BAB VI TB

41 13 24
                                    

TERLAMPAU BAHAGIA

Revan POV

Lihatlah istriku, dia masih diam dengan ekspresi terkejutnya, lucu sekali. Dia begitu menggemaskan. Di mataku, istriku adalah seseorang, eh bukan. Tepatnya dia adalah bidadari dan semoga akan menjadi bidadari surgaku kelak.

Aku menyodorkan tanganku padanya.

"Ini, kamu nggak mau?" Aku bertanya padanya tetapi ia malah diam saja.

"Beneran nggak mau?" Kataku memastikan. Rena kenapa ya? Kok nggak ada reaksi apa-apa. Apa kegantenganku sudah luntur. Aduh thor, jangan buat aku pusinglah.

"Ya udah kalau nggak mau, aku kasih ke Kevin aja biar pergi sama temennya dari pada mubazir kan." Kataku pasrah. Aku pun berbalik ingin melanjutkan tidurku.

Tiba-tiba sesuatu menabrak punggungku. Dan dapat ku lihat ada sepasang tangan mungil yang melingkari perutku. Hampir saja aku terjungkal jika tidak berpegangan pada meja.

"Kamu nggak bohong kan Mas?"

"Bohong apa?" Aku berusaha menjawabnya dengan menahan RIT, Rasa Ingin Tertawa.

"Tadi aku udah seneng, terus kamu bilang bukan buat kita. Kan sebel." Ucapnya mendumel masih dengan posisi yang sama.

Aku pun membalikkan badan dan posisiku sekarang berhadapan dengannya.

"Iya aku serius. Kita nggak ke Bali, tapi kita mau ke Lombok, gimana?" Tanyaku memancing reaksi apa yang bakal Rena berikan. Biasanya dia bakal meluk aku terus kakinya membelit di pinggangku, macem anak koala.

Tiba-tiba kurasakan ada sesuatu yang menempel di bibirku. Gerakannya lambat dan terkesan amatiran. Namun, rasanya begitu manis dan aku sangat menyukainya.
Aku mebiarkan dia menciumku, biarlah dia yang menjadi dominan untuk saat ini. Ini untuk pertama kalinya Rena berani menciumku terlebih dahulu. Ternyata sangat memabukkan.

Jika tahu akan mendapatkan hal ini, sudah ku beri dari tadi sore sayang.
Rena pun melepaskan ciumannya, karena napas kami yang sudah hampir habis.

Lihatlah wajah istriku, wajahnya merah sekali. Dia menundukkan kepalanya malu-malu.

"Kenapa nunduk hem?" Tanyaku sambil menangkat dagunya.

"Nggak papa kok" jawabnya dengan wajah yang tambah memerah.
Dia memang orang yang sangat pemalu jika berhubungan dengan adegan seperti barusan. Tapi jika di lain tempat ia tidak mau diam, ada saja yang dia kerjakan dan ia ucapkan.

"Jadi kamu ngerjain aku?" Ucapnya dengan wajah penuh selidih, yang membuatku ingin memakannya saat ini juga.

"Sebenarnya nggak mau ngerjain si. Tapi kok kamu kejebak sendiri, ya udah sekalian aja" ucapku dengan kekehan yang mungkin berlebihan.

"Dasar nyebelin" Rena pun memukul dadaku dengan umpatan-umpatannya.

"Iya nyebelin, sampe mata kamu kaya jengkol gitu ya? Hahaha. Nyebelin kok ditangisin hahaha" tambahku.

"Dasar Om-Om bejat" ucapnya dan memunggungi ku.

Sebenarnya mulai dari Rena masuk kamar aku udah nggak tega. Tapi, menurutku udah basah lah ya sekalin nyegur, terus mandi. Jangan lupa gosok gigi.

"Ya udah kalau marah tiketnya aku kasik ke Kev---" belum selesai aku berkata Rena sudah memelukku.

"Jangan gitu dong Mas. Kalau aku nangis lagi, kamu tidur di luar selama seminggu ya!!" ancamnya.

"Hahaha, nggak lah sayang, beraninya ancem-anceman. Kita berangkat pagi ya besok" ucapku sambil mengelus kepalanya dan sesekali ku kecup.

"Ha? Besok? Kamu itu gimana sih, kita kan belum packing belum siap-siap. Kenapa dadakan banget si." Mulai nih mulut rombengnya.

You Are The ReasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang