(10) Masih Awal

185 16 2
                                    

Hari ini Dara keluar dari rumah sakit. Sebelum itu, Leo melamar Dara. "Aku bukan orang yang romantis, juga bukan orang yang berpengalaman dalam menjalin hubungan. Ini pertama kalinya. Jadi, apa kamu menerima aku menjadi tunanganmu?"

Dara tidak menyangka ia dilamar di rumah sakit. Dara membisikkan sesuatu di telinga Leo, "Kak, tidak salah? Masa di rumah sakit. Sangat tidak romantis."

Bukannya menjawab, Leo malah meraih tangan Dara dengan lembut, lalu ia memasangkan cincin di jari manis Dara.

Dara terdiam melihat cincin yang sudah terpasang di jarinya.

"Punyaku tidak sekalian dipasang?" tanya Leo dengan wajah kecewa.

Dara refleks ikut memasang cincin di jari manis Leo. Hari ini mereka berdua resmi bertunangan. Pak Rudi datang dan mengantar mereka berdua pulang ke rumah.

Dara hari ini tidak ke sekolah. Ia istirahat di rumah saja. Sasa sepulang sekolah langsung menjenguk Dara di rumah. Sasa melihat kilauan di jari manis Dara.

"DARA! Kamu serius? Ini cincin dari siapa?"

Dara tersenyum. "Kak Leo."

"Astaga." Sasa tampak kaget, lalu ia membisikkan sesuatu di telinga Dara, "Yang tegap-tegap itu badannya?"

Dara tertawa geli. "Iya, itu namanya Kak Leo."

"Dara," panggil Sasa dengan raut wajah serius.

"Hmm..."

"Kamu baik-baik saja?"

Dara mengerutkan dahi. "Kenapa tiba-tiba bertanya seperti itu?"

"Gimana aku bilangnya, ya. Kan, kamu anggap Kak Leo seperti kakak kandungmu sendiri. Apa kamu bisa menganggapnya lebih dari itu?"

Dara tampak berpikir, lalu ia tersenyum. "Sebenarnya aku sendiri pun tidak yakin. Tapi akan aku coba."

Sasa menepuk pelan kedua pipi Dara. "Ya sudah. Aku tetap dukung apapun pilihanmu."

"Terima kasih, Sa."

Mereka berdua saling berpelukan. Dara dan Sasa menghabiskan waktu dengan bercerita dan bercanda, hingga tanpa terasa sudah malam.

"Aku pamit dulu. Dara, besok kamu harus masuk sekolah. Aku tunggu, ya. Sepi kalau tidak ada kamu."

"Iya. Aku sudah sembuh. Besok pasti masuk sekolah."

"Nah, begitu dong. Sampai jumpa besok."

"Iya. Hati-hati di jalan, ya."

Sasa mengangguk. Ia keluar dari kamar Dara, menutup pintu, lalu menuruni tangga. Suasana di rumah Dara terlihat sepi. Baik Leo maupun Pak Rudi sudah tidak terlihat. Baru sampai di lantai bawah, Sasa mendengar suara ketukan pintu. Badan Sasa meremang. Ada rasa penasaran sekaligus rasa takut datang secara bersamaan.

Sasa berjalan menuju asal suara dan berdiri tepat di depan pintu berwarna coklat. Dengan berani, Sasa perlahan membuka pintu di hadapannya.

Ruangan dalam keadaan gelap. Sasa meraba-raba sekitar dan seketika lampu menyala. Sebuah foto berukuran cukup besar terpajang di atas ranjang. Di foto terlihat seorang wanita--yang begitu mirip Dara--sedang bersama seorang pria di sampingnya. Keduanya tertawa lepas. Sasa tahu, itu pasti kedua orang tua Dara.

BARA DAN DARA #WYSCWPDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang