Part 3: Dua Kepala Batu Mengikat Janji
"Sekali lagi kalian sentuh anak itu .. Dengan senang hati gue jadi eksekutor kematian kalian !!!"
Tatapannya menajam. Kedua tangannya bersila. Ia berdiri dengan angkuh. Bukannya ingin sok menjadi pahlawan, tetapi ia memang pahlawan bagi Obiet. Obiet tersenyum lega di tengah rasa nyeri di sekujur tubuhnya yang lebam.
"Oik ?" ucap Obiet lirih.
Kelima preman itu meninggalkan Obiet. Mereka berjalan ke arah Oik. Oik tetap tenang. Ia menatap kelima preman satu per satu. Kemudian ia merogoh sakunya dan mengeluarkan tongkat sebesar bolpoin berwarna silver. Kelima preman itu mengepung Oik.
"Ish .. Ada cewek cantik .." goda preman yang paling tinggi.
Oik diam saja.
"Kok diam aja neng ?" preman yang paling subur menepuk pundak Oik.
Oik tak bergeming.
"Cowok itu pacar eneng ? Cowok cemen kayak dia nggak usah dipacarin neng .. Mending sama saya, neng .." preman dengan berbagai tato dilengannya meraih lengan kanan Oik.
Oik tersenyum.
"Kesalahan .." jawab Oik.
KREEK !
"AAAARRRGGGHHH !!!" preman itu menjerit.
Oik tersenyum puas. Ia telah memelintir tangan si Preman. Minimal tulang preman itu tergeser.
Obiet melongo melihat perbuatan Oik tadi. Ia takjub.
Melihat temannya dipermalukan Oik, keempat preman itu langsung mengambil kuda-kuda untuk menyerang Oik bebarengan. Oik pun telah siap. Ia memasang kuda-kudanya sambil memegang tongkat silver di tangan kanannya.
"Hei .. Itu tongkat andalan lo ? Haha .. Kecil amat !!"
Oik tersenyum.
"Jangan banyak omong .. Gimana kalau langsung dimulai ??"
Keempat preman itu menyerang Oik. Mereka menyerang Oik dari segala penjuru. Kanan. Kiri. Depan. Belakang. Dengan sigap Oik menekan tombol kecil pada tongkatnya. Sedetik kemudian tongkat itu memanjang dan menebal. Panjangnya 7 kali panjang semula. Lebarnya 5 kali lebar semula. Keempat preman itu berhenti. Oik tersenyum.
"Kenapa berhenti ? Ayo mulai !" tantang Oik.
Tanpa basa-basi mereka mulai melayangkan tinju ke Oik. Tetapi dengan cepat Oik berkelit dan berbalik menyerang preman itu dengan tongkatnya. Ia menggerakkan tongkatnya seperti sebuah pedang. Oik dan tongkatnya, seperti satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan.
TRAANG BUK BAK BANG BAK BUK TRAANG
Obiet mulai bangkit ketika Oik telah selesai menghabisi keempat preman itu. Mulut Obiet menganga tak percaya melihat kelima preman yang pingsan di tengah jalan kampus.
'Ternyata Oik lebih berbahaya dari yang aku perkirakan ..'
Oik berjalan mendekati Obiet. Tongkat silvernya kembali ke bentuk dan tempatnya semula. Oik menatap Obiet yang babak belur. Ia memegang dagu Obiet dengan tangan kanannya dan kemudian menggerakkannya ke kanan, ke kiri. Membuat Obiet salting.
"Lumayan parah juga .."
Oik melepaskan tangannya.
"Ada lagi yang sakit ?"
Obiet diam seribu bahasa. Entah ingin menjawab apa. Ia terlalu shock.
'Oik habis kepentok apaan ya ? Kok tiba-tiba jadi begini ?'
"Hoi Biet .. Ada lagi nggak yang sakit ?" tanya Oik sambil melambaikan tangannya di depan wajah Obiet.
Obiet menggeleng cepat. Entah Obiet salah melihat atau tidak, Oik terlihat begitu lega.
"Yuk pulang .." ajak Oik.
Sekali lagi Obiet kaget. Mengapa tiba-tiba Oik begitu baik kepadanya ? Ini tidak masuk akal !
"Biet, lo mau pulang nggak ?"
"Iya .. Iya, Ik .." jawab Obiet gelagapan.
Mereka berjalan beriringan menuju halaman depan kampus. Masih gerimis. Oik melangkah mendahului Obiet menuju honda jazz hitam. B 893 O. Obiet membaca plat nomor mobil itu.
"Ini mobil kamu, Ik ?"
"Iya .. Emang kenapa ? Lo pikir ini mobil kakak gue ?"
Obiet mengangguk.
"Iya, kemarin Kak Gabriel pakai mobil ini kan ?"
"Bukan, lo salah liat plat nomer .. Punya kakak gue, belakangnya G .. Punya gue O .. Ayo masuk .." Oik membuka pintu mobil dan masuk ke dalamnya.
Obiet mengikutinya.
"Kamu nyetir sendiri ?" tanya Obiet lagi.
"Sekarang lo liatnya gimana ? Kalo lo liat gue duduk disini artinya gue yang nyetir .."
"Ya, jangan main semprot dong Ik .. Aku kira kamu juga punya pengawal kayak Kak Gabriel .."
"Gue nggak suka dikawal .."
Oik menjalankan mobilnya menjauhi kampus. Obiet masih berkutat dengan pikirannya. Oik. Orang yang terus berputar di otaknya. Obiet tersenyum. Ia tak habis pikir. Mengapa secepat itu Oik berubah pikiran ?
'Mungkin Oik mulai suka sama aku .. Hehe ..' Obiet cengengesan.
"Biet, gue minta lo nggak usah ke-GR-an sama sikap gue ke lo hari ini .. Oke ?"
"Hah ? Maksudnya ?"
"Barusan gue ditelpon kakak, dia bilang kalo misalnya gue nggak nebengin lo pulang, gue nggak dapet jatah makan ! Nggak lucu dong kalo gue nggak makan cuma gara-gara lo ?" Oik menatap Obiet tanpa ada rasa bersalah.
"Gi .. Gitu ya Ik ?" jawab Obiet datar.
Oik mengangguk semangat. Obiet tersenyum garing. Ternyata Oik tidak merubah sikapnya kepada Obiet.
'Aku nggak bisa berharap banyak agar sikap Oik berubah ..'
Obiet kembali lesu. Rasa sakit disekujur tubuhnya mulai muncul lagi. Tetapi ini tak seberapa. Mungkin ia akan menerima lebih banyak pukulan apabila Oik tak datang menolongnya. Ia harus berterima kasih kepada Oik. Biar bagaimana pun juga Oik tidak membiarkan preman-preman itu menghajarnya lebih parah lagi.
"Oik ?"
"Hmm ?" Oik tetap berkonsentrasi mengemudi.
Obiet menghirup nafas panjang.
"Makasih sudah nolong aku .."
"Sama-sama .."
Honda jazz hitam melaju menembus rintik hujan yang mulai mereda.
***
"Konnichiwa !" teriak Oik sesampainya di ruang keluarga.
"Konnichiwa .." jawab Gabriel yang tengah duduk manis sambil menyeduh teh ginsengnya.
"Siang kak .." sapa Obiet.
"Siang .. Duduk sini gih .. Kita minum teh sama-sama .." ajak Gabriel dengan senyum ramahnya.
Oik dan Obiet segera duduk disamping Gabriel. Gabriel mulai menuangkan teh ginsengnya ke cangkir kecil didepan Oik dan Obiet. Gabriel berhenti mendadak ketika melihat wajah Obiet yang lebam-lebam.
"Biet, lo kenapa ?"
Obiet diam.
"Oik !! Bukannya kakak udah suruh lo jaga si Obiet ?!! Kenapa dia jadi gini ?!!"
"Tapi kakak cuma bilang, harus bawa dia pulang kan ?" sangkal Oik.
"Kakak nggak mau tau .. Obati Obiet sekarang juga !!"
Oik membuka mulutnya lagi. Hendak membela diri.
"Nggak ada kata pembelaan !!!"
Oik mendengus kesal. Kemudian ia berdiri dan menarik lengan Obiet agar Obiet mengikutinya. Mereka berdua berjalan melalui lorong dalam diam. Oik diam karena terlalu kesal dengan kakaknya, sedangkan Obiet diam karena ia tahu Oik sedang marah.
SREEK.
Oik membuka pintu geser dengan tangan kirinya. Kemudian kembali menarik Obiet menyusuri koridor luar rumah. Obiet melihat berkeliling halaman rumah. Belum pernah ia berkeliling halaman samping yang ternyata begitu luas dengan berbagai tanaman bonsai yang eksotis. Obiet juga melihat kolam ikan koi yang memisahkan rumah ini dengan beberapa bangunan yang lain dan diatasnya ada jembatan yang menghubungkan rumah ini dengan sebuah bangunan yang sama bentuknya dengan rumah ini. Hanya saja lebih kecil. Mereka mulai menyebrangi jembatan itu.
KRIEK KRIEK.
Decit kayu jembatan turut menyumbang bunyi ditengah kesunyian mereka. Oik tetap menyeret Obiet dengan paksa.
"Oik, kita mau kemana sih ?"
Oik tak menjawab.
"Oik ? Mau kemana nih ?"
"Mau ngobatin lo .."
Mereka telah sampai didepan sebuah pintu geser. Oik membuka pintunya dan melangkah masuk sambil menyeret Obiet. Oik segera melepaskan genggamannya dan berlari ke sudut ruangan.
"Ini ruangan apa Ik ?"
Mata Obiet berkeliling. Ruangan ini sangat luas tetapi tak satu pun barang yang terlihat oleh matanya.
"Ruang latihan .. Kakak biasa latihan disini .."
Obiet manggut-manggut mendengar jawaban Oik.
"Nah ini yang gue cari .." ucap Oik sambil menenteng tas P3K. Oik berlari menghampiri Obiet.
"Duduk .."
"A .. Apa ?"
"Lo mau diobatin nggak ? Kalo mau, cepet duduk !!!"
Tanpa pikir panjang Obiet segera duduk. Oik memposisikan dirinya berhadapan dengan Obiet. Ia membuka tas P3K dan mengeluarkan beberapa peralatan didalamnya. Sedikit demi sedikit Oik meneteskan betadine ke kapas. Kemudian mengoleskannya perlahan ke bibir Obiet yang berdarah. Obiet meringis kesakitan.
"Sakit ya ?"
"Ya sakitlah !!" Obiet menatap Oik.
Mata mereka bertemu. Obiet merasakan ada sesuatu yang berbeda dari tatapan Oik. Lebih lembut. Iya, benar-benar lebih lembut.
"Ngapain tampang lo kayak gitu !!!"
Obiet gelagapan. Ia mengalihkan pandangannya ke segala arah, kecuali ke arah Oik.
"Nggak kok .."
"Oh .. Nih, olesi sendiri .. Salep ini bisa ngurangi rasa sakit lo .." Oik memberikan sebuah salep kepada Obiet.
"Selesai lo olesin, langsung ke ruang keluarga .. Kakak pasti ngambek kalo lo nggak balik .." Oik bangkit dan mulai berjalan keluar ruang latihan.
Oik berhenti. Obiet menggenggam lengan Oik.
"Makasih buat semuanya .."
Oik menghela nafas.
"Hari ini udah tiga kali lo bilang makasih ke gue .. Dan udah tiga kali juga lo tau kalo semua yang gue lakukan buat lo itu karena TERPAKSA .. Kenapa lo masih bilang makasih ke gue ?"
Obiet tersenyum.
"Terpaksa atau nggak .. I just wanna say thanks .."
Oik diam sejenak. Kemudian ia melepaskan genggaman Obiet dan mulai melangkah keluar.
"Terserah lo .."
***
Obiet. Sosok asing yang baru saja ia kenal hari ini. Orang aneh yang tiba-tiba muncul dihadapannya dengan wajah tanpa dosa. Apa memang Obiet orang yang seperti itu ? Mengapa kakaknya dengan mudah memasukkan orang semacam Obiet ke rumah mereka ? Padahal kakaknya sangat tidak nyaman apabila ada orang asing yang berkunjung ke rumahnya. Bahkan ketika Ozy, sahabat Oik datang berkunjung, kakaknya terlihat agak kesal. Tetapi sekarang ? Obiet tinggal di rumah mereka dan kakaknya sendiri yang menawarkannya. Siapa Obiet sebenarnya ?
'Gue akan buka kedok lo, Obiet .. Nggak akan lama lagi, gue akan tau siapa lo sebenarnya ..'
SREEK.
"Oik ? Duduk gih ?"
Oik mengangguk.
"Maaf soal tadi .. Bukannya kakak ingin bentak lo, Ik .. Tapi, ada sesuatu yang harus kakak selesaikan .."
"Menyangkut Obiet ??"
Gabriel mengangguk. Perlahan ia meminum teh ginsengnya sambil menatap Oik.
"Ik, tolong jaga Obiet .. Demi kakak .."
Oik menghela nafas panjang. Ia akan menuruti apa kata kakaknya, walaupun ia tak tahu apa masalah kakaknya dengan Obiet.
"Iya deh .."
Gabriel tersenyum.
"Diminum gih, tehnya .."
Oik membungkuk sedikit, kemudian mengambil cangkirnya dan meminum isinya.
SREEK.
"Siang .." sapa Obiet.
"Siang .. Gimana Biet ? Udah baikan ?"
Obiet mengangguk. Lalu ia duduk disamping Gabriel dan mulai meminum tehnya.
"Jadi gimana ?" tanya Gabriel kepada Obiet.
"Gimana apanya kak ?" Obiet balik bertanya ditengah acara minum tehnya.
"Adek gue, Oik .."
BUURRR.
Obiet dan Oik menyemburkan teh yang ada di mulut mereka bebarengan. Oik melotot ke arah Obiet, begitu pula sebaliknya.
"Lo nyembur ke muka gue !!"
"Kamu juga !! Basah semua nih !!" balas Obiet tak mau kalah.
"Hoi, yang nyembur duluan tuh siapa ?!! Lo kan ??"
"Enak aja .. Kamu yang nyembur duluan !!"
Mereka berdebat hebat. Tak ada satu pun yang berniat mengalah. Ditengah perdebatan itu, hanya ada seseorang yang benar-benar tenang. Dengan santainya ia mengisi kembali cangkirnya yang telah kosong, kemudian meminum isinya perlahan. Seperti tidak terganggu.
Obiet dan Oik saling melotot. Posisi mereka seperti ingin berduel, satu lawan satu. Tetapi niat itu urung ketika BB Oik bernyanyi riang. Dengan sigap Oik mengangkat telepon itu.
"Halo .."
Obiet kembali duduk. Ia melirik Gabriel yang tengah menikmati teh ginsengnya.
"Oke, gue ke sana sekarang .."
Tuut, sambungan terputus.
"Kak, gue keluar dulu ya .."
"Okeh .." jawab Gabriel.
Secepat mungkin Oik melesat pergi menuju mobilnya yang akan membawanya ke suatu tempat untuk mengungkap semua pertanyaan yang ada dalam otaknya.
SRUUT.
"Haah .. Yah, begitulah Oik .." kata Gabriel memecah keheningan sepeninggal Oik.
Obiet menoleh dan menatap Gabriel dengan heran.
"Datang dan pergi kapan pun ia mau .. Dia seperti kaze .."
"Kaze ?"
"Angin .."
"Ooh .."
"Angin yang selalu berhembus disaat yang tepat .. Kapan pun lo butuh dia, ya disitulah Oik .. Itu sering terjadi .. Dia selalu ada saat gue butuh bantuan .."
Obiet mendengarkan dengan seksama.
"Gue sayang banget sama dia .. "
Gabriel tersenyum.
"Kalo lo butuh bantuan, lo bisa bilang ke gue atau ke Oik .."
Obiet mengangguk. Ada perasaan agak bersalah ketika ia menatap Gabriel yang menatapnya dengan tulus.
'Sampai kapan aku harus menahan semua ini ?'
***
Oik mengendarai honda jazz-nya dengan brutal. Selip kiri. Selip kanan. Berkali-kali ia membunyikan klaksonnya dengan semangat. Ya, ia terlampau semangat. Kenapa ? Karena sebentar lagi ia akan mengetahui jati diri orang asing yang ada di rumahnya.
"Obiet .. Sebenarnya apa urusan lo sama kakak gue ?"
BB Oik bernyanyi lagi.
"Apa ? Nih gue udah di jalan Zy .. Sabar dikit napa !! Iye iye .. Lo nggak sabaran banget sih .."
Tuut, sambungan terputus.
Oik memacu honda jazz-nya lebih cepat hingga tak sampai 5 menit ia sudah berada di rumah Ozy. Terlihat Ozy yang tengah sibuk dengan laptop birunya. Lekuk wajahnya menggambarkan kekhawatiran yang mendalam. Oik turun dari mobilnya, lalu berlari menuju Ozy.
"Oik ?"
"Zy, siapa dia ? Apa hubungannya dia dengan kakak gue ?"
"Sebaiknya lo baca sendiri .." Ozy menyodorkan laptopnya.
Oik membaca data diri itu dengan seksama. Tak ingin kehilangan informasi sekecil apa pun.
3 menit berlalu. Setiap kata dalam data diri itu berputar-putar di otaknya. Jantungnya berdegup lebih kencang. Mati-matian Oik menahan amarahnya.
"Lo dapat data ini dari siapa ?"
"Seperti biasa, Ik .. Sidik jari .. Gue dapet waktu kenalan sama dia .."
"Dia orang terakhir yang kita cari, Zy .."
"Ya, karna itu gue minta lo buruan ke rumah gue .."
"Gue cuma nggak nyangka kalo dia bisa melangkah sejauh ini .. Bahkan kakak gue .."
Oik mendadak diam.
"Kenapa Ik ?"
"Kakak gue sendiri yang beri izin dia untuk masuk rumah .. Apa mungkin kakak gue udah tau siapa Obiet ?"
Ozy mengangkat kedua bahunya bebarengan.
"Ya mana gue tau Ik .. Kan lo yang di rumah .."
Oik termenung. Otaknya berpikir keras tentang semua kemungkinan yang akan terjadi.
"Ik, ada lagi yang mau gue laporin .."
"Apaan ?"
"Mereka mulai bergerak .. Kita harus cepat Ik .. Gue takut kalo mereka tau yang sebenarnya tentang lo .."
Oik terdiam lama. Sangat lama.
"Gue punya ide Zy .."
Oik menarik lengan Ozy menuju honda jazz-nya.
"Ik .. Mau kemana nih ??"
"Deva .."
"Ik, lo gila apa ? Deva itu bagian dari mereka .."
"Udah ah .. Jangan banyak omong .. Yuk .."
Oik menyeret Ozy. Tetapi Ozy tak kian beranjak dari tempatnya.
"Zy, kenapa lagi ?"
Ozy diam. Raut wajahnya berubah.
"Ik, sebenarnya gue juga mau tanya ke lo .."
"Tanya apaan ?"
"Apa lo nganggep gue sebagai kage ?"
Oik diam. Matanya menatap Ozy tajam.
PLAK !
Ozy memegang pipi kirinya yang memerah. Nafas Oik naik turun. Tangannya masih bergetar setelah menampar Ozy. Amarahnya mencapai ubun-ubun.
"Ozy .. Lo itu satu-satunya cowok yang ngerti gue .. Gue kenal lo dari kecil .. Gue udah nganggep lo sebagai sahabat gue .. Apa itu kurang ? Gue tau, kalo tugas lo itu jadi bayangan gue .. Yang jaga gue, yang melindungi gue .. Gue paham posisi lo .."
Ozy tak bisa membalas. Ia memang salah.
"Please Zy, gue minta lo nggak nyebut kata itu lagi dihadapan gue .."
Ozy mengangguk.
"Sorry Ik .. Gue cuma .."
"Ssssttthh .. Kita nggak punya banyak waktu .. Yuk .."
Oik menyeret Ozy menuju honda jazz-nya. Mereka berangkat menuju kediaman Deva, orang yang dianggap Oik sebagai pembuka jalan buntunya.
***
23.45. Hujan gerimis perlahan menjadi lebat. Hawa dingin mulai menusuk tulang. Angin yang berhembus tak segan-segan mengoyak pertahanan pemuda itu dari hawa dinginnya. Entah mengapa hari ini ia tak bisa tidur dan lebih memilih untuk duduk-duduk di koridor samping sambil menikmati hujan.
"Lo belum tidur ?"
Obiet tersentak kaget. Di belakangnya telah berdiri Oik yang setengah basah. Mungkin karena diguyur hujan.
"Nggak bisa tidur .."
"Kakak mana ?"
"Udah tidur dari tadi .."
"Baguslah kalo gitu .. Gue mau ngomong sama lo .."
DEG !
Perasaan Obiet tak karuan. Hatinya merasa tak enak. Ada apa ini ? Apa yang akan Oik katakan ?
"Ada apa ?"
"Gue udah tau siapa lo sebenarnya .."
DUAAR !
Suara petir menyambar bumi. Bagi Obiet, bukan bumi yang disambar oleh petir, melainkan jantungnya. Degup jantungnya sangat keras dan terlampau cepat. Otaknya berhenti berpikir. Tetapi ada satu pertanyaan dalam hatinya. Bagaimana Oik mengetahuinya ?
"Gue udah tau semua tentang lo .. Wahai OBIET PANGGRAHITO .."
Obiet hanya dapat menatap Oik tanpa mengeluarkan suara.
"Lahir 16 Juli, 19 tahun silam .. Tinggal di Surabaya dengan bibinya, Bibi Irva .. Kedua orang tuanya meninggal 9 tahun yang lalu karena dibunuh .. Dan lebih tepatnya dibunuh bokap gue !!"
Obiet mengalihkan pandangannya ke halaman samping. Ia bingung. Tak tahu apa yang harus ia lakukan.
"Dan lo pergi ke Jakarta untuk balas dendam .. Iya kan ? Lo mau bunuh keluarga gue kan ?"
Tangan Obiet mengepal. Emosinya meluap-luap. Rahasianya telah terbongkar. Oik telah memegang kuncinya.
"Ada satu hal yang perlu lo tau .. Kakak .. Gabriel bukan kakak kandung gue .. Dia anak angkat .."
Obiet kembali menatap Oik. Dugaan awalnya tentang Gabriel ternyata tepat. Gabriel memang bukan anak kandung Lex.
"Jadi gue minta lo nggak nyentuh dia sedikit pun .. Karena ini masalah gue dan lo .."
"Lalu ?"
"Kita bikin perjanjian .."
"Perjanjian apa ?"
"Lo harus janji .. Lo nggak akan nyentuh kakak, apapun yang terjadi .. Dan gue janji .. Gue akan mati di tangan lo .. Karena kalo lo bisa bunuh gue .. Itu artinya lo bisa bunuh bokap gue .. Deal ?"
Obiet menatap Oik tajam. Ia tak menyangka. Seorang Oik membuat sebuah perjanjian yang bahkan tidak ada keuntungan baginya. Perjanjian ini malah menguntungkan bagi Obiet. Karena ia hanya dituntut untuk tidak menyentuh Gabriel.
"Oke .. Deal .."
Oik tersenyum.
"Lo bisa pegang janji gue .. Karena gue bukan tipe orang yang ingkar janji .. Gue harap lo juga begitu .." ucap Oik sambil berlalu.
"Kau bisa percaya denganku .."
Obiet tersenyum. Pertarungannya dengan Oik telah dimulai, walau ia tahu dirinya belum siap akan semua ini.
***
Gabriel memandang dua remaja disampingnya secara bergantian. Entah mengapa ia merasa aneh ketika menatap kedua remaja itu. Ia tahu kalau Obiet dan Oik tidak akrab. Tetapi kenapa jadi begini ?
"Kalian berdua kenapa sih ?"
Obiet menggeleng, sedangkan Oik diam saja.
"Oik, ada apa ini ?"
"Nggak ada apa-apa kak .." Oik melanjutkan makan.
"Biet, cerita sama gue .. Ada apa sih sebenarnya ?"
Obiet menggeleng lagi.
"Nggak ada apa-apa kok kak .."
Gabriel kembali diam. Ia merenung. Ia merasa ada sesuatu yang terjadi antara Obiet dan Oik. Tetapi ia tak tahu apa itu.
"Kak, berangkat dulu ya .." Oik berdiri.
Gabriel mengangguk. Obiet ikut berdiri.
"Aku juga berangkat ya kak .."
"Hati-hati di jalan .. Oik !! Jangan ngebut !!!"
Oik menoleh.
"Iya .. Kakak bawel deh .."
Oik tersenyum.
"Jangan macem-macem ya Ik .."
"Iya kakak bawel .." Oik tersenyum lagi yang dibalas senyum manis Gabriel.
Obiet yang ada di antara mereka hanya bisa diam. Diam melihat adegan berbalas senyum yang diperankan oleh kakak beradik. Oh, bukan. Bukan kakak beradik. Entah mengapa Obiet merasa tak nyaman diantara mereka.
'Mereka bukan kakak beradik .. Rasanya ada yang aneh dari senyuman itu ..'
Oik beranjak pergi, Obiet menyusulnya. Tinggal Gabriel sendiri. Ia sedang memutar otaknya untuk menemukan jawaban dari pertanyaannya tadi. Semakin lama ia memikirkan Oik dan Obiet, semakin sakit kepalanya.
"Oik, sebenarnya apa yang lo sembunyikan dari kakak ?"
***
"Ah la la la la la la life is wonderful .. Ah la la la la la la life goes full circle .. Ah la la la la la la life is wonderful .. Ah la la la la la la it is so .."
"Zy, diam bentar aja .. Acha nggak konsen gara-gara dengar kamu nyanyi .."
Ozy menoleh menatap peri kecilnya.
"Lho bukannya lagu ini lagu kesukaan kamu ?"
"Tapi, kalo dinyanyikan di saat yang nggak tepat ya jadinya nggak enak didengar Ozy .."
"Emang kamu lagi ngapain sih ? Baca tulisan nggak jelas gitu .."
Acha menutup bukunya, lalu menatap Ozy yang tengah mengkerutkan kening.
"Ini huruf jepang Ozy .. Satu bulan lagi ada tes EJU .. Acha mau ikut .. Jadi harus belajar .."
"Hmm, susah ya punya cewek yang pinter kayak kamu .."
"Seharusnya Acha yang susah, bukan kamu .. Acha selalu diduain sama laptop biru kamu itu .." Acha merengut sambil melirik laptop biru Ozy yang asyik bergaya dipangkuan pemiliknya.
"Hehe .. Jangan merengut gitu ah .. Jelek .. Senyum dong .. Acha kan peri Ozy yang paling cantik .." Ozy mengedipkan matanya.
"Apaan sih .. Dasar genit .." Acha mencubiti Ozy sambil tertawa.
Mereka asyik tertawa. Menikmati tiap detik waktu yang sangat berharga bagi mereka.
"Ehem .. Yang asyik berduaan ? Lupa kalo disini juga ada orang .."
Ozy menoleh, Acha melongok. Mereka memperlihatkan gigi-giginya dengan wajah tanpa dosa.
"Oik ? Obiet ?"
"Hai Zy .." sapa Obiet.
"Cha, gue pinjem Ozy bentar ya .. 5 menit deh .."
Acha mengangguk.
"Pinjem aja .. Gratis kok .."
Ozy menatap Acha dengan wajah memelas.
"Kok gratis sih Cha ? Minta bayaran gitu .. Lumayan buat malam mingguan .."
"Gue cuma mau bayar kalo buat kencan malam jum'at di kuburan .. Mau Zy ?"
Ozy meringis kuda dengan tampang ketakutan yang lucu. Acha tertawa. Obiet (mau tak mau) tersenyum. Oik ? Ia tertawa lepas melihat ekspresi Ozy.
"Udah ah .. Yuk Zy .."
"Daah .. Acha .."
Acha tersenyum.
"Obiet ! Jangan macam-macam sama peri-cantik-punya-aa'-Ozy-yang-paling-ganteng-sekampung-melayu !!"
Obiet mengangguk. Sedangkan Acha tertawa hingga lepas kontrol.
"Ozy itu pacar kamu ?"
"Apa ?" tanya Acha yang belum sepenuhnya berhenti tertawa.
"Ozy itu pacar kamu ?"
Acha mengangguk sambil tersenyum malu.
"Oh, iya .. Aku Obiet .. Kamu ?" Obiet mengulurkan tangannya dan Acha menyambutnya.
"Acha .. Kamu anak baru ya ?"
Obiet mengangguk.
"Waah, selamat datang ya .. Acha yakin kamu bakal betah disini .."
Obiet tersenyum. Satu lagi orang yang meresponnya dengan baik. Acha.
"Nih Cha .. Ozy gue balikin nih .."
"Hari ini gue jadi barang pinjeman nih .."
Acha dan Oik tersenyum. Sedangkan Obiet hanya menatap Ozy yang sedang membentuk kedua tangannya menjadi sebuah corong.
"HOI .. ADA LAGI YANG BERMINAT MINJEM GUE ?" teriak Ozy sambil bergaya ala banci didepan semua mahasiswa/i yang lewat.
Sontak Acha dan Oik tertawa lepas. Oik mencubiti Ozy, sedangkan Acha membungkuk menahan tawa.
Obiet diam. Pandangannya tertuju pada Oik. Oik yang tengah tertawa. Oik yang riang. Sosok Oik berubah menjadi lebih hangat dibandingkan dengan sosok Oik ketika berhadapan dengannya.
'Lho Biet ngapain kamu liatin dia ? Kamu nggak iri kan ?'
***
"Dev nggak lupa apa yang kita omongin kemarin kan ?"
"Gue udah bilang ke atasan gue seperti yang lo suruh .." jawab seseorang yang jauh disana.
"Lakukan tugas lo .."
Diam. Tak ada jawaban dari Deva.
"Dev ?"
"Hmm ?"
"Jawab pertanyaan gue .."
"Gue nggak bisa janji .."
"Kenapa ?!!" tanya Oik.
Sekali lagi Deva diam.
"Deva ?!!"
"Ada janji lain yang harus gue tepati .."
"Gue nggak mau tau !! Lo harus lakuin tugas lo .."
Tuut, sambungan terputus.
Oik mendengus kesal. Rencana yang susah payah ia bangun bersama Ozy harus dilakukan malam ini juga. Sedangkan Oik mendapatkan jawaban yang tak pasti dari Deva, aktor utama rencananya. Oik memukul kepalanya dengan BB-nya. Pusing. Pembuluh nadi yang ada di kepalanya berdenyut-denyut menyakitkan. Ia harus melakukan sesuatu.
'Tanya Ozy .. Dia pasti sudah selesai ..'
Tuut .. Tuut .. Tuut ..
"Halo ?"
"Zy, tugas lo udah selesai ?"
"Tinggal dikit, Ik .. Nih kakak gue lagi bantuin .. Ntar kalo udah jadi, langsung gue kirim ke rumah lo .."
"Untung deh .."
"Lo yakin mau lanjut, Ik ?"
"Kita nggak punya cara lain .. Gue yakin, cara ini bisa buat mereka lengah .."
"Iya, kalau ini semua sukses !! Kalau nggak ? Lo sama saja dengan BUNUH DIRI !!!"
"Gue tau .. Oleh karena itu aa'-Ozy-ganteng-sekampung-Melayu masak ramuan itu baik-baik !! Okeh ?!!!"
Tuut, sambungan terputus.
Oik mendengus kesal. Dihatinya terbesit sedikit keraguan. Berhasil atau gagal. Ia akan menerima salah satu diantaranya. Bila ia berhasil, ia akan menjauhkan orang-orang itu dari keluarganya dan kehidupannya. Tetapi bila ia gagal, nyawa taruhannya.
'Gue harus bujuk Deva .. Cuma dia yang bisa gue andalkan dalam hal ini ..'
Oik meraih BB-nya dan mulai mengetik sebuah pesan singkat yang diyakininya akan merubah jawaban Deva. Tanpa sepengetahuan Oik, sepasang mata tengah menatapnya tajam dari halaman samping.
***
Dengan pakaian casual serba hitam ia merebahkan dirinya di kasurnya yang empuk. Harum aroma terapi yang ia beli kemarin malam memberikan efek yang cukup untuk merelaksasi otaknya. Penuh. Pening. Itulah yang ia rasakan dari kemarin. Permohonan yang ia dengar langsung dari bibir Oik membuatnya berpikir berulang-ulang. Bahkan karena hal itu ia bolos untuk melatih tim Kendo Jakarta yang akan berlaga di ajang Internasional mewakili Indonesia.
"Dasar Oik .. Apa sih yang lo pikirin ? Lo nekat banget .."
Ia memegang keningnya. Mengusapnya perlahan ditambah sedikit kasih sayang. Ia berharap agar otaknya menemukan kemungkinan guna menjelaskan kepadanya apa tujuan Oik yang sebenarnya.
TULILULIT.
Ia meraih handphone-nya dan menekan beberapa tombol sehingga terbukalah sebuah pesan singkat.
From : Oik
Dev, awalnya gue yakin lo bakal nolak permintaan gue mentah-mentah .. Tapi gue yakin lo pasti tau posisi gue .. Gue cuma ingin mereka jauh dari orang yang gue sayang .. Cuma itu .. Plese Dev, bantu gue ..
Deva melemparkan handphone miliknya dengan kesal.
"Oik, apa lo benar-benar sayang sama Gabriel ? Begitu sayangnya lo sama dia, sampai lo rela masuk kandang singa cuma buat melindungi dia ?"
Nafas Deva naik turun. Harum aroma terapi miliknya tak mampu lagi merelaksasikan dirinya. Ia tak mampu lagi menahan sesuatu dalam hatinya. Ia memang tak mampu. Deva bangkit dari tempatnya. Ia berjalan menuju lemari kecil disamping ranjangnya dan kemudian mengambil handphone lainnya dari dalam laci. Deva sibuk menekan beberapa tombol. Lalu ia membacanya berulang-ulang.
To : Oik
Ok, gue bakal bantu lo .. Apapun yang lo mau ..
Message sent.
***
Malam makin larut. Oik bergegas mempersiapkan diri. Ia mengambil semua perlengkapan yang ia perlukan dengan bebas karena kakaknya tengah menginap di Bandung untuk menyelesaikan urusan kantor. Oik berjalan bolak-balik tanpa mempedulikan Obiet yang menatapnya dengan heran.
"Oik ?"
Tak ada jawaban.
"Oik ? Oik ?"
Oik tetap diam.
TULILULIT.
Oik mengambil BB dari dalam kantongnya dan membuka pesan yang masuk. Ia tersenyum. Tanpa pamit, Oik meninggalkan Obiet. Obiet yang dari siang tengah mengintai Oik menjadi makin penasaran. Ia langsung berdiri dan berlari mendahului Oik untuk menahannya.
"Mau kemana ??" tanya Obiet.
"Bukan urusan lo .."
"Oik, mau kemana ?!!"
Oik mengatur nafasnya yang dari tadi berantakan. Kemudian ia menatap Obiet.
"Bukannya lo ingin misi balas dendam lo cepat selesai ?"
Obiet diam saja.
"Bukannya lo ingin nyawa gue cepat melayang ?"
Obiet tetap diam.
"Kalau lo ingin itu, biarkan gue lewat .."
Oik mendorong Obiet hingga jalannya tak terhalang lagi. Lalu ia berjalan menuju honda jazz-nya. Tetapi tiba-tiba Oik berhenti. BB-nya bernyanyi riang. Oik mengangkat telepon yang masuk dan mulai berbicara dengan serius didepan moncong honda jazz-nya. Kesempatan itu digunakan Obiet untuk masuk ke dalam mobil Oik. Obiet mengendap-endap. Perlahan ia mulai membuka pintu belakang mobil dan masuk ke dalam dengan melipat tubuhnya agar Oik tak sadar akan kehadirannya. Tak lama kemudian Oik masuk ke dalam mobil dan mulai menjalankannya menuju ke suatu tempat yang masih misterius bagi Obiet.
***
30 menit sudah Obiet melipat-lipat tubuhnya di bangku belakang mobil. Tubuhnya mulai pegal karena terlalu lama ditekuk.
CIIITT.
DUUK.
Oik memberhentikan mobilnya mendadak dan menyebabkan kepala Obiet terbentur.
"Lo tuh keras kepala ya ? Udah gue bilang kalo ini bukan urusan lo, Obiet !"
Obiet bangkit dan duduk di bangku belakang sambil meluruskan kakinya.
"Aku cuma penasaran aja .."
"Lo tuh bisa buat rencana gue hancur tau !!!"
Obiet diam saja.
Oik mengambil BB-nya dan mulai menekan beberapa tombol.
"Zy, lo kesini sekarang .. Ada orang yang nggak diharapkan datang ke sini .. Cepet ya Zy .."
Tuut, sambungan terputus.
Oik menatap Obiet tajam dan begitu pun sebaliknya. Hampir sepuluh menit mereka habiskan untuk saling menatap. Tetapi juga disertai luapan amarah dari tiap tatapan mereka.
TUK TUK TUK.
"Oik ??"
Oik menoleh dan membuka pintunya.
"Lo awasi nih anak .. Dia bandel banget .."
Oik melangkah pergi tetapi Ozy menghentikannya.
"Lo udah minum yang gue kasih tadi ?"
"Udah .."
"Hati-hati, Ik .."
Oik mengangguk, lalu melangkah pergi. Tiba-tiba Obiet keluar dan mengejar Oik. Tetapi Ozy berhasil menahannya.
"Biet, kalo lo ikut campur .. Pengorbanan Oik akan sia-sia .."
"Maksudnya ?"
"Gue akan ajak lo .. Kita lihat dari jauh .. Tetapi lo harus janji, jangan lakukan tindakan bodoh !!"
"Aku janji .."
Ozy dan Obiet mulai mengendap-endap untuk masuk ke dalam lahan yang penuh dengan bangkai mobil. Mereka terus berjalan. Berjalan. Hingga akhirnya mereka berhenti di balik sebuah bangkai mobil kijang dan bersembunyi disana. Obiet mengangkat kepalanya agar bisa melihat Oik. Ya, ia dapat melihat Oik yang begitu mencolok dengan jaket putih itu. Disana Oik telah dikepung oleh pria-pria berpakaian serba hitam. Mereka terlihat seperti dua kanshinin yang mengawal Gabriel. Hanya saja mereka orang lokal. Ozy mengikuti tindakan Obiet. Ia mengangkat kepalanya. Tetapi ia kembali turun sambil menarik Obiet.
"Ada yang datang .." bisik Ozy.
Dan benar saja. Setelah Ozy menutup mulutnya, ada seorang pria yang datang. Ia juga menggunakan pakaian serba hitam. Kulitnya putih. Dari jauh Obiet bisa mengetahui kalau pria itu memiliki paras yang mampu membuat para wanita luluh pada pandangan pertama. Tetapi ada satu hal yang membuat Obiet bergidik ngeri. Ada rantai dengan ukuran sedang yang tengah dipegang oleh pria itu.
"Akhirnya lo datang .. Ini akan dimulai .."
"Dia siapa Zy ?"
"Deva .." jawab Ozy singkat.
Ia kembali mengawasi Oik. Obiet mengikutinya.
Ia melihat pria bernama Deva tengah disambut oleh seorang pria yang memakai jas hitam yang ada dihadapan Oik. Tunggu. Sepertinya Obiet mengenali pria itu. Tetapi apakah mungkin ?
"Sial ! Kenapa Rio yang datang ?!!"
Obiet menoleh.
"Itu Rio, Zy ??"
"Iya .. Lo akan tau siapa dia .."
Obiet kembali menatap Oik. Entah mengapa ia merasa ada sesuatu yang salah dari diri Oik. Tetapi ia tak tahu apa itu. Obiet tetap menatap Oik. Sekarang Rio tengah berbicara dengan Oik, sedangkan Deva ada tepat dibelakang Oik. Tiba-tiba Rio berteriak.
"GUE BOSNYA !!! TURUTI APA KATA GUE !!!"
Sepertinya Oik telah mengucapkan hal yang tak ingin Rio dengar. Obiet mendadak tegang. Ia melirik ke arah Ozy. Ternyata Ozy tampak lebih tegang dari pada dirinya.
DOR !
Refleks Obiet menutup telinganya dan meringkuk dengan nafas tak beraturan. Jantungnya berdetak cepat. Setiap kejadian buruk yang berhubungan dengan tembakan, melintas cepat di otaknya. Ia memang trauma. Sangat trauma.
"Oik .." ucap Ozy yang ternyata ikut meringkuk di sebelahnya.
Obiet mendongak. Ia menatap Ozy.
"Apa ?" suaranya masih gemetar.
"Gue nggak berani lihat lagi .." Ozy menunduk.
"Liat apa Zy ?"
"Oik .."
Obiet memberanikan diri untuk melihat ke arah Oik lagi. Dan betapa terkejutnya ia saat melihat Oik yang tengah mencoba berdiri sambil memegang kaki kirinya.
"Oik kena tembak Zy ! Ayo kita tolong dia .." Obiet menarik lengan Ozy, tetapi Ozy malah menarik balik lengan Obiet.
"Kalo kita keluar, kita bakal dibunuh .."
"Kamu itu temannya Oik kan ? Sekarang dia butuh bantuan .."
"Tapi itu yang Oik minta .. Dia minta gue agar nggak nolong dia .."
Obiet diam. Ia kembali menatap Oik yang sekarang tengah berbicara dengan Rio. Dan sekali lagi Rio berteriak.
"GUE MUAK SAMA LO !!! DEV, BUNUH DIA !!!"
Jantung Ozy dan Obiet kian berpacu. Mereka berdua ingin menolong Oik, hanya saja mereka tak bisa. Ozy tak dapat menolong Oik karena ia terlanjur janji, sedangkan Obiet tak dapat menolong karena tangannya dicengkram erat oleh Ozy.
Deva mulai memainkan rantai yang ia bawa. Semuanya tegang. Termasuk Obiet. Ingin rasanya ia berlari ke sana dan menghalangi Deva untuk membunuh Oik. Tetapi itu sudah terlambat. Deva telah berhasil melingkarkan rantainya ke leher Oik yang masih berusaha keras untuk keluar dari jeratan rantai itu. Semuanya sia-sia. Obiet telah melihat Oik yang terkulai lemas dan kemudian jatuh tak bergerak. Nafas Obiet sesak seketika.
'Apa Oik sudah .. Nggak mungkin ..'
Obiet teringat perjanjian yang ia buat dengan Oik kemarin.
'Kamu ingkar janji .. Kamu yang ingkar janji ..'
Ia tahu, ia ingin balas dendam. Tetapi bukan begini caranya. Bukankah Oik telah berjanji ? Dan janji itu harus ditepati. Sekarang Obiet tak tahu apa yang harus ia lakukan walaupun ia tahu beban balas dendamnya berkurang satu.
"Biet nunduk .." perintah Ozy.
Sontak Obiet menunduk. Terdengar langkah kaki dari Rio dan anak buahnya. Mereka telah pergi. Obiet mendongak lagi. Deva masih disana. Obiet hendak ke sana, tetapi lagi-lagi Ozy menahannya. Sekarang Deva membawa Oik pergi.
"Kita ikuti mereka .." tutur Ozy.
***
Degup jantungnya belum reda. Tanganya masih gemetar. Ia tak percaya mengapa ia tega melakukan hal itu. Ia melirik tubuh gadis yang ia puja selama ini. Tubuhnya masih terasa hangat. Bekas rantai masih ada di lehernya.
"Sekarang gue udah turuti apa kata lo, Ik .. Apa lo akan berterima kasih ke gue ?"
Oik diam.
"Kenapa lo nyuruh gue seperti ini ? Kenapa lo yang harus berkorban ?"
Deva memukul kepalanya dengan kedua tangannya.
"Gue akan turuti apa kata lo .. Gue akan tinggalkan lo disini .. Apa Ozy yang bakal jemput lo ?"
Oik tetap diam.
"Kalo memang dia yang bakal jemput lo .. Gue bisa tenang .."
Deva keluar dari mobilnya, lalu membuka pintu samping dan membopong Oik keluar. Kemudian ia meletakkan Oik di rerumputan pinggir jalan.
"Gue tinggal lo disini ya .."
Deva mengusap kening Oik.
"Gue sayang sama lo .."
Deva berdiri, lalu masuk ke dalam mobil dan memacunya secepat mungkin.
"Zy, ayo cepet !!"
"Iya iya, Biet .. Kok malah lo yang kelabakan sih ?"
Obiet tak bisa menjawab. Karena ia juga tak tahu jawabannya.
CIITT.
Obiet turun dari mobil dan langsung menghampiri Oik. Ozy menyusulnya.
"Zy, kita bawa Oik ke rumah sakit .."
"NGGAK !!! Oik nggak boleh ke rumah sakit ! Bawa ke rumah gue .."
"Tapi Zy .."
"Cepet angkat dia .. Lo jaga dia di belakang .. Gue yang nyetir .."
Obiet mengangguk. Kemudian ia membawa Oik ke dalam Yaris milik Ozy. Sekarang ia ada di jok belakang bersama Oik. Kepala Oik berada dipangkuan Obiet dan ia tak bergerak sama sekali. Sudah berkali-kali Obiet memeriksa denyut nadi Oik. Tetapi hasilnya selalu sama. Obiet menatap Oik.
'Kamu yang ingar janji .. Bukan aku ..'
Obiet meraih lengan Oik. Masih bersikeras memeriksa denyut nadi Oik.
DEG.
Bergerak. Ada yang bergerak. Obiet memeriksanya sekali lagi.
Ada. Iya ada denyut. Walaupun agak lemah. Jari Oik mulai bergerak. Obiet gelagapan. Ia langsung melepaskan tangan Oik secepat mungkin dan menaruh jarinya didekat hidung Oik. Ada hembusan. Obiet makin bingung.
Semakin lama, hembusan itu semakin kuat. Tubuh Oik mulai bergerak. Obiet makin gelagapan. Ia benar-benar bingung. Oik mulai mengerjapkan matanya dan perlahan membuka mata. Obiet gemetar. Oik telah membuka matanya. Keningnya mengkerut dan matanya menyipit. Mereka saling menatap. Dan pada akhirnya.
"AAAAAARRRRRGGGHHHH !!!"
>>>>>>>>>>>>>>
KAMU SEDANG MEMBACA
Hitam Putihku
Roman pour AdolescentsSore itu langit sangat merah. Tetapi tak semerah darah yang mengalir deras dari tubuh laki-laki paruh baya itu. Jerit histeris dari istrinya tak mampu menghentikan laju darah yang semakin deras. Sementara itu, terlihat seorang anak kecil yang sedang...