Itu yang selalu Rana rasakan.

Catatan pertama, Arkan. Yang selalu datang seakan kita pernah kenalan. Oh, mungkin pernah dihari sebelum tragedi itu terjadi.

"Lo—"

"Gu–aku, Arkan."

Tebakan yang benar

Rana tersenyum tipis, ia menoleh ke belakang melihat apakah Dika sudah datang atau belum.

"Aku tau." Rana menatap Lelaki itu kembali, senyumannya terbentuk tipis namun hati Arkan jangan ditebak. Ia merasa berbunga, kembali melihat senyuman Rana. "Terimakasih waktu itu udah nolongin." Kata Rana kembali sembari menyendok es krimnya.

Arkan, ia ikut tersenyum.

"Kenapa? Kalau Dika ada disini, dia bakal marah liat kamu."

Dan dulu kalau gue liat lo sama Dika, gue yang bakal marah.

Arkan menggeleng lalu ia menyodorkan tangannya. "Rana, ayo berteman!"

~ M I B ~

Rana tersenyum.

Sebenarnya ia senang kala lelaki dikedai es krim tadi ingin berteman dengannya. Karena, bagaimanapun juga Rana selalu merasakan bahwa waktu dia lebih banyak bersamannya. Iya, bersamanya dulu.

Untung saja sebelum Dika datang, Rana sempat mengasihi id Line nya, dan sekarang gadis itu tengah menunggu pesan yang akan disampaikan malam ini.

"Tidur, Ran." Sahut Sergio yang tengah terbaring dikasurnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 15, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Ice BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang