02.

104 16 1
                                    

Silvan melihat bahu lebar itu. Betapa tinggi orang itu membuat Silvan tertegun sejenak. Gerakan cepat itu membuatnya tidak sadar bahwa pria itu sudah membunuh banyak monster. Hingga pria itu menoleh dengan bola mata kirinya yang merah darah gelap.

"kau hanya diam saja?"



PART 2


Mata indah itu mengerjap terkejut ketika suara berat itu tertuju padanya. Ia wanita dan tentu saja mempunyai rasa kagum. Kagum dengan wajah itu. Tuhan, Silvan ingin lari saja saat ini juga. Pria dengan kisaran seumuran dengannya berdiri tegak menatap Silvan. Tanpa ragu ia mulai melangkah meninggalkan gadis itu sendiri. Kedua matanya terbelalak.

"hei! Kau mening—" ucapan Silvan terhenti saat pria itu sudah tidak lagi dibelakangnya. Sepasang matanya melihat kepenjuru ruang sekitar. Tidak, tidak mungkin. Menghilang begitu saja. "Aku harus mencari pintu portal selanjutnya."

Sebenarnya ia lupa, tapi Silvan terus saja berjalan. Hanya mengandalkan naluri yang ia punya. Tempat ini begitu redup seperti sore menuju malam. Sampai kakinya terasa letih untuk kembali berjalan. Silvan tidak terlalu berharap ia akan selamat dari permainan aneh ini. Namun, ia menjadikan keluarga sebagai alasan untuk tetap semangat menjalaninya. Ia tidak akan kalah dan menghilang karena ini saja.

"kau tidak mencari pintu portal selanjutnya?" seseorang mendekati Silvan yang tengah duduk bersandar di sebuah pohon kelapa. Silvan menggelengkan kepala. Ia terlalu letih untuk sekedar menjawab.

"Hai, aku Wendy 017 dari distrik Lexington. Siapa namamu?" Wendy ikut duduk disebelah Silvan sambil tersenyum ramah.

"Aku Silvan, 015. Dari negara Insulinde." Jawab Silvan dengan ramah.

"wah aku pernah mendengar negara itu! Negara yang indah. Dulu kakek-nenek 'ku pernah bertamasya ke sana. Katanya banyak sekali pulau-pulau kecil yang asik untuk dijelajahi dan rempah-rempah yang begitu beragam." Wendy menjelaskan dengan begitu bersemangat. Sementara Silvan hanya tersenyum lemah. Tapi ia begitu senang karena Wendy mengagumi wilayah kelahirannya.

"Jika begitu, suatu saat aku akan membawamu ke negaraku."

"Aku mau sekali. Tapi," tatapan sedih itu mencuar sehingga Silvan ikut merasa iba, "apa aku bisa selamat dari sini?"

Benar, pertanyaan itu juga muncul di benak Silvan sebelumnya. Apakah mereka semua yang ada disini akan selamat. Sebagian dari mereka semua yang terpilih kemungkinan besar karena terpaksa. Iming-iming negara adidaya Aseland akan melindungi keluarga mereka. Silvan ingat, negaranya belum cukup memadai untuk peralatan perang canggih. Pemerintah pusat tidak dapat melindungi semua kepulauan yang ada. Sementara ia tinggal disebuah pulau yang agak jauh dari jangkauan Pemerintah pusat. Sehingga warga kepulauannya bersatu untuk memberantas monster yang muncul. Dan terpikir ketua suku dari distriknya untuk mengangkat Silvan menjadi salah satu anggota OFTS.

"ini demi semua warga yang ada di pulau."

Silvan ikut tertunduk mengingat itu. Tapi tidak ada salahnya ia percaya bahwa OFTS menurunkan anggota militernya untuk melindungi warga pulau.

"pintu portal empat sudah ditemukan!" Wendy tiba-tiba saja memekik. Namun, tanpa sadar ada beberapa monster menemukan persembunyian mereka. Dan suara auman itu terdengar nyaring.

"Ayo kita lari!" Silvan menarik tangan Wendy untuk segera berlari mencari pintu portal ke empat yang sudah terbuka. Jam tangan canggih itu menginformasikan bahwa pintu portal ke empat sudah terbuka. Pasti salah satu pemain sudah menemukan pintunya.

L I B E R T È < On Progress >Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang