Ada berapa banyak alasan untuk datang? Ada berapa banyak rasa kasihan untukmu memandang? Bukan empati yang kubutuhkan. Bukan juga tatapan menyakitkan yang kamu berikan. Rasanya lebih baik terusir daripada mendapatkan belas kasih.
***
Melodi menunggu di depan gerbang sekolah dengan perasaan tak karuan. Dia sudah memikirkannya selama semalaman dan inilah keputusan yang telah dia bulatkan. Dia menanti Irama di sana. Hanya untuk sekadar mengucapkan selamat datang. Selamat menjalani hari tanpa keterpurukan lagi. Melodi ingin memberikan yang terbaik untuk Irama.
Irama yang menolongnya ketika MOS. Irama yang mengusir orang-orang yang mengganggu Melodi meskipun Melodi terlambat mengetahuinya. Irama yang memberikan apa pun yang Melodi butuhkan. Irama yang memeluknya ketika gadis itu tidak memiliki pilihan. Serta, Irama yang membawanya kembali pada jalan tanpa keputusasaan.
Melodi ingin membalas semuanya tanpa memedulikan seberapa banyak Irama membuatnya menangis dan marah. Karena di jauh hati terkecilnya, Melodi sadar bahwa Irama satu-satunya orang yang mengenal dirinya.
"Pagi, Mellow. Ngapain berdiri di sini?"
Melodi tersentak kaget begitu suara motor serta suara Irama yang menyambutnya. Melodi diam beberapa detik hingga menutup matanya agar siap untuk tersenyum menyapa Irama. Senyum pertama yang dia berikan kepada Irama.
Irama menaikkan alisnya sebelah. Dia bingung dengan tarikan tipis bibir gadis di depannya. Senyuman yang membuat jantungnya terlonjak, ada getaran yang Irama tidak mengerti kedatangannya.
"Kaki gue sedikit cidera kemarin kerja. Bisa gue numpang sampe ke parkiran? Gue udah nggak sanggup jalan lagi."
Melodi merutuk dirinya sendiri yang hanya bisa berbohong dengan alasan klise yang membikin Irama semakin memandangnya curiga sekaligus bahagia.
Bukannya menjawab, Irama malah turun dari motornya dan membungkuk.
"Permisi," ucapnya sebelum memegang kaki Melodi yang menggunakan rok pendek hingga membuat gadis itu menahan napasnya sejenak. "Yang mana yang sakit?"
Melodi bergerak mundur. Dia menenggak salivanya dengan susah payah karena bukan ini yang menjadi prediksinya.
"Ram," panggil Melodi menghentikan mata Irama yang menyipit untuk mencari memar atau apa pun yang menyebabkan Melodi merasa sakit. "Gue harus langsung ke kelas. Udah nggak sanggup berdiri."
Irama mengangguk dan mendekat. "Permisi."
Lagi, Irama mengucapkan satu kata itu ketika ingin menyentuh Melodi. Irama memegang bahu Melodi untuk menuntun gadis yang tidak apa-apa itu ke motor crossnya yang lumayan tinggi. Setelah Melodi naik, Irama menduduki tempat kosong di depan Melodi.
Ini adalah kali pertama di mana Irama dan Melodi ada di tempat yang sama tanpa penolakan dari Melodi.
Bunyi suara motor terdengar riuh dan Irama menjalankannya dengan pelan-pelan agar gadis yang duduk di belakangnya merasa aman.
"Jangan turun dulu," ucap Irama begitu sampai di parkiran.
Irama melepas helm yang digunakannya dan membantu Melodi untuk turun. Sekali lagi Melodi merasa canggung untuk setiap perlakuan Irama kepadanya.
Melodi berbohong dan Irama terlalu khawatir atas kebohongan yang gadis itu tuturkan.
"Kenapa sekolah kalo sakit?" tanya Irama dengan Melodi di sampingnya.
Melodi bergerak kaku. Dia bahkan tidak mengira Irama akan memperlakukannya sebaik ini."Ha? Oh, sayang kalo ditinggal. Lagian gue masih bisa jalan sendiri kok, Ram."
Melodi mencoba melepaskan diri tetapi ternyata Irama tidak membebaskannya begitu saja hingga mereka masuk ke dalam kelas. Tatapan-tatapan keingintahuan terlontar begitu Melodi menatap sekitar, membuatnya harus menunduk dalam untuk mengusir kebodohannya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melodi Irama
Teen FictionIni adalah nyanyianku. Suara yang ada tanpa satu pun terdengar olehmu. Ini adalah ceritaku. Suara tertahan yang selama ini terkungkung dalam tangis tiada suara, serta terpenjara dalam batas kebisuan. ________________________________________________...