Match Maker #7

1.1K 105 2
                                    

Abel baru saja selesai berkumur menggunakan larutan yang memang dikhususkan untuk membuat napas menjadi lebih segar. Ia melakukan itu karena takut jika mulutnya masih beraroma pete sisa tadi malam.

Ia memakai tas nya dan kembali ke meja makan untuk menyalimi bundanya yang sedang sarapan di sana.

"Bun, aku berangkat, ya?" ucapnya ketika menyalimi tangan Irene.

"Nggak sarapan dulu?" tanya Irene. Ia memang belum melihat Abel memakan apapun pagi ini. Abel menggeleng setelah menghabiskan susunya.

"Nggak, Bun. Aku buru-buru." Irene hanya menggeleng pelan melihat putrinya itu.

"Ya udah, kamu hati-hati, ya."

Abel menggerakan tangannya seperti orang hormat. "Siap, nyonya besar!" katanya seraya terkekeh.

Kemudian, Abel langsung keluar rumah untuk menunggu ojek online yang sudah dipesannya. Ia mendesah pelan sembari menengok ke kanan dan kirinya untuk mencari keberadaan driver ojek online tersebut.

Sebenarnya, kalau Abel mau, ia bisa saja menaiki mobil yang dihadiahkan orang tuanya padanya saat ia ulang tahun ke enam belas tahun lalu. Tapi sepertinya, Abel lebih senang naik kendaraan umum ketimbang menikmati fasilitas dari orang tuanya itu.

Bukannya Abel tidak bisa menyetir, tapi, ia tidak mau terlihat sombong dengan cara bersekolah dengan membawa mobil sendiri. Walaupun sebenarnya juga, sudah sangat banyak teman-temannya yang berangkat ke sekolah dengan membawa mobil sendiri.

Dia ingin terlihat biasa saja dan tidak memamerkan harta orang tuanya. Abel hanya ingin tampil sederhana dan lebih merakyat.

Sebuah motor sport berwarna putih berhenti di hadapannya. Membuatnya mau tak mau harus mendongak melihat siapa orang itu.

Oh, jangan bilang ini abang grab nya? Ia terkejut ketika malah mendapati wajah Audra tepat berada di depannya. Abel lantas mendorong jauh wajah cowok itu dengan tangannya.

Bukannya marah, Audra malah menyengir lebar. Makin membuat Abel kesal saja. "Mau bareng nggak, Bel? Kosong nih." tawarnya seraya melirik ke jok motor bagian belakangnya.

Abel melipat kedua tangannya dan menggeleng kuat. Ia tidak mau menjadi gosip para fans dari Audra di sekolah nanti. Ia juga tidak ingin bersikap baik pada cowok itu saat ini, ia masih kesal karena keisengan cowok itu padanya tadi malam.

"Kok geleng doang sih, Bel? Mulut lo masih bau pete ya, makanya nggak mau ngomong?" tanya Audra jahil. Yang dihadiahi pelototan tajam dari cewek di hadapannya.

"Lo tuh ya! Pergi nggak lo!" kesal Abel yang sudah mengambil batu dan bersiap melempar Audra dengan batu itu.

"Eh, iya, iya. Nggak usah pake batu juga kali. Sangar amat dah."

Abel bergerak semakin mendekat dengan batu berukuran sedang di tangannya, dan kalau saja Audra tidak segera memacu motornya, batu di tangan Abel itu mungkin sudah ia lempar ke tubuh Audra. Abel memang sudah kelewat kesal dengan cowok itu.

Setelah Audra pergi, Abel menghembuskan napasnya lega karena ojek online yang sedang ditunggunya akhirnya datang juga. Ia hanya bisa memaklumi keterlambatan driver tersebut datang karena alasan macet.

Yah, Abel juga paham, mana ada jalan lengang di kota besar seperti ini. Setelah naik ke atas motor, Abel kemudian memerintahkan driver itu untuk segera mengantarnya ke sekolah lewat jalan pintas yang menurutnya akan membuatnya sampai lebih cepat.

Dan sebagai driver yang baik, kang ojek online itu hanya menurut saja. Toh, kenyamanan dan keinginan konsumen lebih diutamakan.

*****

Match MakerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang