Ayah sosok yang dicintai putrinya untuk pertama kali dalam hidupnya bukan ?
Lalu mengapa ayah melakukan suatu hal yang justru membuat aku membencinya.
Ibuku sekarang berada di luar negeri, mengadu nasib untuk putrinya ini.
Terkadang aku tak habis pikir, mengapa ayah melakukan itu ? Malas bekerja yang justru itu merupakan kewajibannya, ia malah mencari wanita lain sebagai pengganti ibu.
Terkadang aku lelah menghadapi semua ini. Menjadi buah bibir di kehidupan tetangga setempat, bahkan sering diejek tak punya ayah.
Memang...aku terakhir melihat ayah saat kelas 2 sekolah dasar. Aku sering bertanya kepada nenek saat itu, nenek bilang ayah pun bekerja seperti ibu. Namun aku masih polos dan percaya, hingga akhirnya aku tersadar bahwa ayah tidak akan pernah lagi ke rumah yang menjadi tempat tinggal aku dan nenek. Kini aku sedih, nenek mulai sakit-sakitan, sedangkan uang yang dikirim ibu belum cukup untuk check up rutinnya. Aku sering berdoa di setiap salat wajib dan salat malamku, tapi Allah belum juga mengabulkannya...
Aku minta sarannya. _IK_Surat dari seseorang yang aku baca mengingatkanku tentang betapa beruntungnya aku saat ini, masih ada kedua orang tuaku yang selalu ada disampingku dengan segenap kasih sayangnya.
'Laa yukallifullaahu nafsan illaa wus'ahaa'. Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Sungguh, kita tidak boleh menyalahkan Allah. Terkait takdir, kita harus ikhlas dan sabar menghadapinya, kita harus bisa introspeksi diri mengenai apa kurangnya kita dalam beribadah kepada Allah ataupun melakukan perbuatan positif lainnya.
"Dorr...", suara bariton dari mulut Rani memecah lamunanku.
"Astaghfirullahaladzim...kebiasaan deh", dengan wajah kesal dan tatapan tajam
"Aww...aww...sakit tauuuu", Rani meringis ketika aku menyubit pinggangnya.
"Bodo amat, salah kamu sendiri, nyebelin iih", jawabku tidak mau kalah.
Aku langsung berdiri dengan wajah kesal dan meninggalkan Rani sendiri di kantin sekolah. Terkadang dia harus diberi pelajaran, agar tidak mengulangi lagi kesalahannya. Sembari berjalan, aku malah terkekeh dengan perbuatan ku ini, aku seperti anak kecil, tidak mengapa yang penting aku bahagia.
"Kan...",
"Bil",
"Niaaa...",
Aku semakin mempercepat langkahku ketika mendengar suara Rani yang memanggilku. Namun akhirnya,
Bruukk...
Aku terpeleset saat menuruni 3 buah anak tangga.
"Astaghfirullahaladzim...adduuhh. Sakit sekali...", aku memegangi bokongku.
"Hahhahhahahaha....", suara Rani menggelegar karena sudah dekat denganku.
"Huh dasar, temennya sakit malah di ketawain", omelku pada Rani.
"Salah sendiri, wleee...kualat tuh, hahaha...", jawabnya masih dengan ketawa khasnya.
"Ran, jajananku mana yah ?",
"Itu.", tunjuknya pada sebuah kantong plastik yang sudah bolong karena terlempar 2 meter.
Rasanya aku ingin marah, tapi mau gimana lagi ? ini memang salahku, aku saja yang tidak hati-hati.
"Udah ah, jangan diambil, udah kotor, beli lagi aja.", usul Rani.
"Tapi Ran, mubadzir...", jawabku dengan suara lirih.
"Tapi kalau dikonsumsi juga udah nggak layak Ni, udah kotor gitu ah, jijik. Ya udah deh, aku beliin ya...",
"Alhamdulillah", ucapku dengan lirih.
"Kamu bilang apa tadi ?", tanya Rani.
"Nggak pa-pa, ya udah boleh deh kalau mau dibeliin.", ucapku dengan senyuman.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALWAYS
Teen Fiction-SR Pengirim : Jl. Diponegoro No. 9 Kali ini hanya 1 halaman surat. Ku jawab dikertas lain dengan beberapa pertimbangan yang aku pikirkan untuk saran yang aku berikan. Masih ada 9 surat lagi, namun belum sempat ku baca karena bel masuk berbunyi. (Pe...