Aku hanya tak rela menghadapi semua tanya dari hatiku. Semua rindu yang menyiksa malam-malamku. Aku hanya ingin satu kata, satu masa dimana kita benar-benar saling mencoba berdamai dengan rasa yang ada. Aku hanya mengharapkan perpisahan yang dewasa, bukan hanya karena emosi semata. Seperti janji yang dulu pernah terucap di antara kita. Saat semua ini harus berakhir, kita akan kembali menjadi seperti biasa, sama seperti dulu. Kembali pada keadaan sebelum seuntai rasa mengikat kita.
Tapi kamu mengingkarinya. Kamu tak pernah menjadi ‘biasa’. Dan mungkin aku juga. Kamu berubah menjadi seseorang yang tak pernah lagi sama. Mungkin kamu tak akan pernah tahu, berapa banyak air mata yang kutumpahkan. Berapa banyak doa yang kupanjatkan. Bukan apa-apa. Aku hanya tak rela kehilangan seorang sahabatku. Tempat dimana selama ini aku bisa berkeluh kesah. Tempat dimana aku bisa menyandarkan kepalaku sejenak disaat aku merasa lelah. Aku tak ingin kehilangan kamu.
Tapi doa dan tangisku tak berbalas. Doa dan tangis yang berdasar pada kesalahan rasa. Kamu pergi, menjauh dan menjauh. Aku tak pernah mengerti apa inginmu. Aku tak pernah tahu apa yang ada di hatimu. Kamu meninggalkanku sendiri dengan sejuta tanya yang tak terjawab. Aku tertatih menata hati. Aku terseok membungkus rasa. Aku terkapar menyembunyikan setiap duka.
Kamu tak pernah lagi memandangku. Kamu selalu bersembunyi dalam diammu. Membiarkanku terluka dan terlena dalam setiap pedihku. Seakan kamu tak peduli. Atau memang kamu tak peduli? Kamu berlalu seperti angin. Meninggalkanku dalam kepingan-kepingan hati yang porak poranda. Aku begitu iri dengan mereka yang bisa dengan bebas berada disisimu. Bercanda dan berbagi cerita. Sedangkan aku, tak pernah lagi berani untuk mendekat padamu. Aku tak berani lagi menatapmu. Tenggelam dalam ketakutanku. Aku takut kamu melihat rasa itu di mataku. Aku takut tak bisa menyembunyikan rasa itu saat memandangmu.
Seandainya aku bisa pergi. Seandainya aku bisa berlari. Aku tak ingin melihatmu lagi. Tak ingin tersiksa dengan rasaku saat aku tak lagi bisa menyentuhmu. Aku hanya bisa memandangmu dari tempat persembunyianku. Tempat yang menyimpan banyak kenangan kita. Lubang yang menyiksaku dengan bayangmu. Hanya 3 bulan aku mendekap rasa. Sampai kusadari bahwa aku bukan siapa-siapa. Dan tak akan pernah menjadi siapa-siapa untukmu.
Apa maumu sayang? Aku tak pernah bisa menduga dan menebak inginmu. Sejuta amarah dan kecewa merobek hatiku. Apa aku hanya sebuah obyek untukmu? Tempatmu datang dan pergi sesuka hatimu? Tempatmu berlari saat tak kautemukan rasa dengan teman hidupmu? Atau suatu uji coba akan hatiku? Untuk tahu apakah pesonamu masih bisa menggetarkanku?Aku tak pernah berharap lebih darimu. Aku tau, aku dan kamu tak akan pernah bisa berubah menjadi ‘kita’. Ada orang lain yang lebih berhak menggenggam tangan dan hati kita. Semu… semuanya semu…
Aku hanya ingin kamu tahu, semua kulakukan karena rasaku. Rasa yang masih tersimpan untukmu. Rasa yang entah kapan akan beranjak pergi dari hatiku. Rasa yang membuatku mampu berkata “dulu aku menyayangimu, dan kini ternyata aku masih menyayangimu”. Aku akan kembali ke lubang persembunyianku. Kembali mengakrabi semua kenangan kita, sendiri. Kenangan yang selamanya akan menjadi kenangan. Semoga kamu mengerti, sayang…
Make me blind…
So, I won’t try to find you with my eyes…
Make me deaf…
So, I won’t try to hear your voice with my ears…
Untuk seseorang yang menjadi rasa rahasiaku
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Rindu
Fiksi RemajaKalau first love never die, Mungkin garis tidak harus menangis.mungkin luka itu tidak harus mengarah pada mata dan membuatnya terluka.mungkin garis akan semakin seperti garis,garis lurus. Tapi,cinta ternyata punya garisnya sendiri.sebuah garis meran...