Kakak dan Adik

16 0 0
                                    

Part 2: Kakak dan Adik


Obiet terpaku. Inikah yang dinamakan jalan terang menuju kebahagian ? Sebegitu mudahkah jalannya untuk menuntut balas ? Kalau memang Tuhan telah membuka jalan untuknya, untuk apa menunggu jalan lain terbuka ?

"Obiet ? Lo beneran nggak kenapa-napa ? Bengong aja lo .."

Obiet tersadar dari lamunannya.

Jika Tuhan menginginkannya untuk menuntut balas secepat mungkin, ia akan melakukannya dengan senang hati.

"Nggak kok Kak Gabriel .. Yuk .." Obiet menggeleng sekuat tenaga. Menutupi segala luapan emosi didalam hatinya yang ingin meloncat keluar.

Gabriel hanya tersenyum ramah, kemudian mengambil ranselnya dan melangkah ke mulut gang. Obiet mengikutinya dari belakang. Tatapannya tak pernah lepas dari punggung Gabriel. Adrenalinnya berpacu. Ingin rasanya mengeksekusi Gabriel sekarang juga.

'Tenang Biet .. Kamu nggak boleh gegabah .. Kamu nggak lihat tadi ? Dia ngalahin 5 orang sekaligus ! Bisa-bisa kamu jadi bubur ayam ..'

KRUEK KRUEK KRUEK

Gabriel menoleh. Tatapannya menajam.

"Lo laper ??"

Obiet nyengir. Ia memang belum mengisi perutnya dari tadi siang.

"Ntar mampir ke KFC dulu deh .. Kita makan disana .. Okeh ?"

Obiet tersenyum kecut.

Ia heran. Kenapa orang sejenis Lex, bisa memiliki anak yang dapat digolongkan sebagai anak baik-baik ?? Muncul keraguan didalam hatinya.

'Jangan-jangan dia bukan anak kandung Lex ?!!'

Obiet segera menampik pendapatnya itu, karena sekarang Gabiel telah merangkul pundaknya dan mulai membimbingnya keluar dari gang. Gabriel tertawa renyah. Obiet meringis kuda. Kemudian mereka berjalan beriringan menuju mulut gang.

Semakin sore, langit mulai berwarna jingga. Sepoi angin menyibakkan rambut kedua pemuda itu. Seorang pria berjas hitam dengan postur tinggi-tegap menghampiri mereka. Obiet mundur selangkah. Ia bergidik ngeri. Gabriel tersenyum melihat tingkah laku Obiet. Orang berjas itu membungkuk dihadapan Gabriel. Gabriel ikut membungkuk, tetapi hanya sebentar. Obiet bingung. Apakah ia harus ikut membungkuk ? Gabriel yang sadar akan kecanggungan Obiet malah tersenyum geli.

"Lo nggak perlu bungkuk juga kok .." tegur Gabriel kepada Obiet yang akan membungkuk.

Obiet meringis. Malu.

"Ayo, Biet .." ajak Gabriel.

Obiet mengikutinya dari belakang.

"Kyushin-san !" panggil orang berjas tadi.

Gabriel menoleh. Orang berjas itu menghampirinya. Kemudian mereka terlibat percakapan dengan menggunakan bahasa yang tak dimengerti oleh Obiet. Kening Obiet mengkerut ketika orang berjas hitam mengatakan 'hai' atau apalah itu, dengan sedikit berteriak.

"Biet, yok .. Makin sore nih .. Gue mulai laper .."

Gabriel berjalan menuju honda jazz hitam yang terparkir di pinggir jalan. Orang berjas itu membukakan pintu belakang untuk Gabriel. Secara spontan atau pun disegaja, gerakannya terlihat sangat terlatih.

"Biet, ayo .. Lo bengong mulu kerjaannya .." tegur Gabriel.

Obiet segera berlari menuju honda jazz hitam.

Orang berjas tetap pada posisinya, sedang membuka pintu belakang mobil. Obiet bak seorang raja. Ini kah pelayanan khusus untuk anak seorang Lex ? Pasti ini sebagian kecil dari itu. Lamunan Obiet bubar ketika matanya bertabrakan dengan orang berjas itu. Obiet merasakan perasaan yang benar-benar mencekam. Seperti ada emosi yang berlipat-lipat besarnya keluar dari mata orang berjas itu. Obiet menunduk. Tak berani menatap lagi. Hanya dengan 2 detik menatap mata itu, tubuh Obiet jadi gemetar. Pikirannya berkecamuk. Ia memang belum siap. Belum siap untuk segala hal yang berhubungan dengan Lex.

"Relax aja Biet .. Tegang banget sih .."

Gabriel tersenyum. Orang ini selalu tahu bagaimana keadaan Obiet hanya dengan menatapnya sebentar. Kalau memang ia harus berhadapan dengan orang sejenis Gabriel atau orang berjas itu, Obiet yakin. Dalam waktu tak kurang dari 1 menit nyawanya akan melayang.

'Aku memang belum siap ! Bego' banget sih aku !' jerit Obiet dalam hati.

Honda Jazz hitam mulai melaju perlahan. Ada 2 orang berjas hitam didepan. Salah satunya yaitu orang berjas yang membukakan pintu tadi. Sekarang ia sedang sibuk memencet beberapa tombol pada sebuah benda yang bentuknya hampir mirip dengan PSP milik Obiet. Apa mungkin itu PSP ?

TULILULIIT

Tetapi apakah ada orang yang bermain PSP dengan menggunakan ekspresi datar saat kalah ?? Tak lama kemudian orang berjas itu memasukkan PSP-nya ke dalam kantong. Lalu menatap jalan dengan ekspresi datar. Obiet mengalihkan pandangannya ke orang berjas lainnya yang tengah berkonsentrasi untuk menyetir. Kedua orang didepan ini sama. Datar dan dingin. 15

Obiet heran. Apakah mereka tak memiliki ekspresi wajah yang lain ? Kalau memang iya, Obiet bersedia membagi miliknya dengan kedua orang itu.

"Lo kenapa sih Biet .. Ngeliatin mereka sampai segitunya .." lagi lagi Gabriel bisa membaca pikirannya.

Obiet tersenyum kecut untuk kesekian kalinya.

"Watashitachi wa KFC he ikimasu .." kata Gabriel kepada dua orang dibangku depan.

"Hai .." ucap kedua orang berjas itu bebarengan.

Kening Obiet mengkerut. Ia tak mengerti apa yang dikatakan Gabriel. Bahasa apa yang digunakannya ? Mandarin ? Jepang ? Obiet benar-benar bingung.

"Bahasa Jepang .." Gabriel menyahut.

"Apa kak ?"

"Mereka cuma mengerti bahasa Jepang dan bahasa Inggris .. Mereka para kanshinin .."

"Kanshinin ?"

"Pengawal .. Mereka pengawal gue .."

Obiet ber-o ria mendengarnya.

Honda Jazz hitam melaju makin kencang menembus ramainya kota metropolis.

***

"Biet, dimakan dong makanannya .." tegur Gabriel disela memakan makanannya.

Obiet nyengir kuda.

"Takut ada racunnya ?? Haha .. Lo tenang aja kali Biet .. Takut amat .. Gue bukan sycho kali .." senyum Gabriel mengembang.

'Tapi ayahmu iya !' jawab Obiet dalam hati. Amarahnya kembali meluap-luap. Mati-matian Obiet menahannya agar tak keluar.

"Biet, apa perlu gue suapin agar lo makan ?"

Obiet menggeleng cepat.

"Yakin lo ?"

Obiet mengangguk, tetapi ia belum menyentuh makanannya sedikit pun.

"Kalo gitu cepet habisin .."

Obiet langsung menyantap makanannya tanpa ampun. Gabriel terkekeh geli melihat Obiet.

3 menit berlalu. Sekarang piring mereka telah kosong. Obiet menyeruput coca colanya, sedangkan Gabriel sedang menatap Obiet tajam. Obiet yang sadar tengah diperhatikan oleh Gabriel, langsung mencoba menyibukkan dirinya dengan memutar-mutar sedotannya. Gabriel masih menatap Obiet. Entah apa yang membuatnya betah melakukannya. Obiet risih. Ia mulai berprasangka buruk tentang Gabriel. Gabriel tersenyum. Obiet salting.

"Biet, gue ke sana bentar ya .. Mo bungkus sepaket buat adek gue .. Lo disini aja .." Gabriel berdiri dan mulai melangkah menuju tempat pemesanan.

Obiet baru ingat. Gabriel memiliki adik. Apakah adik Gabriel ini sama sifatnya dengan Gabriel ? Atau dia menuruni sifat ayahnya ? Dengan adanya Gabriel saja, dapat membuat Obiet bingung. Bingung bagaimana cara menuntut balas. Dan kalau anak kedua Lex benar-benar menuruni sifat Lex, dapat dipastikan Obiet tak akan bisa menembus pertahanan kakak beradik itu. Mereka berdua pasti melawan jika ada seseorang yang ingin membunuh orang tuanya.

"Yuk Biet .." Gabriel berdiri disamping Obiet dengan membawa kantong berwarna putih bertuliskan KFC.

Obiet berdiri. Mereka berdua berjalan menuju pintu keluar dimana dua kanshinin menunggu mereka. Atau lebih tepatnya menunggu Gabriel. Mereka membungkuk dihadapan Gabriel. Gabriel membungkuk sebentar, kemudian kembali melangkah menuju honda Jazz-nya. Diikuti Obiet dan kedua kanshinin dari belakang.

***

Hampir setengah jam mereka berkutat di jalanan Jakarta. Sekarang mereka memasuki sebuah kompleks perumahan elit. HIMAWARI. Tulisan itu terpampang di pinggir kanan jalan dengan sorot lampu kuning yang semakin membuatnya terlihat mewah. Obiet melihat berkeliling. Di kompleks ini tak ada rumah bergaya minimalis seperti di kebanyakan perumahan elit lainnya. Sebagai gantinya, semua rumah yang ada disini memakai gaya arsitektur istana Jepang. Semua rumah terlihat mirip bagi Obiet. Ia heran, bagaimana cara si pemilik rumah mengetahui bahwa itu rumah mereka.

Honda Jazz hitam berhenti di halaman sebuah rumah dengan corak hitam-putih disetiap bangunan rumahnya. Obiet teringat akan permainan kesukaan pamannya. Igo, permainan catur tradisional dari Jepang. Igo berbeda dengan Shogi. Jika pada Shogi setiap bidak memiliki peran tersendiri -seperti catur saat ini-, pada Igo setiap bidak sama. Tidak ada pembagian peran, sehingga dapat bergerak bebas. Igo menggunakan ratusan biji berwarna hitam dan putih bukan bidak dengan bentuk atau tulisan tertentu.

Kedua kanshinin itu membukakan pintu rumah untuk tuannya. Gabriel melangkah masuk sambil menyeret Obiet yang tak henti-hentinya berbengong ria.

"Lepas sepatu lo, Biet .. Trus pakai ini .." Gabriel memberikan sandal rumah kepada Obiet.

Obiet segera melepas sepatunya dan memakai sandalnya.

"Ayo Biet .. Gue ajak lo keliling rumah .."

Obiet mengangguk, lalu mengikuti Gabriel yang telah melangkah lebih dahulu.

Gabriel membuka pintu geser. Terlihatlah sebuah ruang keluarga. Obiet melangkah masuk. Disudut sana ada lemari hitam yang berisikan buku-buku. Disebelahnya terdapat televisi flat berwarna hitam diatas meja kayu pendek dengan rak kecil untuk menyimpan koran. Sangat cocok dengan suasana ruang keluarga. Ditengah ruang keluarga ini terdapat meja kecil nan pendek dan beberapa bantal tipis. Beberapa lukisan ikan koi besar juga terpampang di dinding.

"Ini ruang keluarga gue .. Kalo lo jalan ke lorong kanan, lo akan ketemu kamar gue dan disebelahnya kamar adek gue .. Nah kamar lo ada di lorong sebelah kiri disamping ruang permainan .. Kalo lo laper, dapur ada dibelakang .. Lo tinggal buka pintu geser dibelakang lo itu .. Paham ??"

Obiet mengangguk mengerti.

"Gue mo ke dapur dulu .. Naroh ini buat adek gue .. Lo santai aja .. Bokap gue nggak ada di rumah kok .." Gabriel tersenyum dan kemudian melangkah menuju dapur.

Obiet berjalan menuju kamarnya dengan gontai. Tetapi sesuatu membuatnya berhenti. Matanya tertuju pada sebuah frame foto yang tertelungkup diatas meja kecil ditengah ruangan. Obiet meraih frame itu dan mulai mengamati. Ada foto Gabriel bersama seorang gadis dengan pipinya yang chubby sedang tertawa.

'Jadi anak kedua Lex, perempuan ? Kalau begitu dia bukan hambatan buatku ..' ujar Obiet didalam hati.

Obiet mengembalikan frame itu ke tempat semula dan mulai berjalan menuju kamarnya. Ternyata tak terlalu sulit untuk menemukan kamarnya. Obiet menggeser pintunya. Klik. Lampu menyala. Terlihat sebuah ruangan kosong. Hanya ada sebuah meja kecil dan 2 bantal tipis. Obiet melangkah masuk. Ia ingat sesuatu. Obiet melangkah ke salah satu sudut ruangan.

SREEK.

"Haha .. Tepat seperti yang ada di Doraemon .."

Obiet mengambil kasur gulung yang ada di lemari itu dan mulai menatanya. Obiet membaringkan badannya. Terlalu banyak hal yang terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam. Pertama, kenyataan bahwa Lex masih hidup. Kedua, tanpa persiapan apapun ia memburu Lex ke Jakarta. Dan ketiga, pertemuannya dengan Gabriel. Pikirannya penat. Semua ini terlalu cepat untuknya. Tetapi bukankah Obiet sendiri yang menginginkannya cepat selesai ? Obiet mengetuk kepalanya dengan jari-jarinya. Ia benar-benar pusing. Apa ia harus menunggu sampai menemukan kelemahan Lex dan keluarganya ?

'Ya, sampai saat ini jalan itu yang terbaik ..'

Obiet memejamkan matanya. Berharap semua ini cepat berlalu setelah terbangun dari tidurnya.

***

Lelaki di depannya mulai menghunuskan pedang ke segala arah. Gerakannya terlihat rancu. Tetapi bila ditinjau dari segi tekhnik, dengan menggerakkan pedangnya seperti itu. Musuhnya tak akan mempunyai kesempatan untuk menyerang. Tetapi pada saat ini Obiet yang jadi musuhnya. Obiet yang tak mengetahui seluk beluk bela diri. Obiet yang tak pernah memegang pedang sama sekali.

"Pegang pedangmu dengan benar, atau kau akan terbunuh !!" teriak orang itu.

Obiet jatuh bangun mempertahankan pedangnya. Orang itu menyerangnya dengan bertubi-tubi. Obiet hanya memiliki kesempatan untuk bertahan, tetapi itu tak cukup. Dengan kondisinya yang lemah, ia tak bisa berkutik.

TRAANG !

Pedangnya terjatuh. Ia telah dilucuti. Orang di depannya tersenyum sinis. Ia menghunuskan pedangnya tepat dihadapan Obiet.

"Kau akan menyusul kedua orang tuamu !"

Orang itu menarik pedangnya dan dengan cepat mengarahkannya kembali ke tubuh Obiet.

"AAAARRRRGGGHH !!!"

Rasa sakit menjalar disekujur tubuhnya. Ia tak mampu berdiri lagi. Pedang itu masih menancap ditubuhnya. Perih. Sangat perih.

"Kau tak akan bisa membalaskan dendammu pada ayahku .. Kau akan mengikuti jejak orang tuamu .." wajah Gabriel muncul disana.

"Kakak ?"

Percaya tak percaya, Gabriel-lah yang telah menghunuskan pedang ke perutnya. Orang yang telah menolongnya kemarin adalah orang yang menjadi eksekutor kematiannya.

'Ini pasti mimpi !!' jerit Obiet dalam hati.

Atau memang tujuan Gabriel menyuruh Obiet menginap di rumahnya adalah untuk membunuh Obiet ? Kalau memang benar, kenapa Gabriel menolongnya ?

'Ini konyol ! Seharusnya aku yang membunuhnya ! Bukan dia yang membunuhku !'

Gabriel mencabut pedangnya dari tubuh Obiet. Seketika itu Obiet bergulung-gulung untuk menahan rasa sakit yang luar biasa. Inikah akhirnya ? Inikah akhir dari jalannya ?

"Kamu akan mati ditanganku .." Gabriel mengayunkan pedangnya ke arah Obiet.

Untuk kedua kalinya Obiet terhunus pedang. Tapi kali ini punggungnya yang jadi korban. Obiet meraung kesakitan. Sakit. Ini terlalu sakit. Tak bisa berteriak untuk meminta tolong. Ia tak bisa menolong dirinya sendiri.

Lama. Telah lama ia terbaring dengan tubuh yang bermandikan darah. Rasa sakitnya berangsur hilang. Ia tahu, ia sedang sekarat. Dingin. Ada seseorang yang menyentuh keningnya. Obiet tak terlalu jelas melihat, tetapi ada seorang perempuan berambut panjang duduk disampingnya. Menatapnya dengan iba. Ia tersenyum.

"Sivia ?" ujar Obiet lirih.

Entah mengapa senyuman perempuan itu lenyap seketika.

"Bukan !" jawab perempuan itu.

Kening Obiet mengkerut. Disisa hidupnya ini, Sivia masih ingin bercanda dengannya.

"Kalau bukan Sivia, kamu siapa ?"

Perempuan itu tersenyum dan kemudian pergi meninggalkan Obiet.

Obiet mencoba mengejarnya. Tetapi tak bisa. Ia tak bisa melihat lagi. Gelap. Semuanya hitam. Tak nampak. Tak ada cahaya. Apakah ia sudah tiada ?

Tunggu. Setitik cahaya mulai mendekat. Makin besar dan semakin besar. Obiet membuka matanya, menatap langit-langit. Matanya berkeliling. Ia ada di kamarnya.

"Mimpi buruk lagi !" Obiet mengusap keningnya sambil menegakkan badannya.

Obiet berjalan menuju dapur. 04.50. Gabriel sepertinya belum bangun.

SREEK.

Obiet melangkah menuju lemari es, lalu membukanya. Ia mengambil sebotol air putih dan langsung menegaknya tanpa ampun. Sekarang ia merasa lebih baik.

TING !

Obiet mendengar bunyi dendingan. Ia menoleh, tak ada siapapun.

'Perasaanku aja kali ..' Obiet meletakkan botol minumnya.

Kemudian ia berbalik dan melangkah menuju kamarnya.

"Berhenti atau lo bakal kehilangan leher dan isi perut lo .."

Obiet terkejut. Ada perempuan dibelakangnya. Obiet melihat tangan perempuan itu. Ya, ada sebilah pisau kecil di tangan kirinya. Obiet bergidik ngeri. Kemudian ia melirik ke tangan kanan perempuan itu. Obiet makin lemas. Ia menelan ludah. Pisau dapur besar yang biasa digunakan untuk memotong daging, sekarang berada di tangan kanan perempuan itu. Yang otomatis berada tepat di depan perut Obiet.

"Ikuti kata gue .. Jangan banyak bicara .. Sekarang jalan !"

Obiet mengikuti perintah perempuan itu. Mereka berjalan menuju ruang keluarga. 05.02. Obiet berdoa dalam hati agar Gabriel segera bangun.

"Berhenti .."

Obiet berhenti. Begitu juga dengan perempuan itu.

"Gue heran .. Tumben ada maling yang berani masuk rumah gue ? Biasanya, cuma melirik rumah gue aja, mereka takut .. Lo pakek sihir ? Atau jimat ?"

Obiet diam saja. Takut salah menjawab.

"Gue bakal kasih lo hukuman karena lo udah masuk ru .."

"OOIIIIKK !!" panggil Gabriel yang baru saja bangun tidur.

"Kakak ??" sahut perempuan itu.

Obiet lega. Ia bisa selamat.

"Lo apain si Obiet ?!!"

"Siapa Obiet ??"

"Orang yang lagi lo todong pake pisau .."

"Dia maling kak !!"

"Dia temen kakak .. Sekarang lepasin dia .. Kasian tuh pucet banget wajahnya .."

Oik segera melepaskan Obiet dan mulai melangkah pergi.

"Hei hei .. Mau kemana lo, Ik ? Kakak belom selesai bicara !!"

Oik terpaksa berhenti.

Obiet menatap Oik dari ujung rambut sampai ujung ibu jari kaki dan mulai memberi penilaian.

'Rambut panjang .. Oke lah .. Matanya bulat .. Pipi agak chubby .. Lucu juga ..'

Oik melotot ke arah Obiet.

"Ngapain lo liat-liat gue !!!" sentak Oik sambil mengacungkan kedua pisau yang ada di tangan kanan-kiri-nya.

Obiet mundur selangkah. Mencoba mengambil ancang-ancang apabila terjadi sesuatu yang tidak ia inginkan. Misalnya, dilempar pisau.

'Imut tapi shyco !! Aku mau cabut perkataanku kemarin malam tentangnya .. Cewek macam dia memang nggak bisa disepelekan !!'

"Oik, please deh .. Bisa nggak, sekali aja lo bersikap manis sama orang lain ?"

"Nggak .." jawab Oik santai.

Sekarang Oik sedang memainkan pisaunya dan membuat Obiet semakin ngeri melihatnya.

"Oik, kenalan dong sama Obiet .."

"Nggak mau Kak .."

"Oik ?!!"

"Iya deh iya .."

Oik berdiri dihadapan Obiet dan menatapnya lekat-lekat.

"HalonamagueOikdouzoyoroshiku .."

Oik melangkah pergi tanpa menunggu jawaban dari Obiet.

"Oik !! Jangan main-main ! Balik kesini, lalu ulangi dari awal .." perintah Gabriel. Tak terlihat ekspresi marah di wajahnya. Mungkin karena telah terbiasa menghadapi tingkah laku adiknya ini.

"Gue nggak mau hormat ke orang lain Kak .."

"Lakukan atau Kakak marah .."

Oik menggembungkan pipinya. Ya, dia selalu kalah bila berhadapan dengan kakaknya. Ia tidak bisa membantah. Karena memang selama ini Oik dididik untuk tidak membangkang perintah.

"Okeh .. Gue kalah .."

Oik kembali berhadapan dengan Obiet. Mereka saling menatap.

"Halo, nama gue Oik .. Douzo yoroshiku .." Oik membungkuk.

Gabriel memberi isyarat agar Obiet melakukan apa yang dilakukan Oik. Obiet mengangguk paham.

"Halo juga .. Namaku Obiet .." Obiet membungkuk.

"Nah, gitu dong .. Kakak jadi seneng .."

Oik cemberut, Obiet tersenyum garing.

"Sekarang Kakak udah puas kan ??" kemudian ia berjalan menuju kamarnya.

"Ik, tunggu bentar aja .. Kakak mau minta tolong sama lo .."

Oik membalikkan badannya.

"Apaan lagi Kak ?"

Gabriel tersenyum.

"Adik kakak tersayang .. Mau nggak nganterin si Obiet buat daftar di universitas lo ?" rayu Gabriel.

Obiet kaget, sedangkan Oik melotot ke arah kakaknya.

"Ogah !!" tolak Oik mentah-mentah.

"Ayolah, Ik .."

"Ogah .. Kakak tersayang, please deh .. Yang bener aja .."

Gabriel diam. Ia menatap Oik tajam. Benar-benar tajam.

***

Butiran air jatuh bertubi-tubi sehingga menghujam bumi dengan derasnya. Derasnya air itu membuat semua warga kampus kebakaran jenggot menutupi kepala masing-masing dengan berbagai peralatan sederhana. Misalnya tas mereka.

"Woi, cepetan dong .. Lo lelet amat .." teriak Oik kepada Obiet yang tengah berlarian menuju kantin kampus.

"Sori, Ik .." kata Obiet setelah sampai didepan Oik.

Oik tak menggubris Obiet. Ia melangkah pergi meninggalkan Obiet.

"Ik, tunggu .." Obiet berusaha mengejar Oik.

"Ik, makasih ya udah nganterin aku .." Obiet berusaha bersikap baik.

Oik berhenti.

"Nggak usah berlagak sok baik ! Lo tau kan, kalo gue dipaksa kakak gue ? Intinya GUE TERPAKSA .. Jadi, ngapain lo bilang makasih ke gue ? Mau cari muka ?!" semprot Oik.

Obiet diam saja. Ia tak bisa berkutik. Obiet benar-benar tak menyangka akan mendapatkan balasan seperti itu.

'Sifat Oik kebalikan dari sifat Gabriel ! Apa mereka benar-benar kakak beradik ??! Mereka sangat berbeda !'

Oik pergi meninggalkan Obiet untuk kesekian kalinya. Obiet berusaha mengejarnya. Tetapi seseorang menahannya.

"Cowok baik-baik kayak lo, nggak pantes buat ngejar cewek NGGAK BAIK kayak si Oik itu .."

Obiet menoleh ke sumber suara. Seorang laki-laki sebayanya tengah memegang pundak Obiet cukup erat. Raut wajahnya sangat serius. Entah apa yang ada dipikirannya.

"Maksud kamu apa ?"

Ia melepaskan cengkramannya. Kemudian dia tersenyum. Sangat sinis.

"Lo cuma tau sedikit tentang dia ! Apa lo tau dia anak siapa ?!!"

Otak Obiet bekerja lebih keras. Apa orang ini mengetahui siapa Oik sebenarnya ? Apa ia sangat mengenal Oik ? Mengapa ia menilai bahwa Oik bukan gadis baik-baik ? Apa itu semua didasari oleh Lex ? Pertanyaan demi pertanyaan mulai muncul di otak Obiet tentang orang dihadapannya itu.

"RIO CUKUP !!!" teriak seseorang dari belakang Obiet.

"Lo lagi .. Lo lagi .. Gue bosen liat lo !!" Rio tersenyum sinis.

"Heh ! Yang ada gue yang bosen liat tampang lo yang sok !!"

"So what ? Sekarang lo mau ngapain hah ? Lo mau ngebela si Oik itu ? Ayo ! Bela aja dia .. Lo cuma kage !!" Rio tersenyum puas.

"Ya, gue memang kage !! So what ? Gue nggak peduli apa kata lo .."

Obiet bengong melihat adu mulut antara dua orang didepannya ini. Tiba-tiba lengannya diseret oleh salah satu dari mereka.

"Sebaiknya lo nggak perlu dengerin omongan si Rio .. Dia cowok paling sotoi yang pernah gue temuin .."

"Rio itu anak yang tadi ?"

"Iya .. Lo anak baru ya ? Kenalin gue Ozy .." Ozy mengulurkan tangannya.

"Aku Obiet .."

'Jadi dia yang namanya Obiet ?'

Ozy tersenyum penuh arti.

Kemudian mereka saling berjabat tangan.

CKIIT.

Obiet segera melepaskan tangannya dari Ozy. Ada suatu perasaan seperti tersengat listrik pada saat ia menjabat tangan Ozy. Tetapi sepertinya Ozy tak merasakannya. Ia malah tersenyum lebar dengan wajah innocent-nya.

"Oh iya Biet .. Gue ada perlu nih .. Duluan ya .." Ozy meninggalkan Obiet dengan senyum yang masih terukir diwajahnya.

Obiet mengangguk. Dilihatnya Ozy yang kian menjauh dan menghilang di tikungan itu.

Semakin siang. Obiet bergegas pulang. Ia sendirian. Oik telah meninggalkannya. Dengan langkah terseret Obiet meninggalkan kampus. Ia pergi mencari taxi, karena tak tahu jalan pulang.

"Oik tega banget ya .. Mirip sama ayahnya .. Ckckck .." rutuk Obiet kesal.

Sebuah taxi lewat. Obiet segera berlari sambil melambai-lambaikan kedua tangannya berharap sopir taxi melihat Obiet dan memberhentikan taxi-nya. Harapannya pupus ketika seseorang menarik tas ransel Obiet dengan kuat, sehingga membuatnya jatuh terlentang.

BLUK.

Mereka mengepung Obiet. Mereka menyeringai. Obiet berusaha bangkit, tetapi mereka mendorongnya lagi. Obiet terjatuh lagi.

"Sekarang nggak ada yang nolong lo lagi !!"

Mereka adalah preman yang dikalahkan Gabriel kemarin. Rupanya mereka tidak terima atas kekalahannya.

Obiet tak bisa berkutik. Ia pasrah. Lima lawan satu. Dia benar-benar akan dihajar !

"HAJAR DIA !!!" mereka berteriak sangat semamgat.

Obiet menunduk. Ia mencoba melindungi dirinya. Beberapa pukulan sempat mendarat di tubuhnya. Rasa sakit mulai terasa. Obiet benar-benar pasrah. Tak tahu apa yang harus ia perbuat. Dia tidak mungkin meminta agar Gabriel menolongnya lagi. Kalau Oik ? Dia pasti tak peduli dengannya. Mau tak mau ia harus menolong dirinya sendiri.

Obiet berusaha bangkit. Tetapi sesering mungkin ia mencoba, hasilnya selalu sama. DIA TETAP DIKEROYOK ! Ia mulai menyerah. Tubuhnya sudah lebam dan ia terlalu lemas untuk berdiri. Mungkin sebentar lagi ia akan pingsan.

"STOP !!!"

Kelima preman itu menoleh.

"Sekali lagi kalian sentuh anak itu .. Dengan senang hati gue jadi eksekutor kematian kalian !!!"

>>>>>>>>>>>>>>

Hitam PutihkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang