Match Maker #2

1.4K 125 7
                                    

"Seorang mak comblang itu seperti jarum dan benang yang menyatukan dua kain yang terpisah. Bedanya, yang disatukan oleh mak comblang bukan kain, tapi manusia yang sedang jatuh cinta."

***

Abel kembali membuka bindernya untuk mengecek siapa saja yang akan ia comblangi selanjutnya. Masih ada sekitar lima orang lagi yang harus ia comblangi. Dan dari lima orang itu, ia harus membuat strategi yang berbeda untuk masing-masing pasangan.

Abel menghempaskan tubuhnya ke kasur empuk kesayangannya. Jujur saja, ia cukup lelah jika harus membagi waktu antara belajar, bersantai, dan menjadi mak comblang. Kalau saja bukan karena prinsipnya, sudah pasti ia tidak akan menjadi mak comblang sekolah selama kurang lebih tiga tahun terakhir. Yap, sejak awal masuk SMP, Abel sudah menjadi mak comblang.

Ketukan di pintu kamarnya membuat Abel kembali membuka matanya yang semula terpejam sejenak. Ia melangkah gontai untuk membuka pintu kamarnya.

Figur wanita berumur sekitar tiga puluhan tahun menyambutnya di depan pintu dengan senyum lembut yang terpancar di wajahnya. Ia mengusap lembut kepala putri sematawayangnya itu penuh kasih sayang.

"Baru bangun, hm?"

"Bunda baru pulang?" tanya Abel tanpa menjawab pertanyaan bundanya barusan. Irene, bunda Abel, mengangguk pelan.

"Kamu udah makan?"

"Udah, Bun. Tadi dibuatin capcay sama Bi Asih. Bunda udah makan?"

"Belum. Nanti deh, Bunda masih ada kerjaan." Irene tersenyum tipis sembari melihat binder di tangan Abel. Ia tersenyum kecil, putrinya itu rupanya masih menyimpan benda itu. "Kamu masih jadi mak comblang?"

Abel menyengir lebar dan mengangguk. "Iya, hehe.."

Irene tersenyum tipis. Putrinya itu ternyata masih memegang prinsip yang sudah dipegangnya sejak awal masuk SMP. Sejak kejadian yang membuatnya bertekad untuk menjadi mak comblang.

"Ya udah. Kamu jangan begadang, ya. Kalo semua tugas udah selesai, langsung tidur aja."

"Siap, Bun!"

***

"Buset! Ini neraka bocor atau apaan sih, panas amat dah." celetuk Tania sambil mengipasi wajahnya menggunakan buku tulis.

"Keberadaan lo di sini bikin suhu tambah panas, Tan." celetuk seseorang di meja bagian tengah, Audra. Cowok itu memandang Tania dengan wajah sok cool nya.

Bukannya terpana, Tania justru bergidik geli melihat Audra. Memang sih, Audra bisa disejajarkan dengan cowok-cowok ganteng dan terkenal di sekolahnya, tetapi, ada satu hal yang membuat Tania dan Abel tidak suka dengan Audra.

Audra termasuk salah satu anggota osis di SMA Nusantara. Dan kebetulan sekali, Abel dan Tania dari dahulu sangat tidak suka dengan anak osis. Karena menurut mereka, anak osis itu kaki tangan sekolah yang selalu mengatur siswa biasa seperti mereka.

Abel menepuk keningnya setelah sadar ia telah melupakan sesuatu. "Kenapa, Bel?" tanya Tania bingung.

"Gue ada janji sama Kak Nico."

Alis Tania naik sebelah. Pasti kakak kelasnya itu meminta tolong kepada Abel untuk didekatkan dengan seseorang. "Dia minta dicomblangin sama siapa?"

Abel memasukkan buku-bukunya ke dalam tas. "Sheila. Anak kelas sepuluh."

Tania hanya mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti. Ia pun ikut berdiri saat Abel juga berdiri hendak menemui kakak kelasnya itu.

"Lo mau kemana?" tanya Abel ketika Tania mengikuti langkahnya keluar kelas.

Match MakerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang