(3) Mimpi dan Takdir

213 18 0
                                    

-Ikatan itu tidak akan jauh. Sudah waktunya, pasti akan muncul-

Seorang wanita berpakaian serba putih terlihat sedang bersama seorang anak kecil. Bibir tipisnya terbuka dan melantunkan kata, tapi anak kecil itu sama sekali tidak mendengar suaranya. Tiba-tiba wanita itu mengeluarkan air mata darah. Secepat kilat tangannya sudah mencekik leher anak kecil itu.

Sebelum anak kecil itu kehabisan napas, seseorang menariknya dan membawanya kabur. Anak kecil itu menatap takjub tangan yang menggenggamnya, kemudian bertanya, "siapa kamu?"

Sang penolong berbalik, kemudian tersenyum. "Bara. Panggil aku Bara."

"Boleh aku bertanya lagi?"

Bara berhenti, lalu ia berbalik. Detik berikutnya ia mengangguk.

"Kita sedang berada di mana?"

"Di tempat, di mana ada cerita tentang kita."

"Apa kamu mengenalku?"

"Sangat kenal."

"Siapa aku?"

"Dara manisku."

"Tapi, namaku bukan itu," tolaknya.

"Kalau begitu namaku bukan Bara, tapi Dara," candanya.

"Tidak lucu."

"Kalau begitu, kita berkenalan saja," usul Bara sembari mengulurkan tangan kanannya. "Perkenalkan, namaku Bara, dan kamu?"

Awalnya sempat ragu, namun ia mengikuti nalurinya dan menerima perkenalan singkat Bara. "Dan aku, Dara."

"Dar."

"Dara."

Seseorang memanggilku. Suara itu berasal dari mana? batin Dara.

"Dara, ada yang memanggilmu."

"Kamu bisa mendengarnya juga?Suara yang memanggil namaku?" tanya Dara.

Dara semakin penasaran dengan Bara. Siapa Bara sebenarnya? Pikirannya lebih berfokus pada Bara sekarang. Ia tidak peduli dengan suara yang memanggil namanya.

"Ya. Tentu saja aku bisa mendengar. Aku tidak tuli," jawabnya dengan santai, tanpa peduli seseorang yang mulai merasa kesal mendengar jawabannya.

"Pulang sana. Nanti kita akan bertemu lagi."

"Kenapa kamu bisa seyakin itu?"

"Karena kita ditakdirkan untuk bersama. Seperti nama kita, Bara dan Dara. Bara melambangkan kobaran api yang membara dan Dara melambangkan darah penghabisan."

***

Dara mengerjap-ngerjapkan matanya. Seseorang langsung memeluknya. "DARA!"

"Di-di mana ini?" tanya Dara terbata-bata. Ia masih belum sepenuhnya sadar.

Sasa kembali duduk di kursi yang berdekatan dengan Dara--untuk memberi Dara sedikit ruangan. "Di rumah sakit. Kamu pingsan tadi. Aku dan Pak Rudi khawatir sekali. Kamu tidak apa-apa? Ada yang sakit? Kalau ada yang sakit langsung bilang saja ke aku."

Dara tersenyum melihat Sasa begitu khawatir. "Terima kasih."

Sasa mengernyit, lalu ia mengejek Dara, "Dara... Aku bertanya, loh. Kamunya malah berterima kasih. Aku tidak mau terima dan kasih kamu apa-apa," kemudian tersenyum, "tapi, sama-sama, deh," lanjutnya. Keduanya tertawa bersama.

Di balik pintu, Pak Rudi merasa lega untuk yang kedua kalinya. "Nona tertawa. Aku harus mengabadikannya." Pak Rudi melihat ulang hasil video yang berdurasi beberapa detik di layar ponselnya, lalu mengirimkan video itu kepada Tuannya.

BARA DAN DARA #WYSCWPDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang