Gisella Atma Pamabel

4.2K 215 4
                                    

Pagi-pagi sekali, Abel sudah duduk manis di kelasnya, XI IPA 3, di SMA Nusantara. Kalau kalian pikir Abel ini pintar, karena bisa masuk kelas IPA, kalian salah besar. Justru Abel paling benci dengan pelajaran yang sudah mengandung unsur angka-angka dan segala rumus-rumus yang membuat mata pedih.

Padahal, sejak awal masuk di sekolahnya ini, Abel berharap kalau ia bisa masuk di kelas IPS agar tidak terus menerus berkutit dengan angka. Namun, sepertinya takdir tak berpihak padanya, Abel memang ditakdirkan untuk berteman dengan angka-angka itu selama tiga tahun ini. Doakan saja agar Abel tidak mati mendadak karena terus-terusan berkutit dengan angka dan rumus.

"Woy! Ngelamun aja," Abel tersentak ketika pundaknya ditepuk oleh seseorang yang baru saja datang dan duduk di sebelahnya. Hal itu membuat pikirannya yang sedang fokus menyusun strategi untuk menjalankan sebuah misi itu hancur seketika. Abel berdecak kesal sembari kembali menutup binder yang selalu ia bawa ke sekolah.

"Abis nyusun rencana buat nyomblangin siapa?" tanya teman sebangkunya itu, Tania.

"Dimas,"

Mata Tania melebar seketika. "Dimas yang anak futsal itu?"

"Iya."

"Memangnya dia mau lo comblangin sama siapa?" tanya Tania penasaran. Abel tersenyum geli mendapati respon sahabatnya itu, karena yang ia tahu pun, Tania memang sedang menjadi stalker dadakan Dimas.

Entahlah, mungkin saja Tania sedang menyukai Dimas. Tapi, Abel tidak mau ambil pusing, Tania saja tidak pernah cerita padanya mengenai Dimas. Apa karena ia terlalu sibuk mencomblangi orang ya, makanya Tania tidak pernah bercerita soal hal itu.

Ah, persetan dengan Tania.

Abel mendekatkan wajahnya ke depan wajah Tania, matanya menyipit menatap cewek itu. "Kepo amat lo." ucapnya dengan nada mengejek. Kemudian Abel memasukkan binder berisi strategi untuk mencomblangi orang-orang yang memang memintanya untuk membantu mereka menjalani proses pendekatan.

"Woy! Bel! Tega lo ya, bikin sakit hati sahabat sendiri." seru Tania dari dalam kelas. Abel sendiri hanya menjulurkan lidahnya mengejek Tania. Ia kembali melanjutkan langkahnya keluar kelas untuk menemui Oca, perempuan incaran Dimas.

Rencananya, kali ini Abel ingin membantu keduanya untuk bisa jalan bersama. Itu merupakan permintaan Dimas sebagai langkah pertama pendekatannya dengan Oca.

Abel bahagia dengan profesi sampingannya selain pelajar di SMA Nusantara. Ya, mak comblang adalah profesi sambilannya sembari menuntut ilmu. Konyol memang, karena Abel sendiri masih jomblo yang masih suci, karena ia memang belum pernah berpacaran sejak ia lahir ke dunia, sampai di usianya yang menginjak tujuh belas tahun ini.

Karena statusnya yang masih jomblo sejak lahir inilah, ia sering menjadi bahan ejekan teman-temannya. Soalnya, menurut mereka, Abel ini belum punya pengalaman apapun dalam hal cinta-cintaan seperti itu.

Tetapi, Abel menampik semua ejekan itu dengan sebuah prestasi berupa kesuksesannya mencomblangi orang-orang yang merasa kesulitan dalam proses pendekatan dengan gebetannya. Terbukti dengan berkurangnya populasi jomblo di SMA Nusantara, karena perannya sebagai mak comblang sekolah yang memang sudah tidak perlu diragukan lagi kemampuannya.

Menurut Abel, menjadi seorang mak comblang merupakan kebahagiaan tersendiri untuknya. Karena menurutnya, bahagia itu sederhana, melihat orang bahagia karena berhasil menemukan cintanya, itu sudah cukup menurutnya.

Ia menuruni tangga menuju perpustakaan sekolahnya. Ia mengecek handphone nya untuk melihat apakah pesan yang tadi ia kirimkan kepada Oca untuk janjian, sudah dibalas atau belum. Abel tersenyum lega saat melihat nama Oca tertera di bar notifikasi handphone nya.

Oca: Bel, gue udah di perpustakaan nih. Lo di mana?
Oca: Bel, buruan. Gue digodain Dimas nih.

Abel berdecak kesal melihat pesan terakhir yang dikirimkan Abel. "Ah, si Dimas nafsu amat dah. Udah dibilang biar sabar nunggu gue juga." Abel mempercepat langkah kakinya. Dalam hati, ia merutuki sikap Dimas yang tidak sabaran itu. Justru hal itu akan membuat Oca merasa ilfeel dengan cowok itu.

Ah, Dimas peak!

Saat di belokan terakhir koridor kelas sebelas, Abel terkejut ketika seseorang tiba-tiba menabraknya dari arah depan dan sukses membuatnya jatuh, hingga bokongnya pun mencium lantai dengan mesranya. "Wassalam! Lo tuh kalo jalan yang be--" Abel membelalakkan matanya ketika menyadari bahwa yang menabraknya barusan adalah seorang cowok yang memang ia benci karena statusnya sebagai anggota osis SMA Nusantara.

"Lo tuh, ya! Bisa nggak sih, sekali aja nggak bikin kacau urusan gue." hardik Abel kesal sembari mencoba bangun. Ia menatap Audra yang kini malah cengengesan tanpa dosa di hadapannya.

Abel melihat jam tangan berwarna maroon di pergelangan tangannya. Waktunya tak banyak lagi, ia segera berlari meninggalkan Audra yang masih bingung apa kesalahannya tadi.

Well, setahunya juga, ia sudah berjalan dengan benar. Abel saja yang sibuk memainkan ponselnya, hingga tak lagi melihat jalan.

Cowok itu menaikkan kedua bahunya acuh. "Mak comblang sinting." Ia kembali melanjutkan langkahnya menuju kelasnya di lantai atas.

***

"Dapet apaan, Bel?"

"Biasa deh. Surat penawaran kerjasama."

"Nyomblangin lagi?" tanya Tania lagi.

Abel mengangguk sembari menutup  lokernya. Ia baru saja mengambil beberapa surat dan juga bingkisan yang diberikan oleh makhluk-makhluk jomblo yang meminta bantuannya. Sebagian dari surat tersebut juga ada yang berisi pernyataan cinta dari fans nya yang kebanyakan adalah adik kelasnya.

Mata coklat milik Abel berbinar kala membuka isi bingkisan dari paper bag yang baru saja ia ambil. Bingkisan itu merupakan imbalan sebagai rasa terima kasih dari orang yang sudah berhasil dicomblangi oleh Abel.

Abel tersenyum senang kala melihat isi bingkisan tersebut berupa lima pack susu coklat favoritnya, sekotak stik coklat, serta beberapa makanan ringan lainnya.

Sebenarnya, Abel tidak meminta imbalan apapun sebagai upah, namun, beberapa dari mereka, memang ada yang berbaik hati memberikan makanan favorit Abel seperti yang baru saja ia dapat hari ini.

Abel kadang berpikir, betapa enaknya menjadi seorang mak comblang jika setiap hari bisa mendapat bingkisan seperti ini.

Ah, indahnya hidup.

***

Ini cerita baru aku hehe.. hope you like this, dear :)

Jadi, untuk mengisi kekosongan selama aku mengalami writer's block di Stupid Feeling, kalian bisa baca ini dulu.

Next, Audra Dantalion Nugraha! Stay tune!

Match MakerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang