Match Maker #3

1.3K 125 0
                                    

Audra baru saja keluar dari kamar mandi dan menuntaskan sesuatu yang sudah ia tahan sejak tadi di kelas. Matanya menyipit kala melihat dua orang siswi dan seorang siswa sedang berbincang di pinggir lapangan.

Ia mengenal kedua siswi itu, mereka merupakan teman sekelasnya, Abel dan Tania. Dan untuk siswa laki-laki itu, Audra sudah hapal dengan orang itu. Siswa laki-laki yang bernama Nico itu memang sering terkena razia siswa bolos yang sering dilakukan oleh anggota osis sekolahnya.

Audra melihat jam di pergelangan tangannya. Masih sekitar setengah jam lagi waktu istirahat. Dan sudah jelas, ini masih jam pelajaran. Ia sebagai anggota osis, tidak bisa membiarkan siswa berkeliaran di jam pelajaran seperti ini.

"Heh, mak comblang." Suara Audra barusan membuat Abel seketika menoleh ke arahnya. Cewek itu menatap dirinya dengan tatapan sengit. "Bukannya ini masih jam pelajaran ya?" ucapnya lagi.

"Emang. Terus, kenapa?" jawab Abel masih dengan tatapan sengitnya. Ia sudah hapal betul tujuan Audra ke sini untuk apa. Dan, jika dihitung, ini sudah ke sekian kalinya Audra mengganggunya dalam melancarkan misi mencomblangi orang.

"Yeee si kampret, pake nanya segala. Masuk kelas sana."

Abel memijit pelipisnya sembari menghela napasnya. "Lo tuh hobi banget sih ngancurin misi gue." hardiknya kesal.

"Lagian, doyan banget nyomblangin orang. Kayak nggak ada kerjaan aja, dih."

Abel menggeram kesal sembari mengangkat kedua tangannya dengan geram seolah ingin mencakar wajah cowok itu. "Lo sekarang boleh aja ngeremehin kerjaan gue sebagai mak comblang, Dra." Abel tersenyum miring sembari melipat kedua tangannya di dada. "Tapi, gue yakin, suatu saat lo butuh peran mak comblang buat bantuin lo."

Baru saja Audra hendak menyela ucapan Abel, namun sebuah suara seseorang membuat mereka semua yang berada di lapangan itu lantas menengok ke sumber suara di belakang mereka.

"Asik banget ya, ngobrolnya, ibu boleh ikut gabung?"

Abel dan Tania menyengir lebar ketika mendapati kehadiran Bu Elna di belakang mereka. "Eh, ibu.."

"Hai, Bu. Ibu katanya abis dari Bandung, ya?" sapa Tania sok ramah. Abel tahu, kalau ini merupakan strategi Tania untuk mengalihkan topik pembicaraan. Ada untungnya juga Tania di sini bagi Abel.

"Nggak usah sok asik kamu." Pandangan Bu Elna kini mengarah pada Audra. "Kamu juga Audra, bukannya memberikan contoh yang baik buat siswa yang lain, malah ikut-ikutan bolos pelajaran. Bikin malu osis aja."

Dan, bukan Audra namanya kalau tidak bisa ngeles. "Lah, berhubung saya osis, Bu. Ini saya lagi razia mereka yang lagi bolos pelajaran, nih." elaknya santai. Membuat Abel ingin sekali menggantung cowok itu di tiang bendera saat ini juga.

Abel mendelik tajam menatap Audra yang malah sedang menatapnya mengejek. "Eh, Bu, nggak gitu. Saya tuh tadi--"

"Kamu Ibu hukum membereskan buku di perpustakaan."

"Loh, Bu, kok saya doang? Kan, Tania, Audra, sama Kak Nico juga--"

"Sekarang, Abel." potong Bu Elna lagi.

Abel hanya bisa menggeram kesal sembari menyumpah serapahi Audra yang dengan pintarnya mencari muka di depan Bu Elna. Sedangkan Tania dan Nico hanya bisa memandang kasihan Abel yang sudah berjalan dengan langkah gedebak gedebuk menuju perpustakaan.

AUDRA KAMPRET!!

***

Abel kebingungan harus menutup hidungnya menggunakan apa, agar tak terkena debu yang menempel di buku-buku milik perpustakaan yang harus ia bersihkan ini.

Ia mengecek saku seragamnya untuk melihat, apakah ia membawa tisu atau tidak. Dan ia hanya bisa mendesah pelan ketika tidak mendapati selembar tisu pun di dalam sakunya.

"Kok cuma diliatin? Bersihin dong, Bel."

Abel berdecak sembari memutar bola matanya malas. "Lo ngapain sih di sini? Belum puas, bikin misi gue berantakan hari ini?"

"Salah lo sendiri, jalanin misi di jam pelajaran."

"Udah jelas ini salah lo. Lo sendiri yang bilang kalo Bu Elna nggak masuk hari ini."

"Eh, selangkangan dugong! Gue cuma bilang, Bu Elna hari ini izin sebentar, dan bakal balik lagi nanti. Bukan nggak masuk."

Abel hanya menggeram kesal sembari mengangkat buku di tangannya seolah ingin melempar kepala Audra dengan buku itu. Memang sih, bisa dibilang ini memang kesalahannya, yang memanfaatkan waktu kosong sebelum Bu Elna masuk.

Tapi, Abel juga tidak mungkin kan mengaku kalau ini memang kesalahannya sendiri. Akan ditaruh di mana wajah Abel nantinya, jika ia mengaku salah dengan Audra. Bisa-bisa cowok itu akan besar kepala nanti.

"Rese banget sih, lo." kesal Abel. Ia kembali memfokuskan diri untuk menyusun buku yang masih diletakkan dengan asal dan tak sesuai raknya.

Audra mendekat dan berdiri di belakang Abel sambil memasukkan kedua tangannya di saku celananya. "Eh, kayaknya bakalan seru ya, kalo nyokap lo sampe tau lo dihukum gini." ucapnya dengan nada yang sangat menyebalkan di telinga Abel.

Abel yang terkejut mendengar Audra sudah membawa bawa masalah 'nyokap', kontan langsung menoleh menghadap cowok itu. Namun, karena Audra berdiri tepat di belakangnya, maka saat ia berbalik pun, wajahnya langsung menghadap ke wajah cowok itu.

Jujur saja, Abel deg-degan setengah mampus saat kedua bola mata hitam pekat milik Audra menatap mata miliknya juga. Abel meneguk ludahnya samar. Posisi ini sangat tidak menguntungkannya sama sekali.

"Nggak usah terpesona gitu, ah. Gue takut lo mimisan kalo lo ngeliatin gue terus." ucap Audra pede, yang langsung membuat Abel tersadar dari kebisuannya menatap cowok itu.

Abel langsung mendorong tubuh tegap Audra agar menjauh darinya. "Apaan sih. Jijik." ketusnya. Audra sendiri malah menaikkan sebelah alisnya sembari terkikik geli.

Merasa tidak ada gunanya meladeni Audra, Abel kembali membereskan buku-buku yang tebalnya sudah layaknya buku ensiklopedia itu. Dalam hati, ia menyumpah serapahi cowok yang berada di belakangnya itu. Mentang-mentang osis, selalu saja dibela. Cih. Makinya dalam hati.

"Sini gue bantuin." Audra mengambilalih buku yang ada di tangan Abel, yang kemudian langsung ia letakkan di rak paling atas.

Audra melakukan hal itu karena ia tahu, Abel pasti tak akan sampai jika harus meletakkan buku itu di sana. Karena, bahkan tinggi cewek itu saja kurang dari setengah tinggi rak itu.

Setelah semua buku tersusun dengan rapi, mereka berjalan meninggalkan perpustakaan itu. Walaupun sebelum keluar, Abel harus menahan telinganya yang panas karena harus mendengar rentetan nasihat dari penjaga perpustakaan.

"Makanya, Bel, lain kali, kalo mau minggat dari kelas itu liat situasi dulu. Biar nggak kena hukum begini." ujar Audra ketika mereka sudah sampai di ujung tangga perpustakaan. Abel hanya memutar bola matanya malas.

"Siap, anak osis yang terhormat." ucapnya malas, sambil menekankan kata 'osis' untuk menunjukkan kepada Audra bahwa ia amat tak menyukai anggota osis.

Bukannya marah ataupun kesal karena organisasi yang diikutinya dibenci oleh Abel, Audra malah tertawa. Sudah biasa, kalau osis dibenci oleh beberapa siswa. Jadi, ia tidak kaget bila bahkan Abel menaruh dendam dengan anggota osis.

Tanpa basa basi lagi, Abel berbalik untuk kembali ke kelasnya. Tetapi, baru dua langkah ia berjalan, ia kembali berbalik dan berdiri sambil bersedekap menatap Audra. Cowok itu balas menatap Abel dengan pandangan bertanya.

"Mau ngajak gue ke kelas bareng?" tanyanya jahil.

Abel menggeleng. "Gue cuma mau bilang, jangan pernah remehin kerjaan sampingan gue sebagai mak comblang." ucapnya penuh penekanan.

Sebelah alis Audra naik. "Kenapa?"

"Gue yakin, suatu saat lo bakal butuh peran gue."

***
Semoga suka yaa :)
Keep vote and comment :)
See you :)

Match MakerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang