Cirebon Barat, 2006
Seorang ibu dari tiga anak keluar dari rumah dengan wajah pucat dan sembab. Konflik rumah tangga yang sudah dijalani selama 14 tahun, kini kian memuncak. Dan berakhir pada perpisahan...
🌞🌞🌞
Cirebon Barat, 2008
Aku termenung dalam keramaian. Sesi ijab qobul baru saja selesai. Keriuhan dua keluarga membuat benakku kembali sesak. Pernikahan di atas kertas itu membuat status Ayah berubah dari duda menjadi suami.
Ayah... kenapa kau nggak pernah memikirkan hati anak-anak? Kenapa harus selalu egois? Setelah membiarkan Ibu pergi, kini Ayah malah membiarkan wanita asing yang menyerupai Ibu masuk ke rumah kita?
🌞🌞🌞
Cirebon Barat, 2010
Ibu, kamu di mana? Tidakkah kau rindu pada anak-anakmu? Tidakkah kau tahu, aku, anak sulungmu ini, sudah memasuki usia remaja? Aku sudah berubah wujud, Bu. Waktu telah merubahku menjadi pemuda tangguh, persis seperti apa yang Ibu inginkan.
Bu, ini adalah tahun ke tiga kau pergi. Juga merupakan tahun ke dua rumah kita dimasuki wanita asing. Kau tahu, Bu? Wanita yang kata orang adalah ibu pengganti buatku dan kedua adikku itu, sangatlah menyeramkan! Bu, kami bertiga tidak pernah lagi merasa nyaman berada di dalam rumah sendiri.
Ketika Ayah pergi kerja, wanita itu memperlakukan kami dengan sangat tidak wajar. Saat Ayah datang, dia berubah seratus persen bersikap amat lembut pada kami bertiga.
Bu, kau di mana? Kami bertiga, anak-anakmu, sangat membutuhkanmu. Bu, dua tahun hidup kami menderita. Bu, tolong jemput kami sebelum kami bertiga berubah haluan menjadi membenci dirimu.
🌞🌞🌞
Cirebon Barat, 2013
Entah aku harus senang atau malah sedih. Sekarang, aku sudah mulai bekerja di sebuah perusahaan di luar kota. Itu berarti aku telah berhasil keluar dari jerat kejam si Ibu Tiri. Tapi di sisi lain, kedua adikku justru masih di tempat yang sama.
Saat ini aku tengah mengantar Ayah pergi kerja. Kantor Ayah memiliki cabang di Cirebon bagian timur. Libur kerja tiga hari aku manfaatkan untuk mencuri waktu supaya dapat menceritakan yang sebenarnya pada Ayah.
Adik laki-lakiku sudah kelas 3 SMP, dan yang perempuan baru duduk di kelas 1 SMP. Aku menyayangi mereka. Tapi sudah lima tahun berlalu kehangatan keluarga kami pudar dan belum kumpul kembali.
Ayah menghentikan laju motor di dekat gang sempit di kawasan Lemah Abang. Kata Ayah, kantornya tepat berada di depan gang ini.
Memang benar. Di depan gang di seberang jalan terdapat kantor Ayah. Spanduk besarnya menunjukkan demikian.
🌞🌞🌞
Cirebon Timur, April 2014
Aku kembali mengantar Ayah ke Kantor cabang. Dan lagi, Ayah kembali minta turun di pinggir jalan dekat gang.
Sejauh ini aku sama sekali belum mendapatkan kesempatan untuk mengadukan semuanya pada Ayah. Entahlah. Waktu ternyata lebih senang berkonfrontasi dengan wanita itu. Dia terlalu lihai mendominasi permainan.
Saat ini, satu-satunya informasi yang perlu kalian tahu, wanita itu sudah pindah ke tempat asalnya. Rupanya Ayah telah membangun rumah bersama wanita itu di desa asal si wanita, di daerah Panguragan. Jadi sekarang, adik-adikku pindah ke rumah baru Ayah.
🌞🌞🌞
Cirebon Timur, Mei 2014
Sejak berhenti kerja, kesibukan aku di pagi hari adalah mengantar adik-adik ke sekolah. Kadang aku juga mengantar Ayah ke kantor bila motor Ayah masuk bengkel. Biasanya Ayah lebih sering ke mana-mana pakai mobil dinas. Tapi entah, aku merasa sudah sering mengantar Ayah dalam dua bulan terakhir.
Seperti saat ini. Aku tengah mikir, mengapa Ayah selalu minta turun di beberapa jarak dari gang dekat kantor. Setiap kali aku mempertanyakan itu pada Ayah, dia hanya menjawab tak apa. Kan lama kelamaan aku jadi tambah penasaran.
Namun kali ini aku beranikan diri untuk bertindak tegas. Aku memaksa Ayah untuk jujur. Aku luapkan seluruh emosiku saat ini juga. Biar Ayah tahu bagaimana perjuangan dan penderitaan aku sebagai tulang punggung bagi adik-adik bila Ayah pergi kerja dan tak pulang sampai dua-tiga hari. Aku juga menjelaskan bagaimana tabiat si wanita itu selama Ayah nggak di rumah.
Sungguh. Aku mengabaikan lokasi tempat perdebatan mendadak kami. Siapa sangka kami akan berdebat panas di pinggir jalan saat hari menjelang siang?
Akhirnya, setelah lelah mengajukan protes besar-besaran, aku bersyukur usahaku nggak sia-sia. Ayah menuntunku ke sebuah bilik warung makan yang sedang tutup.
Sambil duduk berjauhan, aku di jok motorku dan Ayah di bangku warung, aku menunggu. Menunggu alasan dari Ayah. Menunggu jawaban yang aku tuntut. Pokoknya hari ini harus terbayar lunas!
Ayah mengaku, dia tengah memikul tanggung jawab di sini. Singkatnya, Ayah telah menikah lagi. Dan istri barunya itu dia sembunyikan di sekitar sini. Persis tiga rumah dari mulut gang. Rumah yang sengaja disewa Ayah untuk menghidupi keluarga barunya.
Jika kalian berada di posisiku, bagaimana reaksi kalian? Syok? Tentu saja!
Sejak kecil aku memang sudah dekat dengan Ayah. Kami kompak. Bahkan, kami punya rencana untuk mendirikan perusahaan sendiri.
Ya. Sebagai lelaki, aku pribadi kurang suka dengan sifat Ayah yang gemar mengoleksi wanita. Ya Ampun! Sementara aku sibuk dengan satu pacar, berusaha untuk tidak menyakitinya karena aku juga tidak mau menyakiti Ibu, Ayah justru bersikap sebaliknya!
Sisa hari itu, aku lewati dengan suram.🌞
KAMU SEDANG MEMBACA
SYAMS
RomanceBagaimana sikapmu menghadapi dunia, ketika kau tahu bahwa kau lahir dari keluarga agamis, sedangkan sejak beranjak dewasa kau sudah mulai menjauhi ajaran-ajaran keluarga? Bagaimana perasaanmu ketika mendengar sebuah suara yang-rasanya begitu m...