01 New Life

146 22 6
                                    

Tanpa kedua insan itu sadari, bahwa hujan pagi itu membawa mereka ke dalam sebuah cerita rumit yang ditulis oleh semesta.

Silaunya sinar matahari diiringi dengan suara alarm yang berdering begitu kencang membuat gadis itu membuka kedua matanya. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali dan berdiam sebentar untuk kembali mengumpulkan seluruh nyawanya. Gadis itu kemudian terbangun dari posisinya dan mulai bersiap-siap pergi ke sekolah barunya.

​Tak lama kemudian gadis itu berdiri di hadapan cermin yang berada di sudut kamarnya––cermin yang menunjukkan betapa cantik postur tubuhnya dengan seragam baru yang kini tengah ia kenakan. Ia membutuhkan beberapa menit untuk merapikan rambut dan wajahnya.

​Kemudian, salah satu tangannya sedikit terangkat, "Hai." Ia menyapa dirinya sendiri sembari menyapa kehidupannya yang baru.

​Kedua sudut bibirnya terangkat membentuk sebuah senyuman lebar. Ia masih bercermin memandangi dirinya sendiri di dalam sana hingga terdengar suara yang menyerukan dirinya untuk segera bercepat-cepat.

​"Far, buruan nanti kamu telat!"

​Gadis yang mendapat seruan itu tidak lekas menjawab justru ia menyambar tas ransel miliknya dan keluar dari kamarnya. Kemudian ia menuruni anak tangga––yang jaraknya tidak terlalu jauh dengan kamarnya––dengan perlahan, dan berhenti sejenak ketika kedua matanya bergerak memandang ke arah ruang makan yang terdapat dua orang wanita di sana. Gadis itu tersenyum simpul kemudian melanjutkan langkahnya menghampiri seorang wanita berumur dengan seorang wanita paruh baya yang terduduk lemas di kursi roda.

​Gadis itu melangkahkan kakinya menuju wanita berkursi roda itu, kemudian ia berjongkok sedikit untuk memastikan bahwa Mamanya dapat menatap dirinya. Dan dengan penuh kasih sayang, gadis itu menggenggam tangan wanita paruh baya di hadapannya kemudian mengecupnya perlahan.

"Ma, Farla berangkat sekolah dulu ya." Yang mendapat sebuah pamitan darinya hanya mengangguk dengan menunjukkan senyuman hangat yang tergambar di wajahnya.

​"Oma, Farla titip Mama ya. Farla berangkat dulu." Katanya sembari mengecup tangan Neneknya. Hendak saja Farfalla melangkahkan kakinya menuju keluar rumah, wanita berambut putih itu berlari kecil menghampiri Farfalla dengan menggenggam sebuah payung di salah satu tangannya.

​"Eh, Far, tunggu sebentar." Seru Omanya kepada Farfalla.

​Dan dengan itu Farfalla memutar badan menghadap ke arah Omanya, dan salah satu alisnya terangkat membentuk sebuah pertanyaan. "Kamu bawa payungnya ya, sepertinya nanti bakalan hujan lebat."

​"Oma..." gadis berseragam itu terdengar tengah merengek kepada Neneknya. Memang benar, mayoritas remaja sekarang lebih memilih untuk berhujan-hujanan daripada harus membawa payung kesana-kemari.

​"Kamu bawa aja, buat jaga-jaga." Neneknya menyodorkan payung itu kepada Farfalla, alhasil gadis itu hanya bisa menerima paksaan dari Neneknya.

​"Iya, Oma, iya."

​Gadis itu melangkahkan kedua kakinya menuju halte bus yang terletak dekat dengan daerah rumahnya––dengan irama perlahan hingga akhirnya ia menghentikan langkahnya. Cuaca pagi ini sangat tenang ketika sinar matahari tertutupi oleh awan-awan di atas sana, dan bersamaan dengan itu rintik-rintik hujan jatuh ke tanah menimbulkan aroma petrichor yang sangat menyejukkan. Kini gadis itu tengah terduduk dengan earphone yang menempel di kedua telinganya, ia memejamkan kedua matanya sejenak untuk menikmati alunan-alunan dari melodi yang tengah ia dengarkan serta menikmati aroma sejuk dari petrichor. Dan seketika itu pula, hujan mengingatkannya dengan kata-kata yang telah ia dengar dari seseorang.

RENJANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang